Site icon Prokalteng

Dari Pameran Tiga Sisi, Harmoni Seni Tiga Perupa

Karya-karya perupa Ayu Arista Murti banyak bertema air. Hal itu berangkat dari tempat tinggalnya di aliran Sungai Gajah Wong, Jogja. (MUHAMAD ALI/JAWA POS)

Perjalanan seni rupa Endang Lestari, Ayu Arista Murti, dan Theresia Agustina Sitompul memang dimulai dari titik yang berbeda. Namun, dalam pertengahan jalan, terdapat harmoni karya seni yang menyegarkan.

PENGUNJUNG Tiga Sisi: Jelajah dan Media ruyup dalam keindahan beragam lukisan yang dipamerkan di Gedung A Galeri Nasional pada Kamis (13/6) lalu. Terdapat harmoni, keterhubungan, dan pertalian dari karya tiga perupa perempuan alumnus Institut Seni Indonesia (ISI) Jogjakarta yang berbeda tahun kelulusan itu.

Dalam pameran bertajuk Tiga Sisi: Jelajah dan Media, Endang Lestari, Ayu Arista Murti, dan Theresia Agustina Sitompul memamerkan karya-karyanya kepada publik. Pameran tersebut berlangsung mulai 14 Juni hingga 4 Juli mendatang. Pameran itu dikuratori Asikin Hasan.

Salah satu harmoni terlahir dari tema lingkungan yang cukup dominan pada setiap karya masing-masing perupa. Misalnya, karya Endang Lestari dengan judul Symbiotic Flow #1. Sebuah lukisan dengan dominasi warna merah yang di tengahnya terdapat sebuah pohon yang begitu artistik.

Tepat di pohon itu, terpasang sebuah sangkar berwarna putih. Melihat lukisan tersebut menimbulkan rasa yang sama dengan berada di hutan. Ada kegelapan hutan yang menyeruak dari lukisan tersebut. ”Memang saya benar-benar ke hutan untuk membuat karya. Salah satunya, hutan di Kalimantan,” papar Lestari.

Bahkan, eksplorasi tersebut sampai pada titik di mana Lestari merasakan bahwa pepohonan di hutan berbicara. Mengeluarkan energi. ”Mungkin orang-orang tidak akan percaya, pohon-pohon itu bersuara,” kata Lestari yang lulus dari ISI Jogja pada 1995.

Tema lingkungan itu juga terasa di karya-karya Ayu Arista. Misalnya, karya yang berjudul Diary dan Kepingan Kegilaan #1 #2 #3 #4. Empat lukisan yang menjadi satu fragmen yang menggambarkan kehidupan keseharian. Ada yang tampak seperti pasangan tengah bercengkerama, ada yang tengah bersantai, dan sebagainya.

Namun, yang menonjol adalah penggunaan teknik yang berasal dari eksplorasi terhadap air. Genangan air seakan dituangkan dalam kertas yang memperkuat bentuk dalam lukisan. Lulusan ISI Jogja 1997 itu menceritakan, sebenarnya teknik penggunaan air tersebut diterapkan karena lingkungan tempat tinggalnya. ”Saya tinggal di pinggir sungai, sebuah anak sungai dari Sungai Gajah Wong di Jogjakarta,” ujar Ayu Arista. Karena kedekatan dengan sungai itulah, eksplorasi terhadap air makin tinggi. Karena itu, bentuk air coba dituangkan dalam lukisan.

Unsur keseharian itu juga terasa begitu kuat dari karya Theresia. Salah satunya, dalam rangkaian lukisan serial yang berjudul BlueCeptionSeries. Puluhan lukisan yang didominasi warna biru dengan latar belakang putih.

Kebanyakan lukisan serial itu mengeksplorasi barang-barang keseharian, ada kaus tangan, kaus kaki, bahkan pakaian dalam. Namun, keindahannya begitu terasa dari lukisan-lukisan tersebut. Lulusan ISI Jogja 1999 itu menuturkan, penggunaan bentuk-bentuk barang sehari-hari tersebut sebenarnya ingin menunjukkan bahwa barang sehari-hari itu juga memiliki makna yang mendalam. ’’Barang sehari-hari begitu dikomposisikan terlihat seperti kapal tanker dan berbagai bentuk lainnya,” ujarnya. (idr/c7/dra/jpg)

 

Exit mobile version