Mengabdi
sejak 1996, seharusnya dr Cao Sao Beng sudah lebih sejahtera dan memiliki
jabatan strategis. Apalagi di Kabupaten Barito Utara (Batara), ladangnya batu bara.
Namun, sebagai dokter, harta bukanlah tujuannya. Yang terpenting adalah
kesehatan warga, pasiennya.
JAMIL JANUANSYAH-FADLI
HERIJA
LANGKAH Yuhanan
(80), tergopoh-gopoh. Tubuhnya kurus dan membungkuk. Melepas senyum tipis ke
barisan pasien yang sudah mengantre. Di ruang tunggu klinik dr Cao Sao Beng.
Sementara anaknya, Marataka (57), dengan hati-hati memegang setengah tubuh
Yuhanan, dan membimbingnya untuk duduk di kursi kayu.
Sejak beberapa hari
sebelumnya, Yuhanan susah makan. Lututnya kerap sakit. Dia juga sering batuk.
Lantaran sudah berlangganan dengan dr Beng, mereka pun rela menempuh perjalanan
sekitar 1 jam 30 menit dari Desa Nihan Hilir, Kecamatan Lahei Barat menuju ke
Muara Teweh, ibu kota Kabupaten Batara.
“Sengaja mengantarkan
ibu saya berobat ke sini, kalau di kampung yang ada hanyalah perawat, dokternya
tidak ada,†sebut Marataka menjawab pertanyaan wartawan.
“Uhukkk-uhhhukkkk,†bunyi
batuk Yuhanan mengiringi perbincangan penulis dengan anaknya. “Di sini sudah
berlangganan,†sambung Marataka, guru PNS di SD Santa Maria Muara Teweh.
Di klinik dr Beng,
pasien tidak memegang kartu antrean. Pun tak ada yang mencatat waktu
kedatangan. Semuanya berpatokan pada antrean kedatangan. Walaupun begitu, tidak
ada yang memotong antrean sistem “siapa yang duluan datang†ini. Seperti
Yuhanan. Dia mesti menunggu 11 menit sebelum akhirnya masuk ke ruangan dr Beng.
Setelah diperiksa, mereka pun keluar sambil membawa kantong plastik hijau
transparan berisikan obat-obatan.
Tak berselang lama,
setelah Yuhanan dan anaknya beranjak meninggalkan klinik, pasien berikutnya
kembali datang. Kali ini, anak kecil berusia enam tahun. Namanya Akbar. Datang
bersama ibunya. Si ibu membawa anaknya berobat ke dr Beng. Sudah berlangganan.
Sejak Akbar berusia dua bulan, dr Beng selalu menjadi dokter andalan keluarga
yang datang dari Desa Trinsing itu. “Pas kebetulan ke Muara Teweh, sekalian
saja berobat. Kalau ada sakit, pasti ke sini. Cosok saja dengan dokternya. Dua
sampai tiga kali obatnya diminum, sakitnya sembuh,†ucap Nor Islamiah yang
menyebutkan suaminya bekerja di Bandara H Muhammad Sidik Desa Trinsing ini.
Dari Desa Trinsing ke
Muara Teweh, jarakya cukup jauh. Sekitar satu jam perjalanan menggunakan sepeda
motor maupun mobil. Selain alasan berlangganan, pelayanan yang baik dengan
biaya berobat yang sangat terjangkau dan bahkan bisa gratis menggunakan BPJS,
merupakan alasan masyarakat Barito Utara berobat ke dr Beng.
Seperti yang dilakukan
Endah Mawarni (41). Ia membawa anaknya Raffa (5) berobat, karena merasa cocok
dengan dokter tersebut. “Kalau di Jawa, Rp100 ribu ke atas. Itu hanya periksa,
belum lagi beli obatnya ke apotek,†kata Endah yang tinggal di daerah Jalan
Wira Praja, Muara Teweh.
Hari itu, Raffa (5)
mengalami keluhan batuk. Menurutnya, biasanya berobat di dokter dua puluh ribu
ini cukup ampuh. “Obat belum habis, sakitnya sudah hilang,†kata dia.
Hal ini juga yang
mendasari sopir truk bermuatan, Wagianto (40) berobat ke klinik dr Beng.
Katanya, ia memiliki keluhan sakit pada persendian lutut kaki. Sering nyeri dan
kesemutan. “Kami sudah sering berobat di sini, satu keluarga memang sudah
langganan. Kalau kenal dengan dokter Coa Sao Beng sudah cukup lama. Awalnya
tahu dokter ini dari tetangga rumah. Coba-coba, eh ternyata cocok. Tiap kali
berobat, Alhamdulillah lekas saja sembuhnya. Hingga sampai saat ini
berlangganan dengan dokter Beng,†ucapnya.
Senin sampai Sabtu,
sejak pukul 15.00 WIB, hingga sekitar pukul 20.00 WIB, berobat di tempat dr Cao
Sao Beng, jadi pilihan favorit warga Kabupaten Batara, tepatnya di jantung Kota
Muara Teweh. Cukup bermodal dua puluh ribu rupiah, atau hanya dengan membawa Kartu
BPJS Kesehatan, seorang yang sakit mendapatkan pelayanan kesehatan dan obat
sesuai penyakit yang diderita.
Bagi dr Beng, dipanggil
dokter dua puluh ribu itu sudah biasa. Menurutnya, yang terpenting pasien bisa kembali
sehat. Harga Rp20 ribu itu pun juga sudah diterapkannya jauh-jauh hari. Suami
Vony Tjandra ini sudah biasa menerapkan biaya relatif murah semenjak tahun
2000-an. Katanya, hasil praktik umumnya yang dibuka Senin-Sabtu dari pukul
16.00 WIB sampai pukul 20.00 WIB itu, bukanlah berorientasi untuk uang.
“Pemikiran saya bukan soal
pendapatan. Pemikirannya bukan di situ (hasil dari praktik umum, red),†katanya
saat dibincangi Kalteng Pos pada hari berikutnya, di rumahnya yang berdekatan
dengan RSUD Muara Teweh.
Pria yang juga mengabdi
di RSUD Muara Teweh ini menerangkan, semenjak tahun 1996, ia sudah mengabdi di
Muara Teweh. Dulunya, dirinya memegang banyak perusahaan. “Jadi praktik bukan
penghasilan utama saya,†lanjut dia.
Menurutnya, ada banyak
cara untuk menghasilkan pundi-pundi rezeki. Dia pun menyiasati dengan membeli obat
dalam jumlah banyak. “Bila saya beli lebih banyak, kan harganya jauh lebih
murah. Jadi, kualitas obatnya tetap terjamin, walaupun masyarakat membayar
dengan harga Rp20 ribu,†ungkap alumnus kedokteran di salah satu universitas di
Solo.
Pria yang sejak kecil
tinggal di Kota Baru, Kalimantan Selatan (Kalsel) itu juga menuturkan,
obsesinya adalah untuk terus menjaga kesehatan pasien. Walaupun untuk di Muara
Teweh, bukan hanya dia yang memasang tarif murah. Ada juga dokter yang memasang
tarif Rp15 ribu sekali berobat. Namun, ketika Kalteng Pos mencoba untuk
mengonfirmasikan hal ini kepada dokter itu, yang bersangkutan enggan untuk
diekspos. Menurut dr Beng, hal itu lumrah. Karena tujuan mereka sebagai dokter adalah
melayani pasien dan memberikan yang terbaik agar pasien kembali sehat.
Sementara dr Beng berharap hal yang dilakukannya ini bisa mengilhami banyak
pihak, untuk terus memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat.
“Semua pilihan.
Konsumen yang bisa menentukan. Pasien bisa dengan siapa saja. Tidak ada
masalah. Persaingan kompetitif dan sehat itu sangat baik,†tegas ayah dari
Andrew Cao Atmajaya, Steven Coa Atmajaya, dan Trisha Coa Atmajaya ini.
Bila ada pasien yang
sangat perlu dianjurkan ke rumah sakit, lanjutnya, maka akan dianjurkannya
langsung ke sana. “Kalau berat, dianjurkan ke rumah sakit. Diedukasi dan diberikan
pengertian dahulu agar mau berobat ke rumah sakit. Apalagi sekarang sudah ada
BPJS. BPJS itu nol rupiah,†kata alumnus SMA 1 Kota Baru ini.
Sementara, pemilik
rumah tempat dr Beng praktik, Linawati atau yang dikenal dengan nama Eeng (65)
mengatakan, dr Beng sudah sejak 2001 lalu membuka praktik di tempat itu.
“Waktu itu kenal dengan dokter, ada teman anak
saya kebetulan tetangga di sebelah rumah menantunya H Norkholis, Rusmin
namanya. Datang ke sini meminta izin, bahwa bisa tidak dr Beng praktik di sini?
Ya, kami persilakan saja,†ucapnya.
Menurutnya, ia juga
yang menyediakan fasilitas ruang tunggu seperti kursi, meja, maupun kipas
angin. “Yang milik dokter, yang ada di ruang praktiknya, seperti kursi pasien,
kursi dokter, meja, dan lemari tempat obat-obatan,†katanya.
Dokter Beng juga
sebagai lentera kesehatan bagi penduduk di Muara Teweh. Gemerlap hasil bumi di
kabupaten ladangnya batu bara ini, tak menutup pandangan masyarakat terkait
bukti nyata kebaikan dan juga pelayanan sang dokter bagi pasiennya.
Bahkan, Plt Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Barito Utara Siswandoyo merasa bersyukur. Pihaknya
memberikan apresiasi, karena sang dokter tidak menarik bayaran terlalu tinggi.
“Beliau adalah dokter keluarga, di mana mereka yang berobat ke situ, kalau
sebagai peserta BPJS, itu gratis. Peserta BPJS bisa memilih, tempat layanan
dasarnya di mana, apakah di puskesmas, atau ke dokter keluarga,†jelasnya.
Dia pun menerangkan,
Batara memiliki 1 RSUD, 16 puskesmas, dan 94 pustu yang tersebar di 9 kecamatan.
Di setiap puskesmas sudah memiliki dokter. Totalnya, sebutnya, ada 25 orang dokter,
di luar dari RSUD Muara Teweh.
Dikatakannya, untuk
doker di Batara, yang mengalami kekurangan yaitu di puskesmas, karena hanya ada
satu orang dokter. “Jenis penyakit paling dominan secara umumnya yaitu ISPA
pada urutan pertama, kedua diare, dan berikutnya hipertensi,†katanya.
Pribadi luhur dr Beng
juga sempat diutarakan Akhmad Supriadi. Dosen di Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Palangka Raya ini bahkan sempat membuat tulisan khusus tentang dr Beng.
Kata dia dalam tulisannya “Dokter Dua Puluh Ribu†pada Pojok Mimbar yang terbit
di Kalteng Pos pada 5 Juli 2019 lalu. Meskipun dr Beng merupakan nonmuslim,
namun nilai-nilai ajaran keislaman yang mengutamakan nilai-nilai kemanusian di
atas nilai materi pribadi dalam bisnis, berhasil ditampakkan oleh dr Beng. Dokter
Beng juga, dituliskannya telah mengingatkan pesan luhur Nabi Muhammad saw tentang
pentingnya melepaskan kesulitan dan kesusahan sesama makhluk di dunia. (ce/ram)