32.6 C
Jakarta
Saturday, July 26, 2025

Pro-Kontra Transmigrasi di Kalteng: Dewan Dorong Moratorium dan Perbaikan Infrastruktur

NANGA BULIK, PROKALTENG -Program transmigrasi di Kalimantan Tengah kembali menjadi sorotan tajam, menyusul aksi demonstrasi yang dilakukan oleh Aliansi masyarakat dan sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) di wilayah Kalimantan.

Ketua DPRD Kabupaten Lamandau Herianto ikut bersuara terkait pro-kontra program transmigrasi di Kalteng. Menurutnya, sebelum menerima warga transmigrasi baru, pemerintah harus terlebih dahulu membenahi permasalahan di kawasan transmigrasi yang sudah ada.

Sebab, menurutnya sejumlah persoalan mendasar masih menjadi pekerjaan rumah di beberapa lokasi transmigrasi lama. Mulai dari infrastruktur hingga aspek sosial.

“Kita harus membenahi dulu transmigrasi yang sudah ada. Masih banyak yang membutuhkan infrastruktur, mata pencaharian, kejelasan batas wilayah, dan sosialisasi agar hubungan antara transmigran dan warga lokal bisa harmonis,” ujar Herianto, Jum’at (25/7).

Baca Juga :  DPRD Apresiasi Pencapaian Atlet Bina Raga Barito Utara

Dia menambahkan, salah satu perhatian utama adalah munculnya potensi kesenjangan sosial antara warga transmigrasi dan masyarakat lokal.

“Kami ingin mendorong agar tidak ada kesenjangan. Jadi, sebaiknya transmigrasi dimoratorium dulu, sampai semua persoalan itu bisa diselesaikan,” tegasnya.

Seperti halnya kata dia, yakni sejumlah infrastruktur dasar dinilai belum memadai di wilayah transmigrasi, seperti akses air bersih, jalan masuk, jalan lingkungan, hingga fasilitas pendidikan.

Selain itu, penunjang kegiatan usaha bagi warga transmigrasi juga belum tersedia secara optimal.

Tak hanya itu, persoalan batas wilayah antara kawasan transmigrasi dengan tanah milik warga lokal juga belum sepenuhnya tuntas.

“Tata batas belum jelas dengan hak-hak masyarakat setempat. Ini bisa menimbulkan konflik di kemudian hari kalau tidak diselesaikan dengan baik,” beber Herianto.

Baca Juga :  Efek Pemangkasan Anggaran Pusat, Akhmad Husain: Belum Ada Petunjuk Resmi untuk Daerah

Untuk itu, Herianto berharap sebelum ada program penempatan transmigrasi baru, pemerintah pusat maupun daerah harus fokus menyelesaikan persoalan tersebut. Agar program transmigrasi bisa benar-benar bermanfaat, berkelanjutan, dan tidak menimbulkan masalah baru.

Terpisah, salah satu warga transmigrasi Kahingai saat dibincangi media ini mengaku ia bersama beberapa temannya memilih menjadi tukang dan berjualan pentol di Kota Nanga Bulik. Ini karena di trans Kahingai dirinya tidak bisa menghasilkan uang.

“Tanaman kopi gagal. Sulit mencari uang untuk kehidupan sehari-hari kalau tetap di sana. Ada yang tidak betah, pulang, dan digantikan. Jadi, untuk bertahan hidup, saya pilih cari pekerjaan di kota, jadi tukang,” kata pria yang memohon namanya tak disebutkan. (bib)

NANGA BULIK, PROKALTENG -Program transmigrasi di Kalimantan Tengah kembali menjadi sorotan tajam, menyusul aksi demonstrasi yang dilakukan oleh Aliansi masyarakat dan sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) di wilayah Kalimantan.

Ketua DPRD Kabupaten Lamandau Herianto ikut bersuara terkait pro-kontra program transmigrasi di Kalteng. Menurutnya, sebelum menerima warga transmigrasi baru, pemerintah harus terlebih dahulu membenahi permasalahan di kawasan transmigrasi yang sudah ada.

Sebab, menurutnya sejumlah persoalan mendasar masih menjadi pekerjaan rumah di beberapa lokasi transmigrasi lama. Mulai dari infrastruktur hingga aspek sosial.

“Kita harus membenahi dulu transmigrasi yang sudah ada. Masih banyak yang membutuhkan infrastruktur, mata pencaharian, kejelasan batas wilayah, dan sosialisasi agar hubungan antara transmigran dan warga lokal bisa harmonis,” ujar Herianto, Jum’at (25/7).

Baca Juga :  DPRD Apresiasi Pencapaian Atlet Bina Raga Barito Utara

Dia menambahkan, salah satu perhatian utama adalah munculnya potensi kesenjangan sosial antara warga transmigrasi dan masyarakat lokal.

“Kami ingin mendorong agar tidak ada kesenjangan. Jadi, sebaiknya transmigrasi dimoratorium dulu, sampai semua persoalan itu bisa diselesaikan,” tegasnya.

Seperti halnya kata dia, yakni sejumlah infrastruktur dasar dinilai belum memadai di wilayah transmigrasi, seperti akses air bersih, jalan masuk, jalan lingkungan, hingga fasilitas pendidikan.

Selain itu, penunjang kegiatan usaha bagi warga transmigrasi juga belum tersedia secara optimal.

Tak hanya itu, persoalan batas wilayah antara kawasan transmigrasi dengan tanah milik warga lokal juga belum sepenuhnya tuntas.

“Tata batas belum jelas dengan hak-hak masyarakat setempat. Ini bisa menimbulkan konflik di kemudian hari kalau tidak diselesaikan dengan baik,” beber Herianto.

Baca Juga :  Efek Pemangkasan Anggaran Pusat, Akhmad Husain: Belum Ada Petunjuk Resmi untuk Daerah

Untuk itu, Herianto berharap sebelum ada program penempatan transmigrasi baru, pemerintah pusat maupun daerah harus fokus menyelesaikan persoalan tersebut. Agar program transmigrasi bisa benar-benar bermanfaat, berkelanjutan, dan tidak menimbulkan masalah baru.

Terpisah, salah satu warga transmigrasi Kahingai saat dibincangi media ini mengaku ia bersama beberapa temannya memilih menjadi tukang dan berjualan pentol di Kota Nanga Bulik. Ini karena di trans Kahingai dirinya tidak bisa menghasilkan uang.

“Tanaman kopi gagal. Sulit mencari uang untuk kehidupan sehari-hari kalau tetap di sana. Ada yang tidak betah, pulang, dan digantikan. Jadi, untuk bertahan hidup, saya pilih cari pekerjaan di kota, jadi tukang,” kata pria yang memohon namanya tak disebutkan. (bib)

Terpopuler

Artikel Terbaru

/