Pada 2023, Victor Adiluhung Abednego menutup tahun dengan melaksanakan pameran tunggal pertamanya. Perhelatan bertitel Prolog: Adisatria Adiluhung itu menampilkan seratusan wajah pahlawan super. Victor ingin membuktikan, pameran bisa asyik, seru, dan dinikmati siapa pun, apa pun latar belakangnya.
SETELAH lama aktif berkarya, pada awal Desember 2023, Victor memberanikan diri melaksanakan pameran tunggal perdananya. Kepala Program Studi Desain Komunikasi Visual Binus Malang itu melaksanakan pameran Prolog: Adisatria Adiluhung di Akartana, sebuah kafe di Malang.
Dia mengakui, sebelumnya dia memang pernah mengikuti pameran, tetapi secara kolektif atau lewat kolaborasi. Di ’’hajatan” pertamanya, dia pun melaksanakan pameran yang sangat dirinya, Adisatria Adiluhung.
Adiluhung merupakan nama tengah Victor, yang juga bermakna bermutu tinggi. Sementara itu, adisatria –istilah bahasa Indonesia untuk superhero– merupakan salah satu hal yang paling disenanginya. Plus, jadi objek yang paling sering digambarnya.
’’Akhirnya, saya kumpulin karya-karya lama dan bikin karya baru juga, yang akhirnya dipamerkan mulai tahun lalu,” papar Victor. Total ada sekitar 170 karya –termasuk satu lukisan temannya– yang dipamerkan. Buat dia, pameran Prolog: Adisatria Adiluhung bertujuan sebagai apresiasi untuk para pemilik properti intelektual atau IP tokoh-tokohnya.
Victor sadar betul, karyanya, yang tergolong fan-art dalam bahasa populer, ’’meminjam” ide para seniman lain. ’’Saya respek akan itu. Itulah yang saya mention saat memublikasikan pameran ini. Tidak ada karya yang dijual nantinya,” tegasnya. Dia menyatakan, pameran itu secara tak langsung menjadi arsip perkembangan karyanya.
Di karya yang berpusat pada tokoh DC Comics, misalnya, seniman lulusan Institut Teknologi Bandung itu mengusung gambar vektor. ’’Dari kuliah sampai sekitar 2018, style saya vektor. Lalu, saya nyoba eksplor gaya gambar lain, jadi ilustrasi hitam putih seperti di karakter Marvel dan Bumilangit,” ujar Victor. Dia menyatakan, tidak ada alasan khusus dalam membedakan gaya gambar tokoh-tokoh tersebut.
Dalam pameran ini, Victor mengaku tak cuma menampilkan karya yang berpusat tokoh superhero. Selain itu, ada beberapa karya yang dinilainya kurang apik, tetapi tetap ditampilkan. Ada juga yang masih berupa sketsa. ’’Buat saya, pameran ini juga rekam jejak karya yang terus berkembang. Karena terus terang, saya nggak mau menutup kemungkinan di depan seperti apa,” lanjutnya.
Victor menjelaskan, tema budaya pop itu pun pas dengan Akartana, coffee shop yang jadi ruang pamernya. Dia ingin, pameran Prolog: Adisatria Adiluhung bisa dinikmati siapa saja. Orang yang datang pun tidak perlu terbebani harus menjadi penyuka seni untuk menikmati karya. Proyek itu pun diharapnya bisa menularkan semangat yang sama pada sesama seniman.
’’Misi lain saya, siapa pun bisa bikin pameran. Nggak usah nunggu karya besar, nama besar. Buat saya, nggak usah muluk-muluk dulu,” tegas Victor. Selain itu, sesuai titel Prolog: Adisatria Adiluhung, dia ingin pameran pertamanya jadi prolog. Alias perkenalan. ’’Target saya, ya semoga bisa berpameran tiap tahun,” imbuhnya.
Dalam tulisan kuratorialnya untuk Prolog: Adisatria Adiluhung, RA Sekartaji Suminto menilai, tema superhero sejatinya multitafsir. Bagi dia, karya yang dihadirkan Victor mengulas kepahlawanan dan superioritas. ’’Teknik ilustratif yang digunakan mampu menggambarkan bagaimana proses dari sketsa awal hingga final mampu memperlihatkan keahlian teknis, di mana hal ini diibaratkan semacam pencapaian sosok superhero yang fantastis,” tulisnya.
Keberanian dan tekad Victor dalam memulai perjalanan pamerannya, menurut sang kurator, juga direfleksikan amat kuat dalam tema. ’’Lebih dari sekadar hiburan, pameran ini pun ingin mengajak para audiensnya untuk merenungkan kembali makna kepahlawanan secara simbolis dalam kehidupan sehari-hari lewat pencapaian yang tampak fantastis, tetapi tak akan tercapai tanpa adanya keberanian serta tekad yang kuat dalam diri kita masing-masing,’’ ulasnya. (fam/c12/dra/jpg)