Tidak ada gejala bahwa
tubuhnya dihinggapi virus membahayakan. Media sosial (medsos) membuatnya kalut,
tapi dukungan keluarga mengembalikan semangatnya. Â
EDWIN AGUSTYAN, Bontang
AKTIVITAS Arniwati
tidak ada yang berubah sejak kembali ke Bontang pada 12 Maret lalu. Dia tetap
bekerja seperti biasa di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bontang. Berkumpul dengan
keluarga. Sesekali melepas penat dengan kerabat.
Sampai pada 20 Maret,
dia diminta tidak berangkat kerja. Menunggu tim kesehatan datang ke rumahnya di
bilangan Kelurahan Bontang Baru. Itu berdasarkan hasil pelacakan terhadap Yuyun
Nurhyati, pasien positif corona yang dirawat di RSUD AM Parikesit, Tenggarong
Seberang. Pasien tersebut dan Arniwati pernah berada di ruangan yang sama dalam
acara yang digelar KPU.
Perempuan 24 tahun itu
diperiksa suhu tubuhnya. Tekanan darah. Namun, ada yang berbeda dari petugas
yang datang. Menggunakan alat pelindung diri (APD) dan tidak melakukan kontak
fisik. Hasilnya normal. Tapi Arni -sapaan akrab Arniwati- tetap diminta datang
ke RSUD Taman Husada.
Di rumah sakit pelat
merah itu, pemilik senyum manis tersebut kembali menjalani serangkaian pemeriksaan.
Termasuk menjalani swab hidung dan tenggorokan. Hasilnya harus dirawat. Hemoglobin
(Hb) atau sel darah merahnya rendah. Normalnya berada di angka 12-16
gram/desiliter. Sementara Arniwati hanya 5,7 gram/desiliter.
“Untung saja saya
ditahan (opname), kalau tidak bisa lebih buruk,†kata Arniwati, saat disambangi
Kaltim Post (Grup Kaltengpos.co) di kediamannya, Minggu (5/4).
Saat itu, Arniwati
sudah berstatus orang dalam pemantauan (ODP), walau dia tidak merasakan gejala
terjangkit corona. Dengan dirawat di rumah sakit, dia merasa lebih aman dan
nyaman. “Memang saat itu belum ada hasil kalau saya positif, tapi untuk
jaga-jaga saja,†terangnya.
Pada 23 Maret sore,
Arniwati berada dalam kecemasan. Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni memberikan
keterangan pers bahwa ada satu pasien positif corona. Media memberitakan.
Namun, yang membuatnya risau adalah medsos.
Media sebagian besar
tidak menyebutkan identitas pasien. Namun di medsos, fotonya sudah
berseliweran. Namun, dengan keterangan yang salah. Mulai nama, umur, sampai
memiliki anak. “Saya tidak punya anak. Belum menikah,†tuturnya.
Inisial A yang ditulis
beberapa media turut membuatnya bingung. Pasalnya, saat itu rekan kerjanya yang
juga komisioner KPU Bontang, Antoni Lamini, juga masuk dalam orang dalam pemantauan
(ODP) dan dirawat bersama. Apalagi dia sempat diperbolehkan pulang karena Hb
sudah normal. “Saya sempat tidak percaya, karena informasi di medsos itu hoaks.
Tapi yang menguatkan (kalau dia positif) adalah disebutkan pasien itu
perempuan,†ungkapnya.
Selama tiga jam dia
menunggu kepastian. Galau. Baru pada malam hari, Arni diberi tahu dirinya
positif Covid-19. Saat itu juga dia masuk ruang isolasi. “Tapi tidak seperti
yang beredar di masyarakat luas. Saya dilayani dengan baik oleh dokter dan
perawat,†katanya.
Di ruang sekitar 4×4
meter itu, dia berbagi tempat dengan satu pasien positif lainnya, asal Kutai
Timur. Antara ranjang Arni dan pasien lainnya terdapat sekat dari kaca. “Kami
saling menguatkan untuk bisa sembuh,†ungkapnya.
Di ruangan itu terdapat
alat rontgen, ventilator, dan cek darah. Dokter masuk ruangan tiga kali sehari.
Pukul 07.00 Wita, lalu 11.30 Wita, dan 16.30 Wita. Arni diberikan antibiotik,
vitamin, dan obat-obatan lain yang bisa menyembuhkannya.
Selama 15 hari di
ruangan itu, Arni menanti kesembuhan. Dia melakukan yoga ringan. Gerakannya
terbatas, karena selang infus selalu menancap di lengan. Dua buku selesai
dibaca. Buku tentang renungan dan humor.
Dia menghindari aktif
di medsos, karena khawatir akan membaca kabar buruk terkait penderita corona.
Takut membuat stres dan menurunkan imun. Beruntung, keluarga dan kerabat
memberikan dukungan. Dia juga selalu dikunjungi sang kakak. Meski keduanya
tidak bertemu. “Jadi hanya video call. Saya juga membaca Alquran,†tutur
perempuan berjilbab itu.
Arni mengaku tidak
mengetahui pasti kapan diterjangkit virus corona. Meski berada dalam ruangan
yang sama dengan Yuyun, keduanya tidak pernah berkomunikasi atau kontak fisik.
“Mungkin tertular saat di WC atau bandara,†tuturnya.
Meski tengah dihinggapi
virus, Arni tetap berusaha mengerjakan tugas kantor. Di KPU Bontang dia
bertugas sebagai operator data dan informasi. Salah satu yang diurusi adalah
pemutakhiran data pemilih.
Sehari setelah masuk
ruang isolasi, Arni kembali menjalani tes swab. Belum keluar hasilnya, dia
kembali menjalani tes pada 27 Maret. Hasil tes keluar pada 30 Maret dan 4
April. Hasilnya negatif. Kabar baik yang ditunggu Arni pun datang. Dia
diperbolehkan pulang dan dinyatakan sembuh dari Covid-19.
Meski sudah bisa
berkumpul kembali dengan keluarga, Arni memutuskan untuk tidak dahulu
berkantor. Bekerja dari rumah. Paling tidak untuk dua pekan ke depan. “Bukan
karena takut stigma negatif, tapi hanya berjaga,†jelasnya.
Dari sang kakak dia
mengetahui bahwa beberapa tetangga sempat mengasingkan diri. Tapi Arni mengaku
paham dengan situasi tersebut. “Saya tidak marah,†tegasnya. Saat Arni pertama
kali dinyatakan positif, kakak, ipar, keponakan, dan kerabat yang tinggal
serumah dengannya juga menjalani tes swab dan dinyatakan negatif.
Selama 15 hari berada di ruang isolasi, bagi
Arni bukan waktu yang sebentar. Dia merasakan berbagai kerinduan. Satu di
antaranya yakni masakan sang kakak.