POLITIK identitas akhirnya menjadi andalan dua calon presiden. Itu terlihat di hari terakhir masa kampanye.
Sabtu kemarin, incumbent Tayeb Erdogan sembahyang di masjid yang Anda sudah tahu: Hagia Sophia. Bersama puluhan ribu pendukungnya.
Penantangnya, Kemal Kılıçdaroğlu, ke makam Mustafa Kemal Ataturk. Anda sudah tahu: Ataturk –artinya, bapak Turkiye– adalah tokoh yang mengakhiri sistem kekuasaan khilafah di sana. Ia pendiri republik Turkiye.
Waktu itu begitu bobrok pemerintahan kekhalifahan Ustmani. Khususnya pada khalifah yang belakangan. Rakyat muak. Kemal Ataturk muncul. Khalifah ia tumbangkan, 1923. Sampai ke akarnya: agama. Maka jadilah Turkiye negara sekuler. Dengan sistem demokrasi.
Ataturk berprinsip revolusi itu baru berhasil kalau bisa membongkar sampai ke akarnya. Itulah yang membuat para pemuda di balik revolusi kemerdekaan Indonesia kecewa: revolusi kemerdekaan tidak berhasil menghilangkan budaya Jawa, feodalisme.
Masjid Hagia Sophia adalah lambang Islamisasi Turkiye yang dilaksanakan Erdogan. Di zaman Ataturk, Hagia Sophia adalah museum. Oleh Erdogan diubah menjadi masjid.
Bangunan indah itu didirikan sebagai gereja: di zaman kekaisaran Romawi. Lalu diubah menjadi masjid di zaman kekhalifahan Ustmani. Lantas diubah menjadi museum di zaman Kemal Ataturk.
Dengan berdoa di masjid Hagia Sophia tahulah siapa identitas Erdogan.
Dengan ziarah ke makam Ataturk, tahulah siapa identitas Kılıçdaroğlu.
Pencoblosan suaranya sendiri dilangsungkan hari Minggu kemarin. Inilah Pemilu yang bersamaan dengan 100 tahun usia republik.
Pagi ini, waktu Indonesia, hasilnya sudah bisa diketahui: apakah Erdogan kembali jadi presiden Turkiye. Pun setelah 20 tahun berkuasa. Atau diganti presiden yang sekuler.
Dalam sejarah kekuasaannya, baru sekarang ini Erdogan punya pesaing yang sangat kuat. Hasil jajak pendapat silih berganti. Tidak ada yang unggul terus-menerus.
Tanda tanda Erdogan kritis sudah terlihat di Pilkada terakhir. Jago Erdogan kalah di dua kota utama: Ankara dan Istanbul. Dua wali kota itu di Pilpres sekarang ini memihak Kemal.
Erdogan pun mengeluarkan senjata yang bukan main hebatnya: kalau ia terpilih lagi rakyat akan mendapatkan gas secara gratis. Ini gila. Tapi rakyat percaya pada Erdogan. Semua janji kampanyenya, di masa yang lalu-lalu, dilaksanakan.
Di dunia, baru di Turkiye ini gas untuk dapur rakyat digratiskan. Pemilih di Turkiye 64 juta orang, yang 4 juta pemilih luar negeri –yang dua juta di Jerman.
Erdogan menjelaskan bagaimana ia bisa menjanjikan gas gratis itu. Turkiye baru saja menemukan cadangan gas alam yang sangat besar. Besar sekali. Itu, kata Erdogan, pemberian Allah untuk rakyat Turkiye.
Di masa pemerintahan Erdogan, Turkiye mengalami kemajuan pesat dalam penguasaan teknologi. Turkiye sudah mampu mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber gas alam. Rakyat negeri itu juga bangga Turkiye sudah bisa memproduksi sendiri mobil listrik, pesawat, kapal, dan satelit. Banyak lagi. Kereta cepat dibangun. Jalan tol baru di mana-mana.
Tapi ekonomi Turkiye lagi dihantam masalah. Terutama tiga tahun terakhir. Harga-harga naik drastis. Inflasinya sampai 40 persen. Mata uang Turkiye merosot tajam.
Itu akibat kebijakan Erdogan yang anti bunga tinggi. Ia mengambil jalan yang bertolak belakang dengan teori ekonomi yang diterapkan di Barat. Bank sentral Turkiye tidak boleh lagi independen. Arus kredit, suku bunga, pengendalian inflasi pindah ke tangan pemerintah.
Di saat ekonomi begitu sulit, Turkiye menampung banyak pengungsi dari Syria. Juga dari Sudan dan Libya. Jumlahnya mencapai 4 juta orang. Mereka mulai kerasan di Turkiye. Mereka ikut memakan kue nasional rakyat Turkiye. Apalagi pemerintah memberi BLT pada para pengungsi itu.
Rakyat Turkiye pun marah. Menjelang Pilpres soal pengungsi menjadi isu politik. Kemal menjanjikan akan memulangkan paksa mereka. Dalam waktu dua tahun. Erdogan juga akan memulangkan mereka. Tapi secara sukarela dan kemanusiaan.
Sebenarnya ada empat capres di sana. Yang satu mengundurkan diri di tahap-tahap akhir: Muharrem İnce. Satunya lagi masih nekat meski tercecer jauh di belakang: Sinan Oğan. Ogan adalah calon yang paling muda, 56 tahun. Anggota DPR.
Mengingat ketatnya persaingan, kelihatannya tidak akan ada yang bisa mendapat suara lebih 50 persen. Berarti Pilpresnya akan dua putaran.
Pilpres di sana tidak pakai pasangan. Tidak ada cawapres. Pilpres ini juga sekaligus Pileg: memilih 600 anggota DPR. Daftar calonnya ditentukan oleh partai.
Janji Erdogan menggratiskan gas itu rupanya dianggap belum cukup ampuh. Terutama untuk mengejar suara di atas 50 persen.
Maka seminggu sebelum Pilpres, Erdogan bikin kejutan sapujagat: menaikkan gaji pegawai negeri. Kenaikannya tidak tanggung-tanggung: 45 persen.
Gas gratis masih di awang-awang. Kenaikan gaji bisa langsung di-horee.
Hasilnya: baca kolom komentar pagi ini. Para komentator bisa mengetahui siapa presiden Turkiye yang baru. Juga bisa diketahui siapa komentator yang memenangkan kecepatan mendapatkan hasilnya.(Dahlan Iskan)