Menjadi nelayan memang tidak lah mudah. Bagaimana tidak? Selain harus gigih dan pandai bersyukur, nelayan juga dituntut harus mampu membaca situasi dan melihat potensi ikan di perairan. Ya, karena perairan menjadi sumber mata pencaharian mereka untuk bisa mengais rezekinya.
BAHTIAR EDY FAISAL, KUALA PEMBUANG
_
KONDISI cuaca ekstrem lautan membuat sejumlah nelayan di Kuala Pembuang, Kebupaten Seruyan tidak bisa pergi melaut untuk menangkap ikan. Namun, hal itu bukan menjadi halangan bagi nelayan dalam mengais rejeki demi menyambung hidup sehari-hari.
Yusri salah satunya. Seorang nelayan yang sudah merasakan pahit manisnya sebagai nelayan dari masa muda ini, tak kenal menyerah demi mewujudkan masa depan yang lebih cerah bagi keluarganya. Sebagai tulang punggung, pria 64 tahun yang berprofesi sebagai nelayan laut dan sungai ini tetap semangat diusia yang sudah tak muda.
Bermodal pengalaman yang sudah berpuluh-puluh tahun menjadi nelayan, dirinya pun mencoba keberuntungan mengais rezeki di perairan sungai. Aktivitasnya tentu tak jauh dari memasang jaring untuk menangkap ikan di Sungai Kalua yang merupakan salah satu anak Sungai Seruyan.
Butuh waktu sekitar tiga jam perjalanan santai bagi Yusri untuk bisa sampai ke sungai yang dituju itu. Sekitar pukul 09.00 WIB dirinya bersama penulis pun berangkat menggunakan kelotok atau transportasi air pinggir sungai yang tak jauh dari rumahnya di Jalan Ais Nasution Kelurahan Kuala Pembuang II, Kecamatan Seruyan Hilir.
Kelotok yang panjang sekitar 9 meter itu terasa bergetar, saat mesin diesel dinyalakan oleh Yusri. Suara knalpot mesin pun terdengar cukup bising ditelinga. Perjalanan menuju Sungai Kalua pun dimulai dari melewati jalur Sungai Seruyan. Sepanjang perjalanan, mesin kelotok tidak ada kendala. Hanya saja saat gelombang kapal lain lewat, dari helatan papan yang keropos itu pun sedikit kemasukan air di kelotok.
Panasnya terik matahari semakin terasa menyengat di kulit. Sementara Yusri tetap bertahan dengan posisi duduk di bagian belakang sebagai juru kemudi kelotok yang tak beratap. Tak, terasa, perjalanan tiga jam telah dilalui. Kami pun akhirnya sampai di lokasi dan meneduh di bawah pohon pinggir sungai.
“Kita istirahat dulu. Lumayan pegel juga rasanya lama duduk di kelotok. Kita sekalian makan siang di sini saja. Nantinya kita pasang rempa (jaring, red) di dekat pohon rasau itu. Pasang di pinggir-pinggir sini saja dulu, karena kalau air yang dalam enggak mau juga ikan masuk,” kata Yusri sambil melepas topi dan mengipas ke bagian wajahnya saat mesin diesel dimatikan.
Waktu menunjukkan pukul 12.23 WIB, usai makan siang kami pun sedikit mendayung kelotok ke arah pohon rasau dan memasang satu payah jaring tangkap ikan. Panasnya cuaca siang bolong itu tak mengurangi semangat Yusri untuk memasang jaring alat tangkap ikannya di sungai yang berwarna kehitaman tersebut. Topi anyaman purun untuk melindungi kepalanya dari terik matahari itupun masih melekat, dan menutupi bagian rambutnya yang sebagian sudah memutih.
“Semoga saja hari tidak hujan lagi, soalnya lumayan memakan waktu kalau memasang jaring ikan, bisa sampai sore biasanya itu belum lagi kalau enggak nyangkut kena kayu,” kata Yusri sambil memasang satu payah jaring ikan dengan panjang sekitar 10 meteran.
Tak terasa, hari sudah mulai gelap. Jumlah 28 payah jaring ikan yang awalnya menumpuk di atas lantai kelotok itu pun akhirnya habis terpasang di sungai. Sebelum membersihkan badannya, pria yang memiliki tiga anak ini, mengajak untuk membersihkan kelotok terlebih dahulu agar bisa mengatur tempat tidur di kelotok.
“Kita makan saja mumpung masih belum malam, kalau sudah malam di sini banyak nyamuk dan harus dihidupkan obat nyamuk. Sepertinya air mulai pasang ya, biasanya bagus kalau malam hari air sungai pasang ikan-ikan pun keluar,” ujarnya.
Setelah makan malam ditutup, kami segera memasang tenda atau atap darurat dari terpal biru yang sudah disiapkan. Benar, saja, saat sedang istirahat malam gemuruh guntur terdengar cukup keras yang disusul hujan cukup deras.
Keesokan paginya, setelah semalaman jaring di pasang di sungai kami pun segera menuju jaring. Jaring pertama perlahan di angkat, hanya saja keberuntungan belum memihak, karena tidak satu pun ikan yang masuk di jaring tangkap ikan. Jaring kedua hanya mendapatkan satu ikan baung yang tersangkut di jaring.
Raut wajah Yusri terlihat senang dan bersyukur melihat hasil tangkapnya. Meskipun 26 payah jaring ikan masih belum terangkat. Satu persatu jaring ikan pun diangkat, ternyata hasilnya pun cukup banyak. Seperti kata pepatah bahwa usaha tidak menghianati hasil.
Nelayan asli Kuala Pembuang ini pun bersyukur dengan hasil jaring tangkap ikannya yang memuaskan itu. Dirinya pun, bercerita jika hasil ikan yang mayoritas Jinas ikan Sanggang, maupun lainnya. Ini juga tidak lepas dari sungai yang masih terjaga.
“Alhamdulillah lumayan dapat ikan hari ini. Cukup saja buat ganti modal dan ada lebihnya. Sungainya emang masih terjaga, kalau di sini ada orang yang nangkap ikan dengan alat tidak ramah lingkungan, bisa ditangani warga langsung. Kalau kita pakai jaring ikan seperti ini ramah lingkungan, kemudian ikan-ikan lainnya terjaga,” ujarnya seraya mengemasi perbekalan.