27.1 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

PT KMA Disebut Selalu Benturkan Masyarakat dan Aparat

SAMPIT, PROKALTENG.CO Konflik antara
perusahaan perkebunan sawit PT Karya Makmur Abadi (KMA) dan warga Desa
Pahirangan Kecamatan Mentaya Hulu kembali terjadi. Bahkan sempat terjadi adu
mulut antara anggota DPRD Kabupaten Kotim, M Abadi, dengan manajemen perusahaan
dan aparat kepolisian yang bertugas melakukan pengamanan di perusahaan
tersebut. 

Abadi, yang juga Ketua
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini bersama-sama warga melakukan klaim
lahan. Salah satunya untuk menuntut kewajiban plasma yang harus direalisasikan perusahaan
PT KMA. Pasalnya, aturan mengenai plasma ini sangat jelas dan juga berdasarkan
apa yang telah ditentukan oleh pemerintah. Bahkan Direktur PT KMA telah membuat
pernyataan tertulis dan sudah tercantum dalam SK HGU.

“Setelah saya lakukan
pengecekan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kotim juga, sudah
didaftarkan di dalam warkah pertanahan Kotim pada saat pendaftaran SK HGU dan
telah dicatat dalam bidang sertifikat HGU PT KMA,” ujar Abadi, Jumat
(5/2).

Menurutnya konflik antara
perusahaan perkebunan sawit PT KMA terjadi sekitar Senin, 4 Januari 2021 lalu.
Di mana saat itu warga sedang melakukan aksi pendudukan paksa lahan perkebunan
tersebut, tetapi tidak berselang lama mereka didatangi petugas kepolisian
bersenjata lengkap bersama pihak perusahaan.

Di situ pihak perusahaan
meminta mereka untuk segera membubarkan diri dari aksi tersebut, tetapi  warga bersama dengan Abadi itu tetap
bersikukuh dengan sikapnya.

“Saya memang berada di pihak
masyarakat, dan sebenarnya aksi itu bukan anarkis tetapi bagaimana perusahaan
ini bisa duduk bersama untuk merealisasikan kewajibannya terhadap masyarakat. Saya
bilang kita ini tidak mau berbuat pidana, kita ini tahu aturan, tapi kalau
masyarakat kita ini diinjak-injak saya harus membantu mereka,” tegas
Abadi.

Baca Juga :  Pembangunan Kotim ke Depannya Diarahkan Pada Hilirisasi Industri

Dia menyebutkan, kehadiran
perusahan itu sudah tidak sesuai dengan komitmen awal. Bahkan tindak tanduk
perusahaan baginya sudah diketahuinya. Ia juga menyayangkan sikap perusahaan di
mana selalu membenturkan pihak aparat penegak hukum dengan masyarakat. Hal
semacam ini selalu terulang dan bahkan terkesan menjadi legitimasi dalam
menghadapi konflik dengan warga. 

“Kami awalnya
berharap hadirnya PT KMA dapat memikirkan nasib masyarakat yang hampir
tidak makan ini, tetapi dalam perjalanannya terjadi seperti ini. Bahkan selama
ini kami masyarakat selalu dibenturkan dengan aparat penegak hukum,” jelasnya.

Abadi sendiri mengaku kasihan
dengan aparat penegak hukum yang selalu jadi sasaran buruknya kalau ada
sengketa seperti ini. “Seharusnya perusahaan lapor ke pemerintah daerah dan
aparat penegak hukum turun hanya untuk mengamankan saja,” ucap Abadi.

Ia juga menolak kalau
dirinya dianggap melanggar hukum karena bersama masyarakat melakukan aksi di
lapangan. Bahkan dirinya siap bertanggung jawab secara hukum apabila memang
aksi mereka itu adalah pidana dan anarkis. 

“Saya di sini sebagai
anggota DPRD dan merupakan wakil rakyat dan saya satu kali 24 jam bersama
masyarakat, tetapi pihak perusahaan menyebukan aksi itu merupakan perbuatan
pelanggaran hukum,” jelasnya.

Padahal, lanjutnya, sebelum
melakukan aksi, pihaknya juga sudah bersurat kepada penegak hukum untuk
mengamankan aksi tersebut. “Kami dibilang melanggar itu saya tidak masalah,
saya siap diangkut diproses hukum, kalau memang kami ini melanggar
aturan,” terangnya.

Baca Juga :  Dari 11 Produk Hukum, 9 Sudah Tuntas dan 2 Sedang Dibahas

Dirinya juga berharap
pemerintah daerah dan pihak terkait lainnya agar segera turun tangan untuk
membuka mata hati pihak perusahaan dalam menyelesaikan permasalahan yang
terjadi antara masyarakat Desa Pahirangan dan PT KMA ini. Dia juga berharap pihak
yang mempunyai wewenang agar membantu penyelesaian termasuk instansi penegak
hukum baik kejaksaan dan kepolisian beserta BPN Kotim.

“Kami berharap mereka
dapat membantu menyelesaikan permasalahan tersebut mengingat pada tahun ini
telah ada kerja sama dalam rangka memberantas mafia tanah, sehingga pada saat
mengetahui permasalahan yang ada agar bisa bersama-sama menyelesaikan tidak
harus menunggu laporan lagi,” harapnya.

Abadi juga menambahkan,
perusahaan PT KMA muncul diperuntukkan membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat
di sekitar perusahaan. Kalau mereka sudah tidak sesuai dengan komitmen awal
masuk ke daerah ini, maka harus ditindak tegas oleh pemerintah maupun aparat
penegak hukum. Pasalnya jika dibiarkan terus menerus, perusahaan lain akan melakukan
hal serupa.

“Kita bukan mempersulit
investor perusahaan di daerah, tapi perusahaan harus mentaati peraturan. Di
mana salah satu syarat berdirinya perusahaan perkebunan yaitu memberikan lahan
plasma, terhadap masyarakat sekitar, maka itu harus dir
ealisasikan oleh
pihak perusahaan apalagi la
han tersebut merupakan lahan HGU,” tutupnya.

SAMPIT, PROKALTENG.CO Konflik antara
perusahaan perkebunan sawit PT Karya Makmur Abadi (KMA) dan warga Desa
Pahirangan Kecamatan Mentaya Hulu kembali terjadi. Bahkan sempat terjadi adu
mulut antara anggota DPRD Kabupaten Kotim, M Abadi, dengan manajemen perusahaan
dan aparat kepolisian yang bertugas melakukan pengamanan di perusahaan
tersebut. 

Abadi, yang juga Ketua
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini bersama-sama warga melakukan klaim
lahan. Salah satunya untuk menuntut kewajiban plasma yang harus direalisasikan perusahaan
PT KMA. Pasalnya, aturan mengenai plasma ini sangat jelas dan juga berdasarkan
apa yang telah ditentukan oleh pemerintah. Bahkan Direktur PT KMA telah membuat
pernyataan tertulis dan sudah tercantum dalam SK HGU.

“Setelah saya lakukan
pengecekan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kotim juga, sudah
didaftarkan di dalam warkah pertanahan Kotim pada saat pendaftaran SK HGU dan
telah dicatat dalam bidang sertifikat HGU PT KMA,” ujar Abadi, Jumat
(5/2).

Menurutnya konflik antara
perusahaan perkebunan sawit PT KMA terjadi sekitar Senin, 4 Januari 2021 lalu.
Di mana saat itu warga sedang melakukan aksi pendudukan paksa lahan perkebunan
tersebut, tetapi tidak berselang lama mereka didatangi petugas kepolisian
bersenjata lengkap bersama pihak perusahaan.

Di situ pihak perusahaan
meminta mereka untuk segera membubarkan diri dari aksi tersebut, tetapi  warga bersama dengan Abadi itu tetap
bersikukuh dengan sikapnya.

“Saya memang berada di pihak
masyarakat, dan sebenarnya aksi itu bukan anarkis tetapi bagaimana perusahaan
ini bisa duduk bersama untuk merealisasikan kewajibannya terhadap masyarakat. Saya
bilang kita ini tidak mau berbuat pidana, kita ini tahu aturan, tapi kalau
masyarakat kita ini diinjak-injak saya harus membantu mereka,” tegas
Abadi.

Baca Juga :  Pembangunan Kotim ke Depannya Diarahkan Pada Hilirisasi Industri

Dia menyebutkan, kehadiran
perusahan itu sudah tidak sesuai dengan komitmen awal. Bahkan tindak tanduk
perusahaan baginya sudah diketahuinya. Ia juga menyayangkan sikap perusahaan di
mana selalu membenturkan pihak aparat penegak hukum dengan masyarakat. Hal
semacam ini selalu terulang dan bahkan terkesan menjadi legitimasi dalam
menghadapi konflik dengan warga. 

“Kami awalnya
berharap hadirnya PT KMA dapat memikirkan nasib masyarakat yang hampir
tidak makan ini, tetapi dalam perjalanannya terjadi seperti ini. Bahkan selama
ini kami masyarakat selalu dibenturkan dengan aparat penegak hukum,” jelasnya.

Abadi sendiri mengaku kasihan
dengan aparat penegak hukum yang selalu jadi sasaran buruknya kalau ada
sengketa seperti ini. “Seharusnya perusahaan lapor ke pemerintah daerah dan
aparat penegak hukum turun hanya untuk mengamankan saja,” ucap Abadi.

Ia juga menolak kalau
dirinya dianggap melanggar hukum karena bersama masyarakat melakukan aksi di
lapangan. Bahkan dirinya siap bertanggung jawab secara hukum apabila memang
aksi mereka itu adalah pidana dan anarkis. 

“Saya di sini sebagai
anggota DPRD dan merupakan wakil rakyat dan saya satu kali 24 jam bersama
masyarakat, tetapi pihak perusahaan menyebukan aksi itu merupakan perbuatan
pelanggaran hukum,” jelasnya.

Padahal, lanjutnya, sebelum
melakukan aksi, pihaknya juga sudah bersurat kepada penegak hukum untuk
mengamankan aksi tersebut. “Kami dibilang melanggar itu saya tidak masalah,
saya siap diangkut diproses hukum, kalau memang kami ini melanggar
aturan,” terangnya.

Baca Juga :  Dari 11 Produk Hukum, 9 Sudah Tuntas dan 2 Sedang Dibahas

Dirinya juga berharap
pemerintah daerah dan pihak terkait lainnya agar segera turun tangan untuk
membuka mata hati pihak perusahaan dalam menyelesaikan permasalahan yang
terjadi antara masyarakat Desa Pahirangan dan PT KMA ini. Dia juga berharap pihak
yang mempunyai wewenang agar membantu penyelesaian termasuk instansi penegak
hukum baik kejaksaan dan kepolisian beserta BPN Kotim.

“Kami berharap mereka
dapat membantu menyelesaikan permasalahan tersebut mengingat pada tahun ini
telah ada kerja sama dalam rangka memberantas mafia tanah, sehingga pada saat
mengetahui permasalahan yang ada agar bisa bersama-sama menyelesaikan tidak
harus menunggu laporan lagi,” harapnya.

Abadi juga menambahkan,
perusahaan PT KMA muncul diperuntukkan membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat
di sekitar perusahaan. Kalau mereka sudah tidak sesuai dengan komitmen awal
masuk ke daerah ini, maka harus ditindak tegas oleh pemerintah maupun aparat
penegak hukum. Pasalnya jika dibiarkan terus menerus, perusahaan lain akan melakukan
hal serupa.

“Kita bukan mempersulit
investor perusahaan di daerah, tapi perusahaan harus mentaati peraturan. Di
mana salah satu syarat berdirinya perusahaan perkebunan yaitu memberikan lahan
plasma, terhadap masyarakat sekitar, maka itu harus dir
ealisasikan oleh
pihak perusahaan apalagi la
han tersebut merupakan lahan HGU,” tutupnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru