32.1 C
Jakarta
Sunday, May 5, 2024

Profesor Doktor

Lalu jadi menteri ekonomi –Menteri BUMN. Tapi bagaimana ceritanya hingga bisa menerima gelar profesor HC?Tawaran itu datang dari sebuah universitas beneran di Malaysia. Begitu seriusnya sampai para pimpinan universitas itu sendiri yang datang ke Jakarta. Termasuk putra mahkota sultan dari negara bagian itu –yang juga pimpinan universitas.

Saya masih ingat, sedikit, acara hari itu. Pembawa acara pun dari sana. Susunan acaranya juga sudah ditentukan di sana. Pakai bahasa sana: paduka, hamba, tuanku, patik, ampun paduka dan banyak istilah kerajaan lainnya.


Disway saat menerima gelar profesor kehormatan dari UniMAP Malaysia.

Sejak itu pun saya seperti lupa kalau pernah mendapat gelar profesor honoris causa. Saya tidak pernah satu kali pun menggunakan gelar itu di depan nama saya. Emangnya saya ini siapa: hanya lulusan madrasah Aliyah. Itu pun di sebuah desa di pelosok Magetan: Pesantren Sabilil Muttaqin.

Baca Juga :  Riyadh Muda

Yakni pesantren beraliran tarekat Syatariyah. Memang, ada pihak lain yang menulis gelar itu di depan nama saya. Sedapat mungkin saya minta: jangan cantumkan gelar itu. Tapi ada saja yang posternya sudah telanjur beredar.

Tapi jangan-jangan saya yang lupa. Atau pura-pura lupa. Jangan-jangan saya pernah memakainya. Baik juga, kalau ada yang menemukan itu. Agar saya ingat.Pun di dalam kampus. Ketika saya diminta memberikan seminar. Sering dicantumkan gelar itu.

Saya sedapat mungkin memberikan koreksi: gak usah cantumkan gelar itu. Tapi tidak semuanya berhasil saya lakukan. Saya juga tidak mau konfrontasi: masak soal gitu saja bikin penyelenggara merasa kurang enak. Lebih banyak lagi yang menawari gelar kehormatan doktor. Hanya satu yang saya terima.

Baca Juga :  Cengkok Oye!

Lalu jadi menteri ekonomi –Menteri BUMN. Tapi bagaimana ceritanya hingga bisa menerima gelar profesor HC?Tawaran itu datang dari sebuah universitas beneran di Malaysia. Begitu seriusnya sampai para pimpinan universitas itu sendiri yang datang ke Jakarta. Termasuk putra mahkota sultan dari negara bagian itu –yang juga pimpinan universitas.

Saya masih ingat, sedikit, acara hari itu. Pembawa acara pun dari sana. Susunan acaranya juga sudah ditentukan di sana. Pakai bahasa sana: paduka, hamba, tuanku, patik, ampun paduka dan banyak istilah kerajaan lainnya.


Disway saat menerima gelar profesor kehormatan dari UniMAP Malaysia.

Sejak itu pun saya seperti lupa kalau pernah mendapat gelar profesor honoris causa. Saya tidak pernah satu kali pun menggunakan gelar itu di depan nama saya. Emangnya saya ini siapa: hanya lulusan madrasah Aliyah. Itu pun di sebuah desa di pelosok Magetan: Pesantren Sabilil Muttaqin.

Baca Juga :  Riyadh Muda

Yakni pesantren beraliran tarekat Syatariyah. Memang, ada pihak lain yang menulis gelar itu di depan nama saya. Sedapat mungkin saya minta: jangan cantumkan gelar itu. Tapi ada saja yang posternya sudah telanjur beredar.

Tapi jangan-jangan saya yang lupa. Atau pura-pura lupa. Jangan-jangan saya pernah memakainya. Baik juga, kalau ada yang menemukan itu. Agar saya ingat.Pun di dalam kampus. Ketika saya diminta memberikan seminar. Sering dicantumkan gelar itu.

Saya sedapat mungkin memberikan koreksi: gak usah cantumkan gelar itu. Tapi tidak semuanya berhasil saya lakukan. Saya juga tidak mau konfrontasi: masak soal gitu saja bikin penyelenggara merasa kurang enak. Lebih banyak lagi yang menawari gelar kehormatan doktor. Hanya satu yang saya terima.

Baca Juga :  Cengkok Oye!

Terpopuler

Artikel Terbaru