BHARADA E begitu ingin jadi polisi. Dua kali ia mendaftar, dua kali pula tidak lolos. Lalu, mendaftar lagi: untuk level yang lebih rendah: tamtama. Itu level yang paling rendah. Kalau itu pun ditolak, habislah harapannya untuk bisa jadi polisi. Tahun berikutnya, ia tidak akan bisa mendaftar lagi. Umurnya sudah lewat.
Sebenarnya Bharada E lulusan Sekolah Menengah Kejuruan Jurusan Maritim Polaris, Bitung. Harusnya ia bisa masuk Polri untuk level bintara. Tapi, apa boleh buat. Gagal dua kali. Ia melamar lagi untuk level tamtama yang sebenarnya cukup untuk level lulusan SMA.
Lamaran masuk tamtama itu diterima. Tahun 2019 lalu. Jadilah Ichad anggota Polri.
Ichad adalah nama panggilan Bharada E di lingkungan keluarga dan gerejanya di Manado. Nama panjangnya Anda sudah tahu: Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Pudihang adalah marga dari ibunya. Lumiu marga bapaknya.
Setelah lulus tes, Ichad menjalani pendidikan di Watukosek di pinggir Sungai Brantas di Pasuruan. Itulah pusat pendidikan Polri untuk pasukan Brigade Mobil (Brimob). Brimob adalah polisi yang dilatih khusus seperti tentara.
Ichad pun lulus pendidikan. Kemampuan fisiknya memang oke. Ia pendaki gunung. Perenang. Pemanjat tebing. Pelatih wall climbing. Semua olahraga lintas alam menjadi keunggulannya.
Lalu, Ichad mendapat tugas pertama di markas Brimob di Kelapa Dua, Depok, Jakarta. Yakni, tempatnya ditahan saat ini –sebagai tersangka terkait pembunuhan Duren Tiga.
Ichad pernah ditugaskan di Papua, Poso, Papua, dan Poso lagi. Lalu, menjadi ajudan Irjen Pol Ferdy Sambo.
Bharada E adalah salah satu pusat drama Duren Tiga. Ichad-lah yang menembak Brigadir Joshua. Saling tembak. Sampai Joshua tewas. Bharada E baik-baik saja –dinding di belakangnya yang terluka.
Itu skenario awal.
Berantakan.
Setting-nya tidak ada yang sinkron.
Bubar.
Terutama setelah Bharada E berhasil mengusir setan dari pikirannya. Bharada E mengubah pengakuan awalnya.
Siapa yang berhasil menghardik setan itu dari otak Ichad?
Berita pertama menyebutkan: orang tuanya. Perubahan pikiran itu terjadi setelah Bharada E diberi kesempatan menghubungi orang tuanya di Manado.
Tapi, pengacara pertama Ichad, Deolipa Yumara, mengatakan: perubahan itu terjadi setelah Bharada E menelepon maitua-nya. Maitua adalah bahasa asli Manado. Artinya: pacar.
Maitua Ichad memang tinggal di Jakarta. Namanyi: Lily. Gadis Manado. Dia pindah ke Jakarta setelah Ichad menetap di Jakarta.
Harapan untuk bisa mempersunting Lily awalnya sirna. Pikiran Ichad dipenuhi gambaran: ia pasti dihukum mati. Karena itu, Ichad sempat minta ke maitua-nya untuk pulang ke Manado. Tidak ada lagi yang dia andalkan di Jakarta.
Deolipa memfasilitasi hubungan telepon dengan sang maitua. Targetnya: agar Ichad punya harapan untuk tidak dihukum mati. Asal, ia mengaku terus terang seperti apa kejadian sebenarnya di Duren Tiga.
Target itu bisa dicapai karena Ichad sebenarnya sudah terlihat ragu dengan pengakuannya. ”Titik terang pertama itu diperoleh oleh penyidik nomor satu Indonesia saat ini. Beliau adalah Dr Suradi SH MH,” ujar Deolipa. ”Saya tinggal meneruskan saja agar setitik terang itu menjadi benar-benar terang,” katanya.
Deolipa terus bicara dengan Ichad dalam bahasa Manado. Juga dengan bahasa agama: sesama Kristen. Ichad ia ajak menyanyikan lagu rohani. Bertiga dengan satu petugas lagi. Deolipa memang seniman. Penyanyi. Gitaris.
Deolipa pun mulai menyanyikan lagu Indah pada Waktunya. Ichad mulai ikut menyanyi.
”Anda yang memainkan gitar?” tanya saya kepada Deolipa yang asli Diwek, Jombang, itu.
”Saya buka YouTube. Nyanyi bareng dengan YouTube,” ujarnya.
Deolipa lantas menunjukkan mana YouTube yang diputar untuk mengiringi lagu rohani itu. Yakni, yang dinyanyikan Putri Siagian. Yang ditonton hampir 800.000 orang.
Bharada E mulai ikut menyanyi. Meresapi isinya. Lalu, menyanyi lagi. Lagu keduanya Hidup Ini Adalah Kesempatan. Yang dinyanyikan Michela Thea.
”Setan pun hilang dari kepalanya,” ujar Deolipa.
Itulah, katanya, kunci yang membuat Bharada E berubah pikiran. Pembuka pertama Kolonel Dr Suradi. Lalu, dua lagu rohani itu. Semua skenario Ferdy Sambo pun bubar. Bahkan, kemarin, istri Sambo ditetapkan sebagai tersangka baru.
Saya pun menelepon Grand Regar. Ia wartawan Manado Post. Yang sudah menelusuri keberadaan keluarga Bharada E di Manado. Keluarga itu awalnya memang tinggal di Bitung. Kini sudah tinggal di satu perumahan tidak jauh dari Bandara Sam Ratulangi, Mapanget, luar kota Manado.
Sang ayah seorang sopir. Sopir kanvas. Yakni, yang mengantar barang-barang ke agen-agen. Grand lulusan Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi. SMA-nya di Advent, Manado. Lalu, jadi wartawan.
Ia menelusuri jalur-jalur sulit untuk menemukan rumah Bharada E. Ketemu. Di pojok perumahan itu. Rumah batako. Sangat sederhana. Tipe 36. Bharada E masih sangat baru di Polri. Belum sempat memperbaiki rumah di pojok itu. (dahlan iskan)