26.7 C
Jakarta
Tuesday, December 10, 2024

Koran Elpiji

Seorang pengusaha besar batal membangun pabrik keramik di Jateng: tidak tersedia gas di Jateng.

Industri besar yang perlu bahan bakar, sangat tergantung pada gas: energinya spontan, bersih dan lebih murah dibanding minyak solar.

Itu dua tahun lalu. Gubernur Ganjar Pranowo termasuk agak sial di bidang ini: ekonomi Jateng seperti tersandera oleh gas.

Sebagai gubernur ia tidak bisa mengadakan gas sendiri. Sangat tergantung pada belas kasihan pusat.

Pusat sendiri sebenarnya sudah lama merencanakan pembangunan pipa gas yang melewati Jateng. Sudah sejak 2006.

Saat itu pipa gas dari Sumatera sudah digelar menyeberangi Selat Sunda. Gas dari sumbernya di Sumatera sudah bisa dikirim sampai Bekasi. Lalu sampai Cirebon.

Sebenarnya tinggal menyambungnya ke Semarang. Tinggal sekitar 200 km lagi. Tapi rencana itu tidak segera terwujud. Tertunda lebih 15 tahun.

Dari Semarang sebenarnya sudah ada pipa gas ke arah timur. Sampai ke Randublatung, Blora. Dari Randublatung sudah lama tersambung sampai ke Gresik di Jatim.

Baca Juga :  Muktamar "Jin"

Sudah pula menyeberangi selat Madura. Sampai Sumenep, tepatnya sampai Kangean. Lalu sudah pula tersambung sampai ke Probolinggo.

Tinggal Semarang-Cirebon yang tidak segera terbangun. Kasihan Jateng. Kasihan Ganjar.

Pipa gas memang bisa cepat tersambung bila ada motif ekonomi yang kuat. Pipa gas Blora-Semarang misalnya. Cepat sekali terbangun. Itu karena pipa tersebut bisa langsung membuat PLN Tambak Lorok berhemat ratusan miliar rupiah setahun.

Sayangnya pipa gas Blora-Semarang itu tidak mampir ke Demak. Kawasan industri Demak sebenarnya tinggal membuat percabangan di tengahnya. Gubernur Jateng-lah yang harus berjuang untuk terwujudnya percabangan itu.

Kemarin, dalam perjalanan dari  Jakarta ke Mojokerto saya dapat kabar gembira untuk Ganjar Pranowo: tender proyek pemasangan pipa gas dari Cirebon ke Batang sudah terlaksana. Sudah menghasilkan pemenang.

Kalau tidak ada yang mempersoalkan tender itu berarti proyek bisa segera dimulai. Akhir tahun depan jalur pipa Cirebon-Batang sudah selesai terpasang.

Kawasan industri yang banyak bermunculan di sekitar Kendal-Batang pun segera dapat aliran gas.

Baca Juga :  Bensin Sawit

Saya pun akan bertanya ke pengusaha keramik itu: apakah masih berminat membangun pabriknya di Jateng. Atau sudah keburu diinvestasikan di bidang lain.

Dulu situasinya memang ibarat ayam dan telur. Pipa tidak dibangun kalau tidak ada industri. Sebaliknya pabrik tidak dibangun kalau tidak ada gas. Rupanya ayam dan telur itu kini sudah dibuat kare: tinggal dimakan.

Gubernur baru Jateng tinggal ikut meresmikannya kelak. Jateng segera tersambung oleh jaringan gas.

Jaringan Cirebon-Batang itu adalah sambungan terakhir. Sebelum ini proyek pipa Batang-Semarang baru saja selesai dibangun.

Dengan selesainya proyek pipa gas Cirebon-Batang berarti sepanjang Jawa sudah akan punya jaringan pipa gas.

Memang semua itu masih untuk pengusaha besar. Belum untuk rakyat secara langsung. Rakyat masih akan lama tergantung pada gas elpiji. Yang lebih mahal. Yang tidak praktis.

Dalam dunia media elpiji ibarat koran. Harus ada yang mengantar. Gas ibarat internet. Cukup dikirim lewat kabel –pipa adalah kabelnya.(Dahlan Iskan)

 

Seorang pengusaha besar batal membangun pabrik keramik di Jateng: tidak tersedia gas di Jateng.

Industri besar yang perlu bahan bakar, sangat tergantung pada gas: energinya spontan, bersih dan lebih murah dibanding minyak solar.

Itu dua tahun lalu. Gubernur Ganjar Pranowo termasuk agak sial di bidang ini: ekonomi Jateng seperti tersandera oleh gas.

Sebagai gubernur ia tidak bisa mengadakan gas sendiri. Sangat tergantung pada belas kasihan pusat.

Pusat sendiri sebenarnya sudah lama merencanakan pembangunan pipa gas yang melewati Jateng. Sudah sejak 2006.

Saat itu pipa gas dari Sumatera sudah digelar menyeberangi Selat Sunda. Gas dari sumbernya di Sumatera sudah bisa dikirim sampai Bekasi. Lalu sampai Cirebon.

Sebenarnya tinggal menyambungnya ke Semarang. Tinggal sekitar 200 km lagi. Tapi rencana itu tidak segera terwujud. Tertunda lebih 15 tahun.

Dari Semarang sebenarnya sudah ada pipa gas ke arah timur. Sampai ke Randublatung, Blora. Dari Randublatung sudah lama tersambung sampai ke Gresik di Jatim.

Baca Juga :  Muktamar "Jin"

Sudah pula menyeberangi selat Madura. Sampai Sumenep, tepatnya sampai Kangean. Lalu sudah pula tersambung sampai ke Probolinggo.

Tinggal Semarang-Cirebon yang tidak segera terbangun. Kasihan Jateng. Kasihan Ganjar.

Pipa gas memang bisa cepat tersambung bila ada motif ekonomi yang kuat. Pipa gas Blora-Semarang misalnya. Cepat sekali terbangun. Itu karena pipa tersebut bisa langsung membuat PLN Tambak Lorok berhemat ratusan miliar rupiah setahun.

Sayangnya pipa gas Blora-Semarang itu tidak mampir ke Demak. Kawasan industri Demak sebenarnya tinggal membuat percabangan di tengahnya. Gubernur Jateng-lah yang harus berjuang untuk terwujudnya percabangan itu.

Kemarin, dalam perjalanan dari  Jakarta ke Mojokerto saya dapat kabar gembira untuk Ganjar Pranowo: tender proyek pemasangan pipa gas dari Cirebon ke Batang sudah terlaksana. Sudah menghasilkan pemenang.

Kalau tidak ada yang mempersoalkan tender itu berarti proyek bisa segera dimulai. Akhir tahun depan jalur pipa Cirebon-Batang sudah selesai terpasang.

Kawasan industri yang banyak bermunculan di sekitar Kendal-Batang pun segera dapat aliran gas.

Baca Juga :  Bensin Sawit

Saya pun akan bertanya ke pengusaha keramik itu: apakah masih berminat membangun pabriknya di Jateng. Atau sudah keburu diinvestasikan di bidang lain.

Dulu situasinya memang ibarat ayam dan telur. Pipa tidak dibangun kalau tidak ada industri. Sebaliknya pabrik tidak dibangun kalau tidak ada gas. Rupanya ayam dan telur itu kini sudah dibuat kare: tinggal dimakan.

Gubernur baru Jateng tinggal ikut meresmikannya kelak. Jateng segera tersambung oleh jaringan gas.

Jaringan Cirebon-Batang itu adalah sambungan terakhir. Sebelum ini proyek pipa Batang-Semarang baru saja selesai dibangun.

Dengan selesainya proyek pipa gas Cirebon-Batang berarti sepanjang Jawa sudah akan punya jaringan pipa gas.

Memang semua itu masih untuk pengusaha besar. Belum untuk rakyat secara langsung. Rakyat masih akan lama tergantung pada gas elpiji. Yang lebih mahal. Yang tidak praktis.

Dalam dunia media elpiji ibarat koran. Harus ada yang mengantar. Gas ibarat internet. Cukup dikirim lewat kabel –pipa adalah kabelnya.(Dahlan Iskan)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru