SAMPIT, PROKALTENG.CO- Sejumlah tokoh masyarakat, adat dan juga warga Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) meminta agar pemerintah daerah mengganti nama gerbang Sahati yang berada di Jalan Tjilik Riwut Stadion 29 Nopember Sampit dan saat ini gerbang tersebut sedang di lakukan renovasi.
Menanggapi usulan tersebut Anggota DPRD Kabupaten Kotim Khozaini meminta Bupati H.Halikinnor harus pertimbangkan lagi usulan-usulan baik dari masyarakat dan tokoh-tokoh adat terutama tokoh adat dayak untuk memasukan identitas daerah. Misalnya saja diatas gerbang ada ornamen-ornamen yang yang merupakan simbol Suku Dayak, baik berupa tulisan atau yang lainnya.
"Saya secara pribadi maupun lembaga sangat setuju akan usulan masyarakat dan tokoh-tokoh agama yang mengusulkan kata-kata khas dayak yang menjadi simbolis ucapan selamat datang atau ornamen-ornamen lainnya, sehingga siapapun yang masuk dalam wilayah ini dapat mengetahui khas suku dayak," kata Khozaini Minggu (5/9).
Dirinya mengatakan bahwa perombakan Gerbang Sahati itu menuai beragam reaksi dari tokoh masyarakat, tokoh adat dan para netizen atau warga dunia maya, mereka mengkritisi dari penamaan, anggaran, hingga desain gerbang,mereka merasa keberatan dengan desain yang dibuat, karena desain tersebut tidak mewakilkan kebudayaan lokal.
"Renovasi gerbang itu menuai beragam reaksi dari sejumlah masyrakat, tokoh adat dan para netizen, mereka menolak desainnya yang sama sekali tidak ada unsur kebudayaan lokalnya, Hanya ada gambar belanga dan telawang yang menjadi simbol Pemerintahan Kabupaten Kotim," ujar Khozaini.
Politisi Partai Hanura ini juga sangat menyayangkan tidak adanya pelibatan tokoh masyarakat maupun budayawan setempat dalam perancangan gerbang yang jadi salah satu landmark kota ini, penamaan gerbang sahati masih sangat kental unsur politis sehingga tak mewakili keseluruhan masyarakat Bumi Hambaring Hurung ini.
"Harusnya pemerintah daerah dapat berpikir tidak hanya rombak tapi juga ganti nama, yang lebih mencerminkan motto daerah ini, selain itu kami juga menyayangkan perombakan gerbang yang menelan dana kurang lebih Rp 700 juta itu, di saat masyarakat masih kesusahan dilanda pandemi Covid-19," tandasnya.