Site icon Prokalteng

Danantara Kubur

Rosan Roeslani sebut semua perusahaan BUMN masuk ke Danantara.-Disway/Anisha Aprilia

Harusnya “doa kubur” yang dibacakan KH Ma’ruf Amin di Istana Senin lalu. Yang meninggal dunia: BUMN.

Sejak hari itu tidak ada lagi BUMN. Yang ada: Danantara.

Bahwa yang dibacakan bukan doa kubur mungkin karena mayat BUMN memang belum bisa dikuburkan. Masih akan lama. Masih ada proses perpindahan aset. Tidak mudah. Ruwet. Apalagi kalau harus lewat proses jual-beli.

Jalan yang dipilih kelihatannya lewat inbreng: aset BUMN dialihkan menjadi aset Danantara. Sebagai modal setor terbesar pemerintah. Yang bisa membuat modal Danantara sebesar gajah bengkak: ribuan triliun rupiah.

Modal lainnya datang dari APBN. Dari sebagian hasil pemangkasan anggaran di berbagai kementerian dan lembaga pemerintah: Rp 350 triliun. Sebagian penghematan untuk program MBG.

Kabar baiknya: sudah banyak BUMN yang berpengalaman melakukan inbreng. Terutama bagi mereka yang sudah membentuk holding.

Tiga tahun lalu aset-aset PT Pelindo 1, 2, 3, dan 4 harus diinbrengkan ke PT holding pelabuhan Indonesia yang baru dibentuk. Satu tahun selesai.

Kini tinggal PT holding pelabuhan itu yang harus menginbrengkan asetnya ke Danantara. Yang seperti ini prosesnya bisa lebih cepat. Asset sudah tertata.

Juga di BUMN perkebunan. Semua aset PTPN 1,2,3,4,5,6, sampai 14 sudah selesai diinbrengkan ke PT holding perkebunan yang baru. Kini PT holding perkebunan itu yang ganti menginbrengkan ke Danantara.

Pun BUMN yang bergerak di bandara dan sekitarnya. Sudah terbentuk holding. Angkasa Pura 1 dan 2 sudah digabung. Semua aset sudah pindah ke holding. Kini tinggal holding menginbrengkan ke Danantara.

Proses verifikasi aset-aset itu tentu sudah dilakukan saat dilakukan inbreng dari BUMN masing-masing ke holding. Verifikasi seperti ini rumit dan njlimet. Tidak bisa buru-buru. Jangan sampai ada aset yang “hilang” di proses inbreng-menginbreng.

Bagi BUMN yang tugasnya hanya menyerahkan aset tentu tidak pusing. Tinggal serahkan. Tapi bagi yang menerima inbreng –Danantara– bisa sakit kepala. Harus meneliti aset itu satu per satu. Itu aset beneran atau bodong. Jangan sampai hanya ada suratnya tidak ada barangnya. Atau ada barangnya tapi surat-suratnya tidak lengkap.

Dalam kasus perkebunan lebih rumit. Aset perkebunan bisa jutaan hektare. Tapi berapa hektare yang sebenarnya masih dikuasai BUMN perkebunan. Lalu berapa yang sudah jadi kampung. Berapa yang diduduki penduduk atau sudah diperjualbelikan oleh swasta.

Apakah yang seperti itu sudah dibereskan saat berproses pembentukan holding yang lalu.

Danantara tentu harus memeriksa dan bersikap. Aset seperti apa yang bisa diterima. Apakah aset apa adanya seperti yang tercatat di buku BUMN, atau hanya aset yang sudah clean and clear.

Di Perhutani lebih ruwet lagi. Banyak hutan yang masih tercatat sebagai aset Perhutani. Tapi sudah tidak ada hutannya. Sudah banyak yang jadi kota atau desa. Atau jadi tanah bersemak. Termasuk yang di PSN PIK2 itu. Statusnya hutan Perhutani tapi sudah jadi semak belukar. Ketika akhirnya jadi PSN PIK2 ribut: seolah hutan Perhutani yang dijadikan proyek. Statusnya memang masih hutan tapi tidak ada pohonnya.

khotimah.

Setelah mereka menjadi anaknya Danantara tentu gerak menjadi lebih luwes. Termasuk luwes dalam menutup atau menjualnya. Killing softly.

Maka hura-hura menyambut kelahiran bayi Danantara jangan lama-lama. Banyak pekerjaan administrasi yang ruwet yang harus dibereskan.

Saya percaya dengan Danantara akan lebih baik dibanding saat masih BUMN. Jalan untuk bisa tumbuh 7 persen tidak banyak. Apalagi harus 8 persen seperti yang ditargetkan Presiden Prabowo.

Danantara, seperti yang saya sampaikan di video dari Ethiopia kemarin, bisa jadi sepatu baru. Sepatu lari yang andal. Agar kita bisa lari lebih kencang. Jangan sampai dikejar negara seperti Ethiopia.

Tinggal bagaimana menjaga agar sepatunya tidak jebol di saat start.

Jelas, setelah akta kelahiran bayi Danantara ditanda tangani Presiden Prabowo Subianto Senin lalu, belum bisa sekalian dikeluarkan akta kematian BUMN. Prosesnya masih akan rumit dan panjang. Perlu kerja sangat keras. Juga ikhlas. Tidak boleh ada moral hazard dalam proses itu.

Mungkin setahun lagi mayat BUMN baru bisa benar-benar  dikuburkan. Atau dua tahun lagi. Saat itulah memang “doa kubur” baru bisa diucapkan.(Dahlan Iskan)

Exit mobile version