30.8 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Berharap yang Dengar Jadi Lebih Peduli Kondisi Saat Ini

Penulisan dan pelafalan
reff jadi bagian paling sulit dalam proses kreatif di balik lagu Al Wabaa’-nya
Sabyan. Tergerak oleh banyaknya korban meninggal, PHK, dan kepanikan masif
akibat pandemi Covid-19.      

 

SHAFA NADIA, Jakarta


A POET, kata Bon
Jovi, needs the pain. Pujangga itu butuh merasakan ”sakit” agar bisa melahirkan
karya. Sakit yang tentu saja tak harus berarti harfiah.

Dan, kalau penulis lagu
masuk ke kategori pujangga, mungkin itulah yang terjadi pada Ahmad Fairus.  Pandemi Covid-19 serasa ”memukul” keyboardist
grup musik Sabyan tersebut berkali-kali.

“Korban meninggal terus
berjatuhan, PHK (pemutusan hubungan kerja) di mana-mana, orang-orang
bersembunyi di rumah karena takut terpapar virus. Semua itu bikin ngenes,” kata
pria yang akrab disapa Ayus tersebut ketika dihubungi Jawa Pos, Sabtu lalu
(11/4).

Dari rasa ”sakit”
akibat hantaman bertubi-tubi itulah lahir Al Wabaa’. Sejak dirilis di YouTube
Minggu lalu (5/4) hingga kini, single grup musik beranggota tiga orang itu
telah ditonton lebih dari 4 juta kali.  

Menurut Ayus, karyanya
yang bermakna ”wabah” tersebut dimaksudkan sebagai pengingat bersama. Bahwa
musibah itu ada sebab akibatnya. Dan, sebagai makhluk dengan segala
keterbatasan, manusia perlu meminta ampun serta memanjatkan doa agar situasi
bisa kembali pulih.

Seperti termaktub di
bagian reff: Allahumadfa’ ’anal ghola’ wal bala’ wal wabaa’ fiddunya khossoh fi
baladina Indonesia (Ya Allah, hindarkan kami dari kekurangan pangan, cobaan
hidup, dan wabah penyakit di dunia, khususnya di negara kami Indonesia).

“Jadi, istilahnya kami
mau doa, tapi malu karena banyak salah. Nah, saya selipkan doa di bagian reff,”
ucap Ayus. 

Sabyan yang beranggota
Ayus (keyboard), Khoirunnisa (vokal), dan Kamal Junda (darbuka) itu terbentuk
pada 27 Januari 2015. Bermula ketika para anggota sering mengisi acara
pernikahan dan khitanan. Sampai akhirnya, mereka yang berasal dari grup musik
yang berbeda-beda memutuskan untuk bersatu dalam kelompok baru yang bermain
dalam genre pop Islami.

Baca Juga :  Disuguhi Hiburan Musik, Halaman Lapas Dilengkapi Taman Bermain

Lima tahun berjalan,
Sabyan telah meluncurkan empat album. Dua di antaranya merupakan album
kompilasi. Berbagai penghargaan telah mereka raih. Misalnya, Anugerah Syiar
Ramadhan 1439 H kategori Penyanyi atau Grup Terbaik. Juga, Karya Produksi Lagu
Spiritual Islami Terbaik dalam Anugerah Musik Indonesia 2018. Kisah perjuangan
mereka meniti karier telah pula dituangkan dalam film rilisan Juni 2019 bertajuk
Sabyan: Menjemput Mimpi.

Menurut Ayus,
keseluruhan proses hingga akhirnya Al Wabaa’ siap dirilis sebenarnya cepat.
Lagu dan lirik ditulis dalam sehari. Pengisian vokal juga. Begitu pula syuting
klip video.

Ayus menggarap lagu dan
lirik single tersebut bersamaan dengan penggarapan single cover mereka yang
videonya di YouTube telah ditonton 38 juta kali,  Aisyah Istri Rasulullah. “Curi-curi waktu
gitu, pas break nulis Al Wabaa’. Mau nggak mau pikiran memang jadi bercabang,”
sambungnya.

Tapi, tidak berarti semua
mulus tanpa halangan. Penulisan reff dalam bahasa Arab termasuk yang paling
sulit. Karena itu, dia sempat berkonsultasi kepada orang yang lebih ahli atau
paham bahasa Arab.

Belum lagi salah dalam
pelafalan huruf yang akhirnya harus melakukan take vocal berulang-ulang.
Menuangkan kondisi pandemi yang dialami seluruh dunia ke dalam sebuah lagu,
kata Ayus, juga tidak gampang.

“Karena ini bukan
imajinasi, tapi kenyataan yang benar-benar terjadi,” ujar Ayus.

Menurut musikolog Erie
Setiawan, yang harus diperhatikan ketika mengangkat tema bencana ke dalam karya
adalah etiket atau dimensi moralnya. “Yang kelewatan di Indonesia itu
kadang-kadang ada yang menjadikan bencana sebagai parodi,” kata penulis buku
Musik untuk Kehidupan tersebut kepada Jawa Pos, Senin (13/4).

Baca Juga :  Minta Kelonggaran Waktu untuk Take Away

Erie menambahkan,
belakangan banyak musisi atau seniman yang memilih tema pandemi Covid-19 yang
dipicu virus korona baru itu sebagai sebuah kewajaran. “Ini ekspresi paling
natural musisi atau seniman dalam menyikapi kondisi sekitar,” ujarnya.

Yang juga ikut
mengangkat tema korona dalam karya mereka adalah Rhoma Irama. Lagu Virus Corona
yang ditulis sang Raja Dangdut itu bercerita tentang kesedihan, kegelisahan,
dan ketakutan manusia terhadap virus yang mematikan tersebut. Tak jauh berbeda
dengan Sabyan, lagu tersebut juga menyampaikan pesan agar manusia
berintrospeksi diri.

Lagu tersebut
diaransemen dalam tempo lambat atau alunan nada yang sedih. Tujuannya, setiap
orang yang mendengar akan terbawa suasana yang saat ini tengah menimpa.

Begitu pula dengan klip
video yang menampilkan unsur kesedihan, ketakutan, kepanikan, dan berserah diri
kepada Tuhan. “Semoga kita semua bisa saling menyemangati, introspeksi diri,
dan mengambil hikmah dari peristiwa yang mengguncang dunia ini,” harapnya.

Ayus sebenarnya juga
ingin memasukkan suasana di rumah sakit ke dalam klip Al Wabaa’. Namun,
larangan berkerumun menjadikannya mustahil untuk dilakukan.

Syuting klip pun
akhirnya dilakukan di base camp Sabyan di Jakarta. Tapi, Ayus tak kecewa. Dia
hanya berharap Al Wabaa’ bisa menjadi semacam doa bersama dan membuat yang
mendengar ikut peduli terhadap ”rasa sakit” yang dialami Indonesia saat ini.

“Juga, semoga menjadi memori semua orang bahwa
pada tahun ini pernah terjadi peristiwa mengenaskan ini,” katanya.

Penulisan dan pelafalan
reff jadi bagian paling sulit dalam proses kreatif di balik lagu Al Wabaa’-nya
Sabyan. Tergerak oleh banyaknya korban meninggal, PHK, dan kepanikan masif
akibat pandemi Covid-19.      

 

SHAFA NADIA, Jakarta


A POET, kata Bon
Jovi, needs the pain. Pujangga itu butuh merasakan ”sakit” agar bisa melahirkan
karya. Sakit yang tentu saja tak harus berarti harfiah.

Dan, kalau penulis lagu
masuk ke kategori pujangga, mungkin itulah yang terjadi pada Ahmad Fairus.  Pandemi Covid-19 serasa ”memukul” keyboardist
grup musik Sabyan tersebut berkali-kali.

“Korban meninggal terus
berjatuhan, PHK (pemutusan hubungan kerja) di mana-mana, orang-orang
bersembunyi di rumah karena takut terpapar virus. Semua itu bikin ngenes,” kata
pria yang akrab disapa Ayus tersebut ketika dihubungi Jawa Pos, Sabtu lalu
(11/4).

Dari rasa ”sakit”
akibat hantaman bertubi-tubi itulah lahir Al Wabaa’. Sejak dirilis di YouTube
Minggu lalu (5/4) hingga kini, single grup musik beranggota tiga orang itu
telah ditonton lebih dari 4 juta kali.  

Menurut Ayus, karyanya
yang bermakna ”wabah” tersebut dimaksudkan sebagai pengingat bersama. Bahwa
musibah itu ada sebab akibatnya. Dan, sebagai makhluk dengan segala
keterbatasan, manusia perlu meminta ampun serta memanjatkan doa agar situasi
bisa kembali pulih.

Seperti termaktub di
bagian reff: Allahumadfa’ ’anal ghola’ wal bala’ wal wabaa’ fiddunya khossoh fi
baladina Indonesia (Ya Allah, hindarkan kami dari kekurangan pangan, cobaan
hidup, dan wabah penyakit di dunia, khususnya di negara kami Indonesia).

“Jadi, istilahnya kami
mau doa, tapi malu karena banyak salah. Nah, saya selipkan doa di bagian reff,”
ucap Ayus. 

Sabyan yang beranggota
Ayus (keyboard), Khoirunnisa (vokal), dan Kamal Junda (darbuka) itu terbentuk
pada 27 Januari 2015. Bermula ketika para anggota sering mengisi acara
pernikahan dan khitanan. Sampai akhirnya, mereka yang berasal dari grup musik
yang berbeda-beda memutuskan untuk bersatu dalam kelompok baru yang bermain
dalam genre pop Islami.

Baca Juga :  Disuguhi Hiburan Musik, Halaman Lapas Dilengkapi Taman Bermain

Lima tahun berjalan,
Sabyan telah meluncurkan empat album. Dua di antaranya merupakan album
kompilasi. Berbagai penghargaan telah mereka raih. Misalnya, Anugerah Syiar
Ramadhan 1439 H kategori Penyanyi atau Grup Terbaik. Juga, Karya Produksi Lagu
Spiritual Islami Terbaik dalam Anugerah Musik Indonesia 2018. Kisah perjuangan
mereka meniti karier telah pula dituangkan dalam film rilisan Juni 2019 bertajuk
Sabyan: Menjemput Mimpi.

Menurut Ayus,
keseluruhan proses hingga akhirnya Al Wabaa’ siap dirilis sebenarnya cepat.
Lagu dan lirik ditulis dalam sehari. Pengisian vokal juga. Begitu pula syuting
klip video.

Ayus menggarap lagu dan
lirik single tersebut bersamaan dengan penggarapan single cover mereka yang
videonya di YouTube telah ditonton 38 juta kali,  Aisyah Istri Rasulullah. “Curi-curi waktu
gitu, pas break nulis Al Wabaa’. Mau nggak mau pikiran memang jadi bercabang,”
sambungnya.

Tapi, tidak berarti semua
mulus tanpa halangan. Penulisan reff dalam bahasa Arab termasuk yang paling
sulit. Karena itu, dia sempat berkonsultasi kepada orang yang lebih ahli atau
paham bahasa Arab.

Belum lagi salah dalam
pelafalan huruf yang akhirnya harus melakukan take vocal berulang-ulang.
Menuangkan kondisi pandemi yang dialami seluruh dunia ke dalam sebuah lagu,
kata Ayus, juga tidak gampang.

“Karena ini bukan
imajinasi, tapi kenyataan yang benar-benar terjadi,” ujar Ayus.

Menurut musikolog Erie
Setiawan, yang harus diperhatikan ketika mengangkat tema bencana ke dalam karya
adalah etiket atau dimensi moralnya. “Yang kelewatan di Indonesia itu
kadang-kadang ada yang menjadikan bencana sebagai parodi,” kata penulis buku
Musik untuk Kehidupan tersebut kepada Jawa Pos, Senin (13/4).

Baca Juga :  Minta Kelonggaran Waktu untuk Take Away

Erie menambahkan,
belakangan banyak musisi atau seniman yang memilih tema pandemi Covid-19 yang
dipicu virus korona baru itu sebagai sebuah kewajaran. “Ini ekspresi paling
natural musisi atau seniman dalam menyikapi kondisi sekitar,” ujarnya.

Yang juga ikut
mengangkat tema korona dalam karya mereka adalah Rhoma Irama. Lagu Virus Corona
yang ditulis sang Raja Dangdut itu bercerita tentang kesedihan, kegelisahan,
dan ketakutan manusia terhadap virus yang mematikan tersebut. Tak jauh berbeda
dengan Sabyan, lagu tersebut juga menyampaikan pesan agar manusia
berintrospeksi diri.

Lagu tersebut
diaransemen dalam tempo lambat atau alunan nada yang sedih. Tujuannya, setiap
orang yang mendengar akan terbawa suasana yang saat ini tengah menimpa.

Begitu pula dengan klip
video yang menampilkan unsur kesedihan, ketakutan, kepanikan, dan berserah diri
kepada Tuhan. “Semoga kita semua bisa saling menyemangati, introspeksi diri,
dan mengambil hikmah dari peristiwa yang mengguncang dunia ini,” harapnya.

Ayus sebenarnya juga
ingin memasukkan suasana di rumah sakit ke dalam klip Al Wabaa’. Namun,
larangan berkerumun menjadikannya mustahil untuk dilakukan.

Syuting klip pun
akhirnya dilakukan di base camp Sabyan di Jakarta. Tapi, Ayus tak kecewa. Dia
hanya berharap Al Wabaa’ bisa menjadi semacam doa bersama dan membuat yang
mendengar ikut peduli terhadap ”rasa sakit” yang dialami Indonesia saat ini.

“Juga, semoga menjadi memori semua orang bahwa
pada tahun ini pernah terjadi peristiwa mengenaskan ini,” katanya.

Terpopuler

Artikel Terbaru