JALAN. Dalam hidup, kita sering melupakan jalan. Kita hanya memikirkan tujuan. Kita jarang sekali memperhatikan jalan yang kita lewati. Padahal, jalan adalah yang pertama kali mengantarkan kita ke tempat yang kita tuju. Tanpa jalan, kita tak akan sampai ke mana-mana.
Di Kalimantan Tengah, sebuah jalan yang dulu sering dilalui, kini dalam keadaan memprihatinkan. Dan itu adalah jalan yang menghubungkan Bukit Liti – Bawan – Kuala Kurun. Jalan yang tak hanya hancur karena usia, tetapi juga karena terlalu banyak beban.
Gubernur Kalimantan Tengah, H. Sugianto Sabran, menandatangani kebijakan yang menarik perhatian. Dengan berani, ia memutuskan untuk menghentikan angkutan barang dari sektor pertambangan dan kehutanan yang melintas di jalan tersebut.
Langkah itu, menurut saya, bukanlah langkah yang mudah. Tapi itulah yang harus dilakukan. Jalan yang sudah hancur harus diselamatkan. Dan yang lebih penting, keselamatan orang-orang yang menggunakan jalan itu harus diprioritaskan.
Apa yang terjadi di balik keputusan ini? Begitu banyak truk besar, kendaraan bertonase berat, yang melintas setiap hari. Truk-truk ini datang dari perusahaan besar, membawa muatan besar dari sektor pertambangan, perkebunan, hingga kehutanan.
Semakin hari, jalan tersebut semakin rusak. Lubang-lubang besar di mana-mana, aspal yang terkelupas, dan pengendara yang merasa terancam nyawanya. Tidak hanya orang yang terlibat langsung, tetapi semua orang yang melintas, dari pengendara sepeda motor, mobil pribadi, hingga bus umum.
Surat bernomor 500.11.1/06/2025 yang ditandatangani oleh Gubernur Sugianto, ditujukan kepada Penjabat (Pj) Bupati Gunung Mas, Pj Bupati Pulang Pisau, dan Pj Bupati Kapuas.
Surat ini menyuarakan bahwa solusi tidak bisa hanya menunggu kerusakan semakin parah. Sebaliknya, harus ada tindakan konkret dan tegas. Gubernur Sugianto meminta agar sektor-sektor besar ini bertanggung jawab atas kerusakan jalan yang mereka sebabkan.
Mereka diminta menyediakan jalur khusus untuk angkutan barang mereka. Jalur itu harus dibangun dengan biaya mereka, karena mereka yang menikmati hasilnya. Tidak bisa berharap semua ditanggung oleh negara atau pemerintah daerah.
Namun, Gubernur tidak berhenti di situ. Ia memerintahkan agar dibentuk satuan tugas yang diberi kewenangan untuk melakukan pengawasan ketat di masing-masing kabupaten.
Satuan tugas ini harus mampu menegakkan hukum. Tidak ada lagi toleransi bagi perusahaan yang tidak mematuhi aturan. Setiap pelanggaran harus dihukum dengan tegas. Jika tidak, jalan kita akan semakin rusak. Jika tidak, kita akan semakin jauh dari masa depan yang lebih baik.
Langkah ini, bagi saya, adalah langkah berani dan tepat. Karena sesungguhnya, kebijakan seperti ini tidak pernah mudah diterima oleh semua pihak. Ada banyak pihak yang akan merasakan dampaknya.
Tetapi, siapa yang akan bertanggung jawab jika jalan ini semakin hancur? Siapa yang akan bertanggung jawab jika ada kecelakaan yang menelan korban jiwa? Apa arti pembangunan jika kita melupakan infrastruktur dasar seperti jalan?
Kebijakan ini bukan sekadar tentang menghentikan angkutan barang. Ini tentang mempertahankan masa depan. Ini tentang menjaga keberlanjutan, tentang menyelamatkan infrastruktur yang telah dibangun dengan susah payah oleh rakyat dan negara.
Ini adalah langkah kecil, tetapi sangat penting. Langkah yang harus diikuti oleh banyak pihak, terutama oleh mereka yang menikmati hasil kekayaan alam Kalimantan Tengah.
Jalan ini bukan sekadar batu dan aspal yang kita pijak. Jalan ini adalah simbol dari perjalanan kita menuju masa depan yang lebih baik. Jangan biarkan jalan ini hancur hanya karena keserakahan yang tak terkendali.
Kita harus menjaga dan merawatnya, karena dari jalan inilah kita akan sampai ke tujuan yang lebih besar. (*)
*Eko Supriadi, Pewarta Prokalteng, Palangka Raya.