Seiring berjalannya
waktu, keberadaan koperasi ternyata telah menjalar ke kalangan milenial.
Terbukti di Kota Palangka Raya ada beberapa koperasi yang aktif. Pengurusnya
pun begitu serius untuk mengelola koperasi masing-masing.
GILANG
RAHMAWATI, Palangka Raya
TENGAH hari
menjadi waktu yang paling ramai di kafetaria Kopma UPR. Terbukti ketika saya
mengunjunginya, Senin (14/10), jajaran kursi yang tersedia di kopma terisi
penuh oleh mahasiswa, mulai dari warung hingga sudut parkiran. Ada yang sedang
asyik berbincang, ada pula yang sibuk mengisi perut yang kosong.
“Beginilah suasananya
kalau siang. Apalagi kalau sekitar jam 10 pagi,†ucap Ketua Pengurus Kopma UPR,
Adit Saputra, sembari mempersilakan saya menikmati segelas es teh manis dari
salah satu warung di kopma ini.
Rupanya suasana ramai
seperti ini sempat tidak terasa di kopma yang berdiri sejak tahun 1985 ini pada
beberapa tahun belakangan. Diceritakannya, itu karena kepengurusan yang tak
jelas, terlebih soal pengelolaan manajemen keuangan.
Kondisi itu akhirnya
membuat pengurus yang bekerja di tahun ini memiliki pekerjaan berat. Adit pun
bertekad ingin memperbaiki manajemen koperasi tersebut. Dimulai dari sumber
daya manusia (SDM), hingga yang terpenting soal pengelolaan manajemen keuangan.
Tekad itu pun mulai diwujudkan.
Pengurus mulai
menerapkan sistem 70 banding 30, yaitu 70 persen diisi oleh mahasiswa dan 30
persen untuk masyarakat. “Dengan 30 persen itu, tujuannya agar universitas juga
merasakan kehadiran masyarakat. Begitu juga sebaliknya, masyarakat juga
mengenal universitas lewat koperasi ini,†ucap Adit.
Kemudian, jatah 70
persen, artinya mereka (pengurus, red) dengan tangan terbuka menerima mahasiswa
yang ingin berbisnis di koperasi ini.
“Bagi teman-teman
mahasiswa yang ingin membuka usaha di sini, kami dukung dari nol sampai dia
(mahasiswa, red) bisa. Kalau dia menyerah, dia keluar, kami tetap mencari atau
mengajak yang baru untuk menggantikan,†tambah mahasiswa Fakultas Ekonomi dan
Bisnis ini.
Akhirnya, saat ini
sudah ada lima warung yang aktif berjualan. Juga ada usaha fotocopi, walau saat
ini masih belum berjalan karena mesinnya sedang rusak.
Mereka juga menggandeng
pihak ketiga atau pemerintah untuk mendapat dukungan. Ada pihak ketiga yang
memberikan dana untuk pembenahan kafetaria, dan ada pula dari pemerintah yang
memberikan rombong jualan. Dari rombong ini jugalah banyak mahasiswa yang
tertarik membuka usaha.
Sementara itu, bila ada
mahasiswa atau masyarakat yang ingin bergabung, pengurus tak membuat
persyaratan yang rumit. Cukup menyerahkan kartu identitas dan menandatangani
kontrak kerja sama. Salah satu isi kesepakatan kontrak menyinggung tentang
penyewaan lokasi kafetaria.
Bila pertama kali
bergabung, pengurus menerapkan sistem penyewaan secara gratis dalam jangka
waktu yang disepakati. Setelah bisnis mahasiswa berkembang (pemasukan lancar,
red), barulah pengurus akan menarik biaya sewa. Penerapan ini sudah berjalan
lancar. Tak ada satu pun yang keberatan.
Ia juga sempat
melontarkan kegelisahan terkait SDM. Ia sangat menyayangkan bisnis makanan dan
minuman (mamin) yang dibuka oleh mahasiswa di kafetaria kopma ini tidak
beragam. Mamin didominasi bisnis dari tren yang sedang berkembang, bukan
inovasi baru dari mahasiswa.
“Padahal dari awal
bergabung kami sempat mengarahkan mereka untuk membuat inovasi baru, bukan yang
sedang menjadi tren saat ini. Mereka berpikir bisnis itu sedang booming, jadi
pasti sukses juga untuk mereka,†ujarnya.
Masih soal SDM, ia pun
juga sudah membenahi keanggotan dalam koperasi ini. Anggota yang masuk
benar-benar diseleksi. “Pada saat penerimaan mahasiswa baru, kami menginformasikan
keberadaan Kopma UPR. Nanti bagi yang bergabung kami beri pelatihan dasar
koperasi terlebih dahulu,†ujar pria kelahiran Mampuak, 16 Agustus 1998 ini.
Apabila SDM sudah
mumpuni, Adit punya keinginan untuk membenahi kawasan kafetaria. Tata letak
kursi dan meja di kafetaria masih terbilang berantakan. Apalagi terdapat sepeda
motor yang diparkir sembarangan.
Soal kondisi berantakan
tersebut, diakui mahasiswa UPR Henny Puspita Sari. Terpisah, ia mengatakan, kafetaria
kopma UPR baginya sudah cukup nyaman menjadi wadah bersantai. “Yang perlu
dibenahi adalah lokasi parkir. Sebab, ketika memasuki jam makan siang, kopma
pasti penuh dan tempat parkirnya amburadul. Lokasi parkir perlu diperluas,â€
ucapnya.
Kopma UPR ini menjadi
salah satu koperasi yang dikelola generasi milenial. Ada pula koperasi siswa.
Salah satunya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Palangka Raya. Kota
Cantik (julukan bagi Palangka Raya, red) patut berbangga. Pasalnya, tim Kopsis
SMAN 2 Palangka Raya berhasil meraih juara I dan II pada Lomba Tangkas Terampil
Koperasi (LTTK) yang digelar Dinas Koperasi dan UMKM Kota Palangka Raya,
beberapa waktu lalu.
Ketua Pengurus Kopsis
SMA 2 Palangka Raya, Aditya Triwijaya, bercerita tentang keseruan dirinya
ketika mengurus koperasi di sekolah yang beralamat di Jalan Ahmad Yani-Jalan KS
Tubun ini. Selama ini, satu hal yang membuatnya ingin bergabung menjadi
pengurus, tak lain karena niatnya ingin bisa belajar banyak cara berwirausaha
atau berbisnis.
Pasalnya, sebagaimana
pendirian koperasi siswa ini memang menjadi wadah bagi peserta didik untuk
belajar pengelolaan koperasi sejak sekolah. Untuk itulah, bukan hanya pengurus
saja yang merupakan siswa, tetapi anggotanya pun siswa di sekolah tersebut.
“Koperasi kami berdiri
sejak 13 Desember 1986. Untuk saat ini, kami membuka pelayanan koperasi pada
jam istirahat siswa saja, seperti jam istirahat pertama (pukul 09.45 WIB) dan jam
istirahat kedua (11.30 WIB),†ujar Aditya yang saat ini duduk di kelas XI IPS
2.
Selayakannya koperasi
siswa, mereka membuka pelayanan berupa penjualan peralatan sekolah. Bahkan ada
penjualan baju olahraga maupun makanan dan minuman. Keberadaan koperasi di
sekolah itu dirasakan sangat membantu para siswa. Apalagi saat membutuhkan
peralatan sekolah.
Selama mengurus
koperasi, Aditya mengaku mengalami suka dan duka. Bukan soal anggotanya, tapi soal
jadwal sekolah. Ia harus bisa membagi waktu. Ketika jam pelajaran, tentunya ia
harus fokus pada pelajaran. “Kadang saya
merasa capek, punya tugas belajar di sekolah dan harus ngurus koperasi juga,â€
ujarnya.
Selama mengurus
koperasi tersebut, ia tak hanya fokus dengan cara berbisnis. Pengurus kopsis
wajib menggelar rapat anggota tahunan (RAT). Melalui RAT inilah, pengurus yang
didominasi siswa berusia 15 tahun sampai 17 tahun itu belajar untuk menyelesaikan
masalah terkait koperasi mereka.
Cowok kelahiran
Palangka Raya, 8 Agustus 2003, bercerita bahwa semenjak bergabung menjadi
pengurus koperasi, ia berkeinginan untuk mendirikan usaha sendiri. “Saya
terinspirasi ingin membuat bisnis kafe, seperti yang lagi hits di Palangka
Raya, kafe dengan menu minuman kopi,†tambahnya.(ari/ce/ram)