29.1 C
Jakarta
Saturday, November 23, 2024

Coba Kalau Jalannya Mulus, Pasti Guru-Guru Rajin ke Sekolah

Harapan masyarakat Desa Haruyan Dayak, akhirnya terwujud.
Fasilitas pendidikan bertambah. Kini, anak-anak yang tinggal di kawasan Pegunungan
Meratus, itu tidak lagi bersusah payah mendaki atau menuruni bukit untuk
bersekolah. Tapi, bagaimana dengan pengajarnya?

 

WAHYU RAMADHAN, Barabai

 

“Anda dari Jakarta? Kami memang sudah merdeka dari penjajah
Belanda, tapi kami belum merdeka dalam hal pendidikan,” ucap Haki.

Kalimat yang diutarakan oleh salah seorang tokoh masyarakat
di Desa Haruyan Dayak, Injum, itu masih terngiang-ngiang di benak Haki. Yang
sehari-harinya, bertugas di Dinas Pendidikan Hulu Sungai Tengah (HST).

Beberapa bulan, pada 2019 lalu, Haki, menjadi salah seorang
yang bertugas mengantar jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Untuk meninjau lokasi
pembangunan terkait program bantuan Unit Sekolah Baru (USB), yakni SDN 4
Haruyan Dayak, yang pada Selasa (14/1) lalu diresmikan bupati dan wakil bupati
HST.

“Saat itulah rombongan kami bertemu dengan Injum.
Kalimatnya, masih terngiang-ngiang. Bahkan hingga sekolah ini selesai dibangun
dan diresmikan,” tutur Haki.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten
HST, Chairiah, yang diwakili oleh Kepala Bidang Pembinaan SD Hj Jumratil
Kiptiah, menjelaskan bahwa bantuan USB, merupakan program dari Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.

Di Kabupaten HST, dana bantuan yang digelontorkan sebesar
Rp2 miliar lebih. Bersumber dari dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)
Tahun 2019. Sedangkan pengerjaannya, terhitung mulai April, hingga Oktober
2019. Diawasi oleh Tim  TAKOLA, yang
ditunjuk langsung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

“Bantuan ini tidak didapat dengan mudah. Hanya ada delapan
Kabupaten/Kota se-Indonesia yang menerima bantuan ini,” ungkapnya.

Bangunan sekolah itu berbahan beton kokoh hingga bagian
gapura beserta pagarnya. Dibangun di atas tanah yang dihibahkan oleh tokoh
masyarakat setempat, Injum. Luasnya 3.000 meter persegi. Diapit perbukitan,
bangunan berkelir oranye dan hijau itu tampak berdiri gagah dan indah.

Fasilitas sekolah terbilang lengkap. Selain menyediakan
enam ruang kelas, juga ada satu ruangan Kepala Sekolah dan satu ruang guru.
Kemudian, disusul dengan satu ruangan UKS, satu ruangan serbaguna, satu buah
gudang, satu ruangan  perpustakaan, lima
bangunan toilet, lapangan upacara dan lapangan olahraga, hingga satu buah rumah
dinas.

Secara administratif, kawasan pembangunan SDN 4 Haruyan
Dayak, memang berada di Desa Harun Dayak, Kecamatan Hantakan. Atau berjarak
sekira 19 km dari Barabai, yang menjadi jantung Kabupaten HST. Namun, jangan
dikira lokasinya berada di pusat desa. Justru sebaliknya, sekolah ini berada di
antara beberapa dusun terpencil dan sejumlah kampung adat, di kawasan
Pegunungan Meratus.

“Lokasi sekolah ini di Dusun Kumuh,” beber Kepala Desa
Haruyan Dayak, Suhadi Anang. Ketika ditemui Radar Banjarmasin, seusai
berlangsungnya acara peresmian sekolah, itu.

Jauh sebelum adanya bangunan SDN 4 Haruyan Dayak, anak-anak
Dusun Kumuh harus menempuh perjalanan jauh. Mendaki dan menuruni bukit untuk
bersekolah. Umumnya bersekolah di SDN 3 Haruyan Dayak. Meski menuju sekolah ini
hanya berjarak kurang dari 10 km, namun medan yang dilalui cukup melelahkan.

“Belum lagi, anak-anak biasanya menempuh perjalanan dengan
berjalan kaki,” tuturnya.

Baca Juga :  Taman Baca Baraoi Gaungkan Semangat Eliminasi Tabir Pembatas

Benar saja. wartawan Radar Banjarmasin (Grup Kalteng Pos),
bisa merasakan bagaimana melelahkannya jadi anak-anak “atas” yang ingin menuju
ke bawah untuk bersekolah. Meskipun, penulis hanya menjajal rute perjalanan
dari bawah menuju ke atas, dengan tujuan ke SDN 4 Haruyan Dayak.

Mobil Jip berkelir hijau, pabrikan tahun 1980-an itu,
terengah-engah di tengah kawasan perbukitan. Sebelum akhirnya menyerah dengan
as roda bagian belakangnya copot. Padahal, tanjakan yang dilalui masih beraspal
mulus.

Hal yang sama juga terjadi pada Jip kelir oranye. Jip kedua
yang ditumpangi penulis ini juga menyerah di tanjakan beraspal. Tidak kuat
menanjak, setelah sebelumnya menarik Jip berkelir hijau, yang as rodanya patah
tadi.

“Kampas koplingnya aus. Tidak memungkinkan untuk sampai ke
SDN 4 Haruyan Dayak,” ucap Maswan, pemilik mobil Jip.

Total, ada sekira 20 mobil Jip yang turut serta mengantar
Bupati HST dan Wakil Bupati HST, untuk menghadiri peresmian sekolah itu.
Semuanya, tergabung dalam Murakata Jip Club (MJC). Ya, medan yang berat lah
yang menjadi pertimbangan bahwa rombongan, harus mengendarai kendaraan offroad.

Di tengah kegamangan, beruntung ada Pansah. Warga sekaligus
aparat desa Haruyan Dayak, yang memberikan tumpangan kepada penulis. Kali ini,
dengan mengendarai kendaraan roda dua. Meski dari penampilan tampak compang
camping, penulis yakin kendaraan ini mampu sampai ke atas. Terlebih, dengan
sepasang ban rimba yang ada di roda.

Tidak mudah memang. Tapi, kami sukses melibas tanjakan
beraspal. Kini, tinggal tanjakan berbatu gunung dan licin akibat diguyur hujan,
yang mengadang di depan.

Beberapa kali, pantat penulis harus bergeser posisi.
Terjungkat-jungkit karena melewati tanjakan berbatu. Bahkan, kami harus
terpaksa turun dan mendorong motor yang kami kendarai berdua.

Sebenarnya, bisa saja memaksakan diri menaiki motor. Tapi,
kami tidak ingin mengambil risiko. Nekat, maka siap-siap terjungkal. Seperti
yang dirasakan seorang Satuan Polisi Panong Praja HST, yang juga ikut menjajal
medan. Demi menghadiri peresmian SDN 4 Haruyan Dayak.

Dari tanjakan ke tanjakan, penulis melihat sejumlah Jip
yang kesulitan menanjak hingga terhenti dengan kap mesin terbuka, dan roda
belakang berkalang batu besar. Beberapa Jip, juga tampak ditarik dengan tali
khusus. Kecuali, mobil Jip yang ditumpangi bupati dan Wakil bupati. 

“Bisa dibayangkan kan pak, bagaimana pengajar yang ingin
mengajar? Kalau hujan, jangan harap ada yang guru yang datang pak,” ucap
Pansah.

Dari informasi Pansah, kondisi seperti itu sudah menjadi
cerita umum di kawasan Pegunungan Meratus. Para pengajar yang ditugaskan,
terpaksa harus absen dari jam mengajar ketika cuaca buruk. Alasannya, karena
medan yang sulit dilewati.

“Coba kalau jalannya mulus, pasti guru-guru rajin ke sini
(Sekolah, red),” harap Pansah.

Sejak dibukanya aktivitas belajar mengajar pada bulan Juli
2019 lalu,  atau sebelum diresmikan
menjadi SDN 4 Haruyan Dayak, sekolah ini berstatus Kelas Jauh atau Filial dari
SDN 3 Haruyan Dayak.

 

 

Hingga kini, sekolah itu menampung 18 murid kelas I, dan 13
murid kelas II. Selain itu, ada pula peserta didik yang sudah remaja namun ikut
belajar. Ini dimaksudkan, agar masyarakat bisa baca tulis. Adapun pengajar SDN
4 Haruyan Dayak, termasuk Pelaksana tugas (Plt) Kepala Sekolah, berjumlah lima
orang. Rinciannya, tiga orang berstatus PNS dan dua orang adalah honor komite.

Baca Juga :  Biaya Perawatan Sehari Mencapai Rp8 Juta

Tidak lama setelah acara peresmian selesai, sementara
bupati dan wakil bupati HST beserta rombongan menikmati jamuan yang disediakan
di salah satu ruangan. Penulis, mencari pengajar SDN 4 Haruyan Dayak. Namun
sayang, penulis hanya bertemu Plt Kepala Sekolah, M Jaini.

 

Dia menjelaskan, kemungkinan, sesudah acara peresmian, para
guru pulang ke rumahnya masing-masing. Dari keterangan M Jaini, pula penulis
mendapatkan informasi bahwa kegiatan belajar mengajar yang diisi oleh guru
dengan status PNS di sekolahnya itu hanya lima hari. Yakni, hari Senin, Selasa,
Rabu, Kamis dan Sabtu.

“Adapun hari Jumat, aktivitas mengajar diisi oleh dua honor
komite. Mengingat waktu mengajar hari Jumat cukup sempit. Kebetulan, tiga guru
yang mengajar diambil dari Barabai,” jelas lelaki yang tinggal di Desa Pagat,
Kecamatan Batu Benawa.

Seperti halnya yang diutarakan Pansah, sebelumnya. M Jaini
juga mengutarakan keluhan yang sama. Bahwa medan yang cukup berat, menjadi
salah satu kesulitan para pengajar untuk bisa sampai ke sini. Bahkan, dia juga
mengeluh, karena harus mengganti gear sepeda motornya tiap tiga bulan sekali.

“Tulang bahu kiri dan kanan saya sempat terkilir karena
terjatuh ketika berkendara di perjalanan. Kalau berapa kali saya pernah
merasakan jatuh, sudah tidak terhitung lagi. Semoga ada solusi dari Pemerintah
daerah,” ungkapnya.

Terkait hal itu. Bupati HST, Chairansyah, mengatakan bahwa
pihaknya sudah mengupayakan kesejahteraan guru. Terlebih, guru untuk sekolah
terpencil dan sekolah sangat terpencil. Kemudian, setelah pihaknya melihat
kondisi di lapangan, dia bertekad bakal mengupayakan fasilitas lainnya.
Utamanya, jalan yang nyaman.

“Yang jelas sementara ini saya berharap dengan adanya
sekolah yang representatif, siswa menjadi semangat belajar. Akan berbeda
hasilnya, belajar di sekolah bagus dengan yang kurang layak atau hanya di bawah
pohon,” ucapnya.

Anak-anak dan sejumlah warga masih tampak merubung kawasan
SDN 4 Haruyan Dayak. Meskipun, acara peresmian usai. Penulis menemui Injum.
Lelaki tua, yang dengan ikhlas dan berbaik hati menghibahkan tanahnya untuk
pembangunan sekolah. Nama lengkapnya, Injum bin Sawang.

 

 

Selasa (14/1) itu, Injum ditemani cucunya, Danil. Berjalan
tertatih-tatih, Injum tampil mengenakan pakaian tentara yang ukurannya tampak
kebesaran. Berkacamata, dan mengenakan topi khas veteran berkelir kuning yang
sudah tampak kusam, Injum berucap nyaring.

“Sekarang, kita sudah merdeka dari penjajah. Saya ingin
anak-anak bisa sekolah,” ucapnya.

Kata Danil, kakeknya itu memang senang mengaitkan
pembicaraan, dengan kisah pada masa perjuangan yang dilakukannya. Bahkan,
hingga umurnya yang sekarang ini sudah mencapai 130 tahun. Ya, dari pengakuan
cucunya serta sejumlah warga, Injum, merupakan seorang veteran perang.

Meski suara Injum nyaring, artikulasinya kurang begitu
jelas. Pendengarannya, juga sudah sedikit terganggu. Cukup sulit untuk
berkomunikasi. Namun, dari bantuan Danil, penulis paham bahwa keinginan Injum
menghibahkan tanah itu murni agar adanya tempat pendidikan yang layak.

“Dahulu, ini hutan semua. Jadi tempat persembunyian
pejuang, sekaligus berperang. Sekarang sudah merdeka. Lebih baik sekolah,”
tuntas Injum.(war/ay/ran/jpg)

Harapan masyarakat Desa Haruyan Dayak, akhirnya terwujud.
Fasilitas pendidikan bertambah. Kini, anak-anak yang tinggal di kawasan Pegunungan
Meratus, itu tidak lagi bersusah payah mendaki atau menuruni bukit untuk
bersekolah. Tapi, bagaimana dengan pengajarnya?

 

WAHYU RAMADHAN, Barabai

 

“Anda dari Jakarta? Kami memang sudah merdeka dari penjajah
Belanda, tapi kami belum merdeka dalam hal pendidikan,” ucap Haki.

Kalimat yang diutarakan oleh salah seorang tokoh masyarakat
di Desa Haruyan Dayak, Injum, itu masih terngiang-ngiang di benak Haki. Yang
sehari-harinya, bertugas di Dinas Pendidikan Hulu Sungai Tengah (HST).

Beberapa bulan, pada 2019 lalu, Haki, menjadi salah seorang
yang bertugas mengantar jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Untuk meninjau lokasi
pembangunan terkait program bantuan Unit Sekolah Baru (USB), yakni SDN 4
Haruyan Dayak, yang pada Selasa (14/1) lalu diresmikan bupati dan wakil bupati
HST.

“Saat itulah rombongan kami bertemu dengan Injum.
Kalimatnya, masih terngiang-ngiang. Bahkan hingga sekolah ini selesai dibangun
dan diresmikan,” tutur Haki.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten
HST, Chairiah, yang diwakili oleh Kepala Bidang Pembinaan SD Hj Jumratil
Kiptiah, menjelaskan bahwa bantuan USB, merupakan program dari Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.

Di Kabupaten HST, dana bantuan yang digelontorkan sebesar
Rp2 miliar lebih. Bersumber dari dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)
Tahun 2019. Sedangkan pengerjaannya, terhitung mulai April, hingga Oktober
2019. Diawasi oleh Tim  TAKOLA, yang
ditunjuk langsung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

“Bantuan ini tidak didapat dengan mudah. Hanya ada delapan
Kabupaten/Kota se-Indonesia yang menerima bantuan ini,” ungkapnya.

Bangunan sekolah itu berbahan beton kokoh hingga bagian
gapura beserta pagarnya. Dibangun di atas tanah yang dihibahkan oleh tokoh
masyarakat setempat, Injum. Luasnya 3.000 meter persegi. Diapit perbukitan,
bangunan berkelir oranye dan hijau itu tampak berdiri gagah dan indah.

Fasilitas sekolah terbilang lengkap. Selain menyediakan
enam ruang kelas, juga ada satu ruangan Kepala Sekolah dan satu ruang guru.
Kemudian, disusul dengan satu ruangan UKS, satu ruangan serbaguna, satu buah
gudang, satu ruangan  perpustakaan, lima
bangunan toilet, lapangan upacara dan lapangan olahraga, hingga satu buah rumah
dinas.

Secara administratif, kawasan pembangunan SDN 4 Haruyan
Dayak, memang berada di Desa Harun Dayak, Kecamatan Hantakan. Atau berjarak
sekira 19 km dari Barabai, yang menjadi jantung Kabupaten HST. Namun, jangan
dikira lokasinya berada di pusat desa. Justru sebaliknya, sekolah ini berada di
antara beberapa dusun terpencil dan sejumlah kampung adat, di kawasan
Pegunungan Meratus.

“Lokasi sekolah ini di Dusun Kumuh,” beber Kepala Desa
Haruyan Dayak, Suhadi Anang. Ketika ditemui Radar Banjarmasin, seusai
berlangsungnya acara peresmian sekolah, itu.

Jauh sebelum adanya bangunan SDN 4 Haruyan Dayak, anak-anak
Dusun Kumuh harus menempuh perjalanan jauh. Mendaki dan menuruni bukit untuk
bersekolah. Umumnya bersekolah di SDN 3 Haruyan Dayak. Meski menuju sekolah ini
hanya berjarak kurang dari 10 km, namun medan yang dilalui cukup melelahkan.

“Belum lagi, anak-anak biasanya menempuh perjalanan dengan
berjalan kaki,” tuturnya.

Baca Juga :  Taman Baca Baraoi Gaungkan Semangat Eliminasi Tabir Pembatas

Benar saja. wartawan Radar Banjarmasin (Grup Kalteng Pos),
bisa merasakan bagaimana melelahkannya jadi anak-anak “atas” yang ingin menuju
ke bawah untuk bersekolah. Meskipun, penulis hanya menjajal rute perjalanan
dari bawah menuju ke atas, dengan tujuan ke SDN 4 Haruyan Dayak.

Mobil Jip berkelir hijau, pabrikan tahun 1980-an itu,
terengah-engah di tengah kawasan perbukitan. Sebelum akhirnya menyerah dengan
as roda bagian belakangnya copot. Padahal, tanjakan yang dilalui masih beraspal
mulus.

Hal yang sama juga terjadi pada Jip kelir oranye. Jip kedua
yang ditumpangi penulis ini juga menyerah di tanjakan beraspal. Tidak kuat
menanjak, setelah sebelumnya menarik Jip berkelir hijau, yang as rodanya patah
tadi.

“Kampas koplingnya aus. Tidak memungkinkan untuk sampai ke
SDN 4 Haruyan Dayak,” ucap Maswan, pemilik mobil Jip.

Total, ada sekira 20 mobil Jip yang turut serta mengantar
Bupati HST dan Wakil Bupati HST, untuk menghadiri peresmian sekolah itu.
Semuanya, tergabung dalam Murakata Jip Club (MJC). Ya, medan yang berat lah
yang menjadi pertimbangan bahwa rombongan, harus mengendarai kendaraan offroad.

Di tengah kegamangan, beruntung ada Pansah. Warga sekaligus
aparat desa Haruyan Dayak, yang memberikan tumpangan kepada penulis. Kali ini,
dengan mengendarai kendaraan roda dua. Meski dari penampilan tampak compang
camping, penulis yakin kendaraan ini mampu sampai ke atas. Terlebih, dengan
sepasang ban rimba yang ada di roda.

Tidak mudah memang. Tapi, kami sukses melibas tanjakan
beraspal. Kini, tinggal tanjakan berbatu gunung dan licin akibat diguyur hujan,
yang mengadang di depan.

Beberapa kali, pantat penulis harus bergeser posisi.
Terjungkat-jungkit karena melewati tanjakan berbatu. Bahkan, kami harus
terpaksa turun dan mendorong motor yang kami kendarai berdua.

Sebenarnya, bisa saja memaksakan diri menaiki motor. Tapi,
kami tidak ingin mengambil risiko. Nekat, maka siap-siap terjungkal. Seperti
yang dirasakan seorang Satuan Polisi Panong Praja HST, yang juga ikut menjajal
medan. Demi menghadiri peresmian SDN 4 Haruyan Dayak.

Dari tanjakan ke tanjakan, penulis melihat sejumlah Jip
yang kesulitan menanjak hingga terhenti dengan kap mesin terbuka, dan roda
belakang berkalang batu besar. Beberapa Jip, juga tampak ditarik dengan tali
khusus. Kecuali, mobil Jip yang ditumpangi bupati dan Wakil bupati. 

“Bisa dibayangkan kan pak, bagaimana pengajar yang ingin
mengajar? Kalau hujan, jangan harap ada yang guru yang datang pak,” ucap
Pansah.

Dari informasi Pansah, kondisi seperti itu sudah menjadi
cerita umum di kawasan Pegunungan Meratus. Para pengajar yang ditugaskan,
terpaksa harus absen dari jam mengajar ketika cuaca buruk. Alasannya, karena
medan yang sulit dilewati.

“Coba kalau jalannya mulus, pasti guru-guru rajin ke sini
(Sekolah, red),” harap Pansah.

Sejak dibukanya aktivitas belajar mengajar pada bulan Juli
2019 lalu,  atau sebelum diresmikan
menjadi SDN 4 Haruyan Dayak, sekolah ini berstatus Kelas Jauh atau Filial dari
SDN 3 Haruyan Dayak.

 

 

Hingga kini, sekolah itu menampung 18 murid kelas I, dan 13
murid kelas II. Selain itu, ada pula peserta didik yang sudah remaja namun ikut
belajar. Ini dimaksudkan, agar masyarakat bisa baca tulis. Adapun pengajar SDN
4 Haruyan Dayak, termasuk Pelaksana tugas (Plt) Kepala Sekolah, berjumlah lima
orang. Rinciannya, tiga orang berstatus PNS dan dua orang adalah honor komite.

Baca Juga :  Biaya Perawatan Sehari Mencapai Rp8 Juta

Tidak lama setelah acara peresmian selesai, sementara
bupati dan wakil bupati HST beserta rombongan menikmati jamuan yang disediakan
di salah satu ruangan. Penulis, mencari pengajar SDN 4 Haruyan Dayak. Namun
sayang, penulis hanya bertemu Plt Kepala Sekolah, M Jaini.

 

Dia menjelaskan, kemungkinan, sesudah acara peresmian, para
guru pulang ke rumahnya masing-masing. Dari keterangan M Jaini, pula penulis
mendapatkan informasi bahwa kegiatan belajar mengajar yang diisi oleh guru
dengan status PNS di sekolahnya itu hanya lima hari. Yakni, hari Senin, Selasa,
Rabu, Kamis dan Sabtu.

“Adapun hari Jumat, aktivitas mengajar diisi oleh dua honor
komite. Mengingat waktu mengajar hari Jumat cukup sempit. Kebetulan, tiga guru
yang mengajar diambil dari Barabai,” jelas lelaki yang tinggal di Desa Pagat,
Kecamatan Batu Benawa.

Seperti halnya yang diutarakan Pansah, sebelumnya. M Jaini
juga mengutarakan keluhan yang sama. Bahwa medan yang cukup berat, menjadi
salah satu kesulitan para pengajar untuk bisa sampai ke sini. Bahkan, dia juga
mengeluh, karena harus mengganti gear sepeda motornya tiap tiga bulan sekali.

“Tulang bahu kiri dan kanan saya sempat terkilir karena
terjatuh ketika berkendara di perjalanan. Kalau berapa kali saya pernah
merasakan jatuh, sudah tidak terhitung lagi. Semoga ada solusi dari Pemerintah
daerah,” ungkapnya.

Terkait hal itu. Bupati HST, Chairansyah, mengatakan bahwa
pihaknya sudah mengupayakan kesejahteraan guru. Terlebih, guru untuk sekolah
terpencil dan sekolah sangat terpencil. Kemudian, setelah pihaknya melihat
kondisi di lapangan, dia bertekad bakal mengupayakan fasilitas lainnya.
Utamanya, jalan yang nyaman.

“Yang jelas sementara ini saya berharap dengan adanya
sekolah yang representatif, siswa menjadi semangat belajar. Akan berbeda
hasilnya, belajar di sekolah bagus dengan yang kurang layak atau hanya di bawah
pohon,” ucapnya.

Anak-anak dan sejumlah warga masih tampak merubung kawasan
SDN 4 Haruyan Dayak. Meskipun, acara peresmian usai. Penulis menemui Injum.
Lelaki tua, yang dengan ikhlas dan berbaik hati menghibahkan tanahnya untuk
pembangunan sekolah. Nama lengkapnya, Injum bin Sawang.

 

 

Selasa (14/1) itu, Injum ditemani cucunya, Danil. Berjalan
tertatih-tatih, Injum tampil mengenakan pakaian tentara yang ukurannya tampak
kebesaran. Berkacamata, dan mengenakan topi khas veteran berkelir kuning yang
sudah tampak kusam, Injum berucap nyaring.

“Sekarang, kita sudah merdeka dari penjajah. Saya ingin
anak-anak bisa sekolah,” ucapnya.

Kata Danil, kakeknya itu memang senang mengaitkan
pembicaraan, dengan kisah pada masa perjuangan yang dilakukannya. Bahkan,
hingga umurnya yang sekarang ini sudah mencapai 130 tahun. Ya, dari pengakuan
cucunya serta sejumlah warga, Injum, merupakan seorang veteran perang.

Meski suara Injum nyaring, artikulasinya kurang begitu
jelas. Pendengarannya, juga sudah sedikit terganggu. Cukup sulit untuk
berkomunikasi. Namun, dari bantuan Danil, penulis paham bahwa keinginan Injum
menghibahkan tanah itu murni agar adanya tempat pendidikan yang layak.

“Dahulu, ini hutan semua. Jadi tempat persembunyian
pejuang, sekaligus berperang. Sekarang sudah merdeka. Lebih baik sekolah,”
tuntas Injum.(war/ay/ran/jpg)

Terpopuler

Artikel Terbaru