27.3 C
Jakarta
Saturday, April 20, 2024

Kewajiban Reklamasi Jangan Diabaikan

PALANGKA
RAYA
-Setiap
perusahaan yang beroperasi di Kalteng, terutama yang bergerak pada sektor
pertambangan, memiliki kewajiban untuk melaksanakan reklamasi setelah mengeruk
sumber daya alam (SDA). Hal ini menjadi perhatian serius wakil rakyat di DPRD
Kalteng. Setiap perusahaan yang mengeruk kekayaan alam dari tanah Kalteng ini
kembali diingatkan akan kewajiban membuat reklamasi.

“Sejauh ini kami belum
mendapat laporan terkait adanya perusahaan di Kalteng yang tidak melakukan
reklamasi,” kata Wakil Ketua II DPRD Kalteng Jimmy Carter kepada media di
Gedung DPRD Kalteng, Jumat (17/1).

Jika ada perusahaan
yang belum melakukan reklamasi, lanjut politikus Partai Demokrat itu, maka pihaknya
tak segan-segan akan memanggil perusahaan bersangkutan untuk memberi
klarifikasi dan lainnya.

“Kami tentu akan
memberikan masukan. Apakah yang belum direklamasi ini mungkin belum dianggap
fit atau masih ada cadangannya. Kemungkinan sebagaian besar begitu. Terkadang orang
awam melihat bahwa lokasi itu belum direkmalasi. Akan tetapi, mungkin secara teknis
ada cadangan yang masih bisa diambil oleh perusahaan, sehingga lubang itu belum
di-backfill oleh perusahaan penambang,” terangnya.

Baca Juga :  Pandemi, Perempuan Harus Miliki Rasa Optimistis

Apabila nanti ada
laporan masuk, kata Jimmy, maka pihaknya akan melakukan peninjauan langsung ke lapangan,
berkoordinasi dengan pihak perusahaan untuk mendapatkan alasan yang jelas
terkait hal itu. Disebutkannya, pada umumnya perusahaan lambat melakukan
reklamasi, karena masih adanya cadangan yang bisa diambil dari lubang bekas
tambang tersebut.

Menurut putra dari
wilayah aliran Sungai Barito ini, saat ini transportasi angkutan tambang bisa
dikatakan lumayan lancar. Meski demikian, masih ada beberapa perusahaan yang
terkendala rencana kerja anggaran biaya (RKAB) yang belum disahkan.

“Sebab, ada sebagian
perusahaan yang belum menerima RKAB dari ESDM meskipun sudah melakukan
presentasi. Sehingga untuk target-target belum mendapatkan persetujuan,” imbuhnya.

Selain itu, persetujuan
untuk tahun ini diturunkan secara drastis, dari sebelumnya yang mendapatkan 1
juta metric ton, saat ini hanya mendapatkan 100 ribu metrik ton.

“Kami pun belum tahu alasannya.
Inilah yang menjadi tugas kami ke depan, yaitu melakukan RDP dengan kepala
dinas ESDM untuk mengetahui alasan penurunan itu,” lanjut Jimmy.

Baca Juga :  Ketua DPRD: Pemerintah Jangan Hanya Fokus Corona, Perhatikan Juga Kelu

Dengan menurunnya hasil
tambang yang diperoleh perusahaan, tentu akan sangat berdampak pada royalti dan
lainnya. Jika target kuota menurun dan produksi menurun, otomatis royalti dan
lain-lain akan ikut menurun. Begitu pun sebaliknya. Sangat dipengaruhi oleh
besar kecilnya produksi.

“Sebab tambang ini
tidak mungkin bayar duluan. Pasti ada pengapalan, loding, hasil final setelah
loding dan lain-lain sehingga dibayarkan royaltinya sebesar 5 persen,”
tuturnya.

Perusahaan-perusahaan
yang beroperasi di wilayah DAS Barito pada umumnya sangat tergantung atau mengandalkan
Sungai Barito. Akan tetapi, persoalan akan muncul tatkala debit air sungai
menurun. Karena itu, Jimmy mengharapkan adanya jalur alternatif bagi perusahaan
selain menempuh jalur sungai. Pemerintah daerah dituntut untuk bisa memikirkan
solusi untuk mengatasi persoalan seperti itu. Misalnya, membangun bendungan untuk
menstabilkan debit air sungai. Dengan demikian transportasi jalur sungai tak
terganggu karena menyurutnya debit air. (nue/ce/ala)

PALANGKA
RAYA
-Setiap
perusahaan yang beroperasi di Kalteng, terutama yang bergerak pada sektor
pertambangan, memiliki kewajiban untuk melaksanakan reklamasi setelah mengeruk
sumber daya alam (SDA). Hal ini menjadi perhatian serius wakil rakyat di DPRD
Kalteng. Setiap perusahaan yang mengeruk kekayaan alam dari tanah Kalteng ini
kembali diingatkan akan kewajiban membuat reklamasi.

“Sejauh ini kami belum
mendapat laporan terkait adanya perusahaan di Kalteng yang tidak melakukan
reklamasi,” kata Wakil Ketua II DPRD Kalteng Jimmy Carter kepada media di
Gedung DPRD Kalteng, Jumat (17/1).

Jika ada perusahaan
yang belum melakukan reklamasi, lanjut politikus Partai Demokrat itu, maka pihaknya
tak segan-segan akan memanggil perusahaan bersangkutan untuk memberi
klarifikasi dan lainnya.

“Kami tentu akan
memberikan masukan. Apakah yang belum direklamasi ini mungkin belum dianggap
fit atau masih ada cadangannya. Kemungkinan sebagaian besar begitu. Terkadang orang
awam melihat bahwa lokasi itu belum direkmalasi. Akan tetapi, mungkin secara teknis
ada cadangan yang masih bisa diambil oleh perusahaan, sehingga lubang itu belum
di-backfill oleh perusahaan penambang,” terangnya.

Baca Juga :  Pandemi, Perempuan Harus Miliki Rasa Optimistis

Apabila nanti ada
laporan masuk, kata Jimmy, maka pihaknya akan melakukan peninjauan langsung ke lapangan,
berkoordinasi dengan pihak perusahaan untuk mendapatkan alasan yang jelas
terkait hal itu. Disebutkannya, pada umumnya perusahaan lambat melakukan
reklamasi, karena masih adanya cadangan yang bisa diambil dari lubang bekas
tambang tersebut.

Menurut putra dari
wilayah aliran Sungai Barito ini, saat ini transportasi angkutan tambang bisa
dikatakan lumayan lancar. Meski demikian, masih ada beberapa perusahaan yang
terkendala rencana kerja anggaran biaya (RKAB) yang belum disahkan.

“Sebab, ada sebagian
perusahaan yang belum menerima RKAB dari ESDM meskipun sudah melakukan
presentasi. Sehingga untuk target-target belum mendapatkan persetujuan,” imbuhnya.

Selain itu, persetujuan
untuk tahun ini diturunkan secara drastis, dari sebelumnya yang mendapatkan 1
juta metric ton, saat ini hanya mendapatkan 100 ribu metrik ton.

“Kami pun belum tahu alasannya.
Inilah yang menjadi tugas kami ke depan, yaitu melakukan RDP dengan kepala
dinas ESDM untuk mengetahui alasan penurunan itu,” lanjut Jimmy.

Baca Juga :  Ketua DPRD: Pemerintah Jangan Hanya Fokus Corona, Perhatikan Juga Kelu

Dengan menurunnya hasil
tambang yang diperoleh perusahaan, tentu akan sangat berdampak pada royalti dan
lainnya. Jika target kuota menurun dan produksi menurun, otomatis royalti dan
lain-lain akan ikut menurun. Begitu pun sebaliknya. Sangat dipengaruhi oleh
besar kecilnya produksi.

“Sebab tambang ini
tidak mungkin bayar duluan. Pasti ada pengapalan, loding, hasil final setelah
loding dan lain-lain sehingga dibayarkan royaltinya sebesar 5 persen,”
tuturnya.

Perusahaan-perusahaan
yang beroperasi di wilayah DAS Barito pada umumnya sangat tergantung atau mengandalkan
Sungai Barito. Akan tetapi, persoalan akan muncul tatkala debit air sungai
menurun. Karena itu, Jimmy mengharapkan adanya jalur alternatif bagi perusahaan
selain menempuh jalur sungai. Pemerintah daerah dituntut untuk bisa memikirkan
solusi untuk mengatasi persoalan seperti itu. Misalnya, membangun bendungan untuk
menstabilkan debit air sungai. Dengan demikian transportasi jalur sungai tak
terganggu karena menyurutnya debit air. (nue/ce/ala)

Terpopuler

Artikel Terbaru