28.2 C
Jakarta
Friday, August 15, 2025

Demo Sengkuni

Nasib Sudewo kini di tangan Partai Gerindra. Terutama di fraksi partai itu di DPRD kabupaten Pati. Tapi Gerindra hanya punya enam kursi di sana. Penguasanya tetaplah PDI-Perjuangan: 14 kursi.

Kursi di DPRD Pati sangat berserakan: sampai sembilan partai yang dapat kursi. Maka dengan 14 kursi PDI-Perjuangan pun hanya minoritas.

Sudewo sendiri, saat maju di Pilkada barusan, didukung Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa, NasDem, Golkar, Partai Kebangkitan Nusantara, Partai Gelora, Partai Solidaritas Indonesia, dan Partai Perindo.

Suara Sudewo sangat besar: 53 persen. Dua pasangan lainnya berbagi sisanya. Rasanya faktor Jokowi sangat besar dalam kemenangan pasangan Sudewo-Chandra.

Jejak digital Sudewo menyebutkan pasangan ini sowan ke kediaman Jokowi –saat beliau masih menjabat Presiden Indonesia.

Di situ, kata jejak tersebut, Jokowi menitipkan Pati kepada Sudewo-Chandra. Agar Pati maju.

Secara khusus Jokowi titip pesan agar perikanan di Pati diperhatikan. Demikian juga produksi garamnya.

Setelah tiga hari demo besar itu lewat, kini lobi-lobi politik tentu berlangsung di bawah tanah: Sudewo dipertahankan atau dilengserkan. Kalau lengser yang akan naik adalah Chandra, wakilnya.

Tidak mudah jalan melengserkan bupati yang dipilih langsung oleh rakyat. DPRD Pati sudah menyatakan akan membentuk panitia angket. Tapi masih amat jauh untuk sampai pelengseran.

Apalagi Sudewo sudah minta maaf. Juga sudah membatalkan keputusannya untuk menaikkan pajak bumi bangunan (PBB) sampai 250 persen.

“Angka 250 persen itu sebenarnya tidak benar,” ujar Sudewo.

Tadi malam saya hubungi bupati baru Pati tersebut. Tapi ia sangat irit bicara. Posisinya saat ini memang mengharuskannya untuk tiarap dulu. “Saya akui saya salah omong. Mestinya 120 persen,” katanya.

”Salah omong’ itu terjadi di forum pertemuan dengan para camat dan Pasopati. Yang terakhir itu singkatan dari Paguyuban Solidaritas Kepala Desa dan Perangkat Desa Kabupaten Pati. Acaranya sendiri di pendopo kabupaten di hari Minggu, 18 Mei 2025.

Baca Juga :  Angka Holding

“Waktu saya salah ucap itu tidak ada staf yang saat itu juga mengingatkan,” katanya.

Pati, meskipun dikenal sangat miskin sebenarnya sudah lumayan. Pendapatan asli daerahnya Rp 450 miliar. Ketika membaca data itu saya hampir saja tidak percaya. Itu cukup besar bagi kabupaten semiskin Pati. Magetan saja PAD-nya hanya Rp 283 miliar. Sama-sama angka di tahun 2024.

Saya hampir lupa: sekecil-kecilnya Pati pernah jadi ibu kota karesidenan. Yakni ibu kota dari gabungan empat kabupaten di sekitarnya: Karesidenan Pati.

Sedang sebesar-besar Magetan tetaplah kecil –sempat terkenal hanya gara-gara ada putra daerahnya yang jadi penyiar ”Dunia dalam Berita” TVRI: Toeti Adhitama.

Dari Rp 450 miliar PAD Pati itu sumbangan dari PBB hanya Rp 30 miliar. “Sudah 14 tahun PBB di Pati tidak naik,” ujar politikus di sana. Kalau saja jadi naik 120 persen angka itu akan menjadi Rp 70 miliar. Batal.

Kini Sudewo harus cari cara lain untuk menghimpun dana tambahan. Ia pasti bisa. Sudewo tergolong aktivis yang militan. Sejak dari masih mahasiswa teknik sipil UNS sampai menjadi manusia pergerakan. Ia pernah aktif di keluarga besar Marhaenis. Lalu masuk Demokrat. Namanya besar di Demokrat: salah satu ketua pimpinan pusat.

Sudewo adalah operator lapangan sampai ia bisa membuat Anas Urbaningrum terpilih sebagai ketua umum partai Demokrat –padahal kurang mendapat restu Pak SBY.

Sudewo pun terpilih sebagai anggota DPR dari Demokrat. Di Komisi V. Jaringan politiknya di daerah sangat kuat: ia membawahkan bidang kaderisasi dan pemenangan Pemilu.

Sudewo lahir di Pati. Istrinya orang Pacitan –keluarga pengusaha bus di sana. Bus-nya banyak. Jurusan Pacitan-Ponorogo. Pacitan-Surabaya. Pacitan-Solo. Pacitan – Jakarta. Karena itu Sudewo pernah menjadi ketua tim sukses pemenangan bupati Pacitan.

Baca Juga :  VakNus Terakhir

Setelah Anas terlempar dari Demokrat, Sudewo absen dari politik. Empat tahun kemudian ia nongol di Gerindra. Ia berhasil menjadi anggota DPR Gerindra dari dapil Pati dan sekitarnya. Lalu maju jadi calon bupati Pati. Terpilih.

Dengan latar belakang politik seperti itu jabatan bupati terasa ”kecil” bagi Sudewo. Maka ia sangat percaya diri. Sampai agak berlebihan: berani menaikkan PBB begitu tinggi.

Ketika ada ancaman demo pun Sudewo menganggap biasa saja. “Jangankan 5.000 orang, 50.000 pendemo pun akan saya hadapi,” katanya seperti banyak dikutip media. Ia pun menduga ada nama Yayak Gundul di belakang rencana demo itu. Maka si Gundul (Nama aslinya: Cahaya Basuki) merasa ditantang. Ia pun mengancam akan benar-benar mengerahkan 50.000 orang.

Sudewo kembali merasa salah ucap. Harusnya seorang bupati tidak perlu menantang begitu. Maka ia pun minta maaf dan mencabut ucapannya.

Tidak hanya minta maaf. Sudewo juga mengadakan pertemuan dengan Yayak Gundul. Di sebuah restoran. Mereka berdamai. Bersahabat. Yayak berubah sikap. Ingin ikut membuat Pati maju.

Pertemuan itu justru menjadi fitnah. Beberapa aktivis di Pati marah. Setidaknya Ahmad Husein dan Teguh Istiyanto. Keduanya dari Aliansi Masyarakat Pati Bersatu.

Mereka menggelar demo bahwa Yayak bukanlah perwakilan mereka. Bahkan demo ini memberi gelar ke Yayak sebagai ”Sengkuni” –tokoh pewayangan yang berhati licik.

Tanpa Yayak Gundul demo tetap meledak. Memang tidak jadi 50.000 tapi mengkristal lebih keras. Ricuh. Lempar-lempar. Sampai ada yang cedera.

Faktor ”Sengkuni” menjadi tambahan bensin. Misinya pun bergeser. Dari tolak kenaikan PBB ke lengserkan Sudewo.

Sisi baiknya: nama Pati kini terkenal ke seluruh Indonesia –melebihi Magetan. (Dahlan Iskan).

Nasib Sudewo kini di tangan Partai Gerindra. Terutama di fraksi partai itu di DPRD kabupaten Pati. Tapi Gerindra hanya punya enam kursi di sana. Penguasanya tetaplah PDI-Perjuangan: 14 kursi.

Kursi di DPRD Pati sangat berserakan: sampai sembilan partai yang dapat kursi. Maka dengan 14 kursi PDI-Perjuangan pun hanya minoritas.

Sudewo sendiri, saat maju di Pilkada barusan, didukung Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa, NasDem, Golkar, Partai Kebangkitan Nusantara, Partai Gelora, Partai Solidaritas Indonesia, dan Partai Perindo.

Suara Sudewo sangat besar: 53 persen. Dua pasangan lainnya berbagi sisanya. Rasanya faktor Jokowi sangat besar dalam kemenangan pasangan Sudewo-Chandra.

Jejak digital Sudewo menyebutkan pasangan ini sowan ke kediaman Jokowi –saat beliau masih menjabat Presiden Indonesia.

Di situ, kata jejak tersebut, Jokowi menitipkan Pati kepada Sudewo-Chandra. Agar Pati maju.

Secara khusus Jokowi titip pesan agar perikanan di Pati diperhatikan. Demikian juga produksi garamnya.

Setelah tiga hari demo besar itu lewat, kini lobi-lobi politik tentu berlangsung di bawah tanah: Sudewo dipertahankan atau dilengserkan. Kalau lengser yang akan naik adalah Chandra, wakilnya.

Tidak mudah jalan melengserkan bupati yang dipilih langsung oleh rakyat. DPRD Pati sudah menyatakan akan membentuk panitia angket. Tapi masih amat jauh untuk sampai pelengseran.

Apalagi Sudewo sudah minta maaf. Juga sudah membatalkan keputusannya untuk menaikkan pajak bumi bangunan (PBB) sampai 250 persen.

“Angka 250 persen itu sebenarnya tidak benar,” ujar Sudewo.

Tadi malam saya hubungi bupati baru Pati tersebut. Tapi ia sangat irit bicara. Posisinya saat ini memang mengharuskannya untuk tiarap dulu. “Saya akui saya salah omong. Mestinya 120 persen,” katanya.

”Salah omong’ itu terjadi di forum pertemuan dengan para camat dan Pasopati. Yang terakhir itu singkatan dari Paguyuban Solidaritas Kepala Desa dan Perangkat Desa Kabupaten Pati. Acaranya sendiri di pendopo kabupaten di hari Minggu, 18 Mei 2025.

Baca Juga :  Angka Holding

“Waktu saya salah ucap itu tidak ada staf yang saat itu juga mengingatkan,” katanya.

Pati, meskipun dikenal sangat miskin sebenarnya sudah lumayan. Pendapatan asli daerahnya Rp 450 miliar. Ketika membaca data itu saya hampir saja tidak percaya. Itu cukup besar bagi kabupaten semiskin Pati. Magetan saja PAD-nya hanya Rp 283 miliar. Sama-sama angka di tahun 2024.

Saya hampir lupa: sekecil-kecilnya Pati pernah jadi ibu kota karesidenan. Yakni ibu kota dari gabungan empat kabupaten di sekitarnya: Karesidenan Pati.

Sedang sebesar-besar Magetan tetaplah kecil –sempat terkenal hanya gara-gara ada putra daerahnya yang jadi penyiar ”Dunia dalam Berita” TVRI: Toeti Adhitama.

Dari Rp 450 miliar PAD Pati itu sumbangan dari PBB hanya Rp 30 miliar. “Sudah 14 tahun PBB di Pati tidak naik,” ujar politikus di sana. Kalau saja jadi naik 120 persen angka itu akan menjadi Rp 70 miliar. Batal.

Kini Sudewo harus cari cara lain untuk menghimpun dana tambahan. Ia pasti bisa. Sudewo tergolong aktivis yang militan. Sejak dari masih mahasiswa teknik sipil UNS sampai menjadi manusia pergerakan. Ia pernah aktif di keluarga besar Marhaenis. Lalu masuk Demokrat. Namanya besar di Demokrat: salah satu ketua pimpinan pusat.

Sudewo adalah operator lapangan sampai ia bisa membuat Anas Urbaningrum terpilih sebagai ketua umum partai Demokrat –padahal kurang mendapat restu Pak SBY.

Sudewo pun terpilih sebagai anggota DPR dari Demokrat. Di Komisi V. Jaringan politiknya di daerah sangat kuat: ia membawahkan bidang kaderisasi dan pemenangan Pemilu.

Sudewo lahir di Pati. Istrinya orang Pacitan –keluarga pengusaha bus di sana. Bus-nya banyak. Jurusan Pacitan-Ponorogo. Pacitan-Surabaya. Pacitan-Solo. Pacitan – Jakarta. Karena itu Sudewo pernah menjadi ketua tim sukses pemenangan bupati Pacitan.

Baca Juga :  VakNus Terakhir

Setelah Anas terlempar dari Demokrat, Sudewo absen dari politik. Empat tahun kemudian ia nongol di Gerindra. Ia berhasil menjadi anggota DPR Gerindra dari dapil Pati dan sekitarnya. Lalu maju jadi calon bupati Pati. Terpilih.

Dengan latar belakang politik seperti itu jabatan bupati terasa ”kecil” bagi Sudewo. Maka ia sangat percaya diri. Sampai agak berlebihan: berani menaikkan PBB begitu tinggi.

Ketika ada ancaman demo pun Sudewo menganggap biasa saja. “Jangankan 5.000 orang, 50.000 pendemo pun akan saya hadapi,” katanya seperti banyak dikutip media. Ia pun menduga ada nama Yayak Gundul di belakang rencana demo itu. Maka si Gundul (Nama aslinya: Cahaya Basuki) merasa ditantang. Ia pun mengancam akan benar-benar mengerahkan 50.000 orang.

Sudewo kembali merasa salah ucap. Harusnya seorang bupati tidak perlu menantang begitu. Maka ia pun minta maaf dan mencabut ucapannya.

Tidak hanya minta maaf. Sudewo juga mengadakan pertemuan dengan Yayak Gundul. Di sebuah restoran. Mereka berdamai. Bersahabat. Yayak berubah sikap. Ingin ikut membuat Pati maju.

Pertemuan itu justru menjadi fitnah. Beberapa aktivis di Pati marah. Setidaknya Ahmad Husein dan Teguh Istiyanto. Keduanya dari Aliansi Masyarakat Pati Bersatu.

Mereka menggelar demo bahwa Yayak bukanlah perwakilan mereka. Bahkan demo ini memberi gelar ke Yayak sebagai ”Sengkuni” –tokoh pewayangan yang berhati licik.

Tanpa Yayak Gundul demo tetap meledak. Memang tidak jadi 50.000 tapi mengkristal lebih keras. Ricuh. Lempar-lempar. Sampai ada yang cedera.

Faktor ”Sengkuni” menjadi tambahan bensin. Misinya pun bergeser. Dari tolak kenaikan PBB ke lengserkan Sudewo.

Sisi baiknya: nama Pati kini terkenal ke seluruh Indonesia –melebihi Magetan. (Dahlan Iskan).

Terpopuler

Artikel Terbaru