APAKAH bangunan rumah yang sepenuhnya sudah mengikuti teori feng shui dijamin sukses? Demikian juga kantor? Pabrik?
Itulah salah satu pertanyaan pengusaha yang hadir di acara Disway Business Forum tentang feng shui di Universitas Ciputra Sabtu lalu.
Penyelenggaranya Harian Disway. Moderatornya bergantian: ahli family constitution Dr Hadi Cahyadi dari Universitas Tarumanagara dan seseorang yang Anda sudah tahu.
Pembicaranya tunggal: Dr Ir Sidhi Wiguna Teh.
Ia seorang arsitek yang membuat feng shui menjadi ilmiah: jadi disertasi gelar doktornya di Universitas Parahyangan Bandung.
Ia didampingi Ir Budi Kurniawan, arsitek lulusan UK Petra Surabaya yang juga praktisi feng shui.
“Saya ini muridnya Dr Sidhi,” katanya.
Sidhi menjawab pertanyaan pengusaha itu dengan menampilkan foto-foto: kapal layar dalam berbagai situasi di laut. Salah satunya di laut yang amat tenang dengan layar terkembang penuh.
“Apakah kapal seperti itu masih bisa tenggelam?” tanya Sidhi kepada yang memenuhi Dian auditorium – Dian diambil dari nama istri Ir Ciputra.
“Bisa!” jawab salah satu pengusaha properti yang duduk di deretan paling depan.
“Kenapa bisa?”
“Kalau kapalnya bocor,” jawabnya.
Sidhi membenarkan jawaban yang cerdas itu. Ada kapal tenggelam karena badai. Gelombang besar. Menabrak karang. Tapi kapal layar yang berada di laut yang teduh pun masih bisa tenggelam.
Bocor.
Gambaran kapal layar di laut yang teduh itu ibarat rumah yang secara feng shui sudah sempurna. Tapi kalau kapalnya bocor tenggelam juga.
“Jadi biar pun feng shui-nya sudah bagus pemiliknya jangan bocor,” katanya.
”Bocor” di situ sebagai gambaran orangnya yang jahat, malas, ceroboh, tidak bisa mengendalikan emosi dan deretan sikap tidak terpuji lainnya.
Dengan feng shui, kata Sidhi, bisa membantu. Ketika angin baik feng shui ibarat layar yang berkembang penuh: menambah laju.
“Sebaliknya, kalau keadaan membuatnya harus jatuh, jatuhnya tidak terlalu fatal,” katanya.
Ada juga yang bertanya soal feng shui lokasi. Kawasan. Bukan individu bangunan.
“Mengapa usaha di sepanjang sisi barat Jalan Pucang Anom Timur Surabaya umumnya kurang berhasil. Mengapa yang di sisi timur lebih banyak yang berhasil,” katanya. “Hal yang sama juga terjadi di sepanjang Jalan Raya Darmo,” katanya.
Hadirin pun tertawa riuh. Pertanyaan peserta umumnya memang menyangkut hal-hal yang konkret seperti itu.
“Saya tadi pusing memperhatikan teori-teori feng shui,” kata peserta yang lain. “Saya tadi sudah memperhatikan sungguh-sungguh. Tetap tidak mengerti,” tambahnya.
Dr Sidhi memang menjelaskan berbagai perbedaan teori di sekitar feng shui. Masalah nasib yang terkait shio, misalnya, itu tidak bisa disebut feng shui.
Pun hubungan antara nama dan keberuntungan. Itu bukan feng shui. “Buku tentang feng shui yang beredar sekarang umumnya tidak bisa disebut buku feng shui,” ujar Sidhi.
Sidhi menyerahkan jawaban soal Jalan Pucang Anom dan Raya Darmo tadi pada Budi.
“Rasanya itu lebih terkait pada teknis tata kota yang kurang pro-bisnis,” ujar Budi.
“Di Jalan Pucang Anom Timur sulit mencari U-Turn,” tambahnya. Mobil dari selatan sulit berputar balik.
Berarti para pengusaha di sisi barat di dua jalan tersebut harus membentuk asosiasi. Lalu melobi wali kota. Bikin usulan. Arus lalu-lintas memang sangat berpengaruh pada nasib pedagangnya.
Salah satu pertanyaan peserta, Maria Wardhani, menyangkut ”petungan” di budaya Jawa: apakah sama dengan feng shui. Dia menceritakan bagaimana kota Yogyakarta ditata berdasar petungan Jawa. Maria adalah arsitek lulusan S2 Cultural Landscape Architecture di Jean Monnet Universite, Prancis.
“Petungan sangat mirip dengan feng shui,” ujar Sidhi. Bahkan Sidhi berharap ada arsitek yang secara serius mempelajari petungan.
“Saya pernah diskusi petungan sangat intensif dengan seorang arsitek dari ITS. Sayang beliau meninggal dunia,” ujar Sidhi. Yang dimaksud Sidhi adalah Prof Dr Ir Josef Prijotomo MArch.
Sidhi pernah menyarankan kepada Prof Josef itu. Agar ia membuat terobosan: menjadikan petungan Jawa sebagai mata kuliah di prodi arsitektur.
Jangan kalah dengan feng shui yang sudah diajarkan di beberapa universitas swasta seperti Tarumanagara.
Meski jadi moderator, Hadi Cahyadi tidak tahan untuk tidak mengajukan pertanyaan. Ia adalah direktur pusat riset perusahaan keluarga di Untar.
“Apakah kelak akan ada aplikasi feng shui? Kita tinggal masukkan tanggal lahir, shio, dan data lokasi. Klik. Muncul saran-saran di aplikasi,” katanya.
“Mungkin saja,” jawab Sidhi.
Rasanya waktu seperti tidak cukup. Banyak pertanyaan soal posisi tangga, pintu, air mancur, dan yang serbapraktis seperti itu.
Sidhi berharap feng shui kelak bisa seperti akupunktur: diakui oleh barat. Jalan ke arah sana mulai kelihatan. Lewat pengertian art yang sebenarnya. Art tidak hanya berarti seni. Juga berarti kepiawaian tingkat tinggi.
Feng shui adalah salah satu dari lima art dari timur.
Art berasal dari artes liberales. Dalam bahasa Mandarin ”art” disebut ”shu”. Artinya: kepiawaian. (Dahlan Iskan)