27.1 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Orangtua Berangan-angan Jadi TNI, Start Awal Karier di Dapur

Andi Febriyoko benar-benar
membangun kariernya dari bawah. Dari bekerja sebagai pencuci piring, tukang
masak, diangkat menjadi supervisor, lalu dipercayakan menempati posisi asisten
manajer. Pada usia yang ke-29, ia pun menduduki kursi manajer di salah satu
Hotel Amaris. Membuktikan kepada ayahnya bahwa keputusannya untuk bergelut di
dunia perhotelan merupakan pilihan yang tepat.

AZUBA, Palangka Raya

SEJAK kecil Andi Febriyoko
bersama dua saudaranya dididik untuk disiplin dan menghargai kebersamaan. Usai
bangun pagi, langsung cuci muka dan menggosok gigi. Lalu duduk bersama untuk
menikmati teh atau kopi, ditemani kudapan.

Setiap hari, orang tua
mereka selalu menanyakan kegiatan apa yang akan dilakukan hari itu. Meski
dididik secara demokratis, tapi untuk soal pendidikan secara personal, orang tuanya
sedikit lebih keras. Jika bilang A, maka harus A.

Setelah menyelesaikan
pendidikan di SMA pada 2007 lalu, Andi Febriyoko bukan diarahkan ayahnya untuk bekerja
sebagai PNS atau petani, melainkan menjadi seorang TNI. Keinginan tersebut
dilimpahkan kepadanya, karena dahulu sang ayah pernah berangan-angan menjadi
TNI, tapi gagal. Sebaliknya, sang ibu malah menginginkan Andi menjadi seorang PNS.
Karena dalam pandangan ibunya, kehidupan Andi akan nyaman jika telah menjadi
PNS.    

Meski terus diarahkan
oleh keinginan orang tuanya, suatu ketika Andi memberanikan diri untuk
mengatakan tidak. Ia berterus terang dan meminta maaf kepada orang tuanya,
karena ia ingin menentukan pilihan sendiri dalam berkarier. Ia sangat
berkeinginan untuk belajar di dunia perhotelan serta ingin naik kapal pesiar.

Baca Juga :  Di Palangka Raya, Masih Ada Hak Pejalan Kaki yang Dirampas

Impian ini termotivasi
ketika Andi melihat temannya yang sudah bisa pergi ke luar negeri dan naik
kapal pesiar, serta bisa membahagiakan keluarga. Setelah berhasil menyakinkan
orang tuanya, ia berniat memperdalam ilmu tentang perhotelan. Ia pun kuliah di Ambarrukmo Palace Tourism Academy (AMPTA)
Yogyakarta. Karena memilih jalannya sendiri, ia berjanji kepada
orang tuanya bahwa akan lulus dalam waktu tiga tahun. Dan janji itu ditepati. Masuk
kuliah pada 2007 dan lulus D3 pada 2010.

Selama menjalani perkuliahan,
Andi tak hanya berdiam diri. Untuk menambah uang sakunya, ia rela bekerja di wedding
organizer
dan catering. Kali pertama dirinya mendapat gaji dengan
menjadi pekerja harian lepas. Satu hari ia mendapat Rp22.500. Malam hari, ia
juga sempat kerja di cafe dan belajar menjadi bartender. Tapi pekerjaan
yang terakhir tak disetujui orang tuanya.

“Bukan karena bartender
itu gak benar. Tapi karena pandangan orang tua saya yang waktu itu masih kuno.
Ya, akhirnya saya berhenti,” ucap Andi Febriyoko saat ditemui di Hotel Amaris
Palangka Raya, Jalan S Parman, belum lama ini.

Awal tahun 2009, Andi
Febriyoko mulai terjun ke dunia hotel. Menjalani training di Hotel
Santika Yogyakarta. Selama tiga bulan ia berkerja sebagai pencuci piring. Saat
itu ia digaji Rp30 ribu per hari. Sore harinya ia bekerja memotong sayur.
Aktivitas tersebut ia lakukan hingga 2010. Tanpa menyerah. 

Baca Juga :  Momentum Berharga untuk Merubah Menjadi Lebih Baik

Suatu hari ia berjumpa
dengan atasan yang saat itu merupakan eksekutif korporat Santika Group. Atasannya
menyampaikan kepadanya, jika ingin berkarya di dapur dan mendedikasikan diri di
kuliner, maka bukan Santika tempatnya. 

“Kamu di Amaris aja. Kalau
di Santika Jojga, kebanyakan karyawannya sudah tetap. Jadi, kesempatanmu sangat
kecil,” kata Andi menirukan ucapan atasannya.

Bak gayung bersambut,
pada 2010 ada investor Santika Group yang membangun Hotel Amaris di Yogyakarta.
Ia pun memasukkan surat lamaran untuk bekerja di Hotel Amaris. Ia diterima
menjadi tukang masak di hotel tersebut. Banyak tantangan yang harus ia hadapi.
Pasalnya, para customer masih belum bisa menerima Amaris. Perlu
perjuangan untuk mengenalkan Amaris kepada masyarakat agar bisa diterima.

Seiring waktu berlalu,
Andi mampu melalui semua tantangan itu. Suatu ketika ia kembali bertemu dengan
atasan lama ketika masih bekerja di Hotel Santika. Dalam perbincangan dengan
mantan atasannya itu, barulah Andi menyadari mengapa dahulu ia ditempatkan pada
posisi pekerjaan paling bawah sebagai pencuci piring.

“Start awal untuk
memulai karier di dapur memang harus mengenal alat. Ternyata ini untuk
memotivasi saya. Dan itu benar. Ketika saya mencuci dan membersihkan alat-alat
dapur, saya pun ingin tahu bagaimana cara menggunakan alat itu. Hingga akhirnya
saya bisa menggunakannya untuk memasak,” tutur Andi yang kini dipercaya menjadi
manajer Hotel Amaris Palangka Raya. (*/ce/bersambung)

Andi Febriyoko benar-benar
membangun kariernya dari bawah. Dari bekerja sebagai pencuci piring, tukang
masak, diangkat menjadi supervisor, lalu dipercayakan menempati posisi asisten
manajer. Pada usia yang ke-29, ia pun menduduki kursi manajer di salah satu
Hotel Amaris. Membuktikan kepada ayahnya bahwa keputusannya untuk bergelut di
dunia perhotelan merupakan pilihan yang tepat.

AZUBA, Palangka Raya

SEJAK kecil Andi Febriyoko
bersama dua saudaranya dididik untuk disiplin dan menghargai kebersamaan. Usai
bangun pagi, langsung cuci muka dan menggosok gigi. Lalu duduk bersama untuk
menikmati teh atau kopi, ditemani kudapan.

Setiap hari, orang tua
mereka selalu menanyakan kegiatan apa yang akan dilakukan hari itu. Meski
dididik secara demokratis, tapi untuk soal pendidikan secara personal, orang tuanya
sedikit lebih keras. Jika bilang A, maka harus A.

Setelah menyelesaikan
pendidikan di SMA pada 2007 lalu, Andi Febriyoko bukan diarahkan ayahnya untuk bekerja
sebagai PNS atau petani, melainkan menjadi seorang TNI. Keinginan tersebut
dilimpahkan kepadanya, karena dahulu sang ayah pernah berangan-angan menjadi
TNI, tapi gagal. Sebaliknya, sang ibu malah menginginkan Andi menjadi seorang PNS.
Karena dalam pandangan ibunya, kehidupan Andi akan nyaman jika telah menjadi
PNS.    

Meski terus diarahkan
oleh keinginan orang tuanya, suatu ketika Andi memberanikan diri untuk
mengatakan tidak. Ia berterus terang dan meminta maaf kepada orang tuanya,
karena ia ingin menentukan pilihan sendiri dalam berkarier. Ia sangat
berkeinginan untuk belajar di dunia perhotelan serta ingin naik kapal pesiar.

Baca Juga :  Di Palangka Raya, Masih Ada Hak Pejalan Kaki yang Dirampas

Impian ini termotivasi
ketika Andi melihat temannya yang sudah bisa pergi ke luar negeri dan naik
kapal pesiar, serta bisa membahagiakan keluarga. Setelah berhasil menyakinkan
orang tuanya, ia berniat memperdalam ilmu tentang perhotelan. Ia pun kuliah di Ambarrukmo Palace Tourism Academy (AMPTA)
Yogyakarta. Karena memilih jalannya sendiri, ia berjanji kepada
orang tuanya bahwa akan lulus dalam waktu tiga tahun. Dan janji itu ditepati. Masuk
kuliah pada 2007 dan lulus D3 pada 2010.

Selama menjalani perkuliahan,
Andi tak hanya berdiam diri. Untuk menambah uang sakunya, ia rela bekerja di wedding
organizer
dan catering. Kali pertama dirinya mendapat gaji dengan
menjadi pekerja harian lepas. Satu hari ia mendapat Rp22.500. Malam hari, ia
juga sempat kerja di cafe dan belajar menjadi bartender. Tapi pekerjaan
yang terakhir tak disetujui orang tuanya.

“Bukan karena bartender
itu gak benar. Tapi karena pandangan orang tua saya yang waktu itu masih kuno.
Ya, akhirnya saya berhenti,” ucap Andi Febriyoko saat ditemui di Hotel Amaris
Palangka Raya, Jalan S Parman, belum lama ini.

Awal tahun 2009, Andi
Febriyoko mulai terjun ke dunia hotel. Menjalani training di Hotel
Santika Yogyakarta. Selama tiga bulan ia berkerja sebagai pencuci piring. Saat
itu ia digaji Rp30 ribu per hari. Sore harinya ia bekerja memotong sayur.
Aktivitas tersebut ia lakukan hingga 2010. Tanpa menyerah. 

Baca Juga :  Momentum Berharga untuk Merubah Menjadi Lebih Baik

Suatu hari ia berjumpa
dengan atasan yang saat itu merupakan eksekutif korporat Santika Group. Atasannya
menyampaikan kepadanya, jika ingin berkarya di dapur dan mendedikasikan diri di
kuliner, maka bukan Santika tempatnya. 

“Kamu di Amaris aja. Kalau
di Santika Jojga, kebanyakan karyawannya sudah tetap. Jadi, kesempatanmu sangat
kecil,” kata Andi menirukan ucapan atasannya.

Bak gayung bersambut,
pada 2010 ada investor Santika Group yang membangun Hotel Amaris di Yogyakarta.
Ia pun memasukkan surat lamaran untuk bekerja di Hotel Amaris. Ia diterima
menjadi tukang masak di hotel tersebut. Banyak tantangan yang harus ia hadapi.
Pasalnya, para customer masih belum bisa menerima Amaris. Perlu
perjuangan untuk mengenalkan Amaris kepada masyarakat agar bisa diterima.

Seiring waktu berlalu,
Andi mampu melalui semua tantangan itu. Suatu ketika ia kembali bertemu dengan
atasan lama ketika masih bekerja di Hotel Santika. Dalam perbincangan dengan
mantan atasannya itu, barulah Andi menyadari mengapa dahulu ia ditempatkan pada
posisi pekerjaan paling bawah sebagai pencuci piring.

“Start awal untuk
memulai karier di dapur memang harus mengenal alat. Ternyata ini untuk
memotivasi saya. Dan itu benar. Ketika saya mencuci dan membersihkan alat-alat
dapur, saya pun ingin tahu bagaimana cara menggunakan alat itu. Hingga akhirnya
saya bisa menggunakannya untuk memasak,” tutur Andi yang kini dipercaya menjadi
manajer Hotel Amaris Palangka Raya. (*/ce/bersambung)

Terpopuler

Artikel Terbaru