AWAL tahun 2020 akan menjadi catatan sejarah sepanjang masa. Tepat
diahir tahun 2019 di kota Wuhan wabah ini mucul dan menjadi awal dari bencana di dunia. Virus yang di tetapkan oleh
WHO dengan sebutan COVID 19 mulai mengguncang dunia di awal 2020. Negara maju
dan digdayapun seakan tak kuasa menahan gempuran virus ini. China hampir 4
bulan menjadi negara pertama yang harus mengakui keganasannya. Bahkan setelah
itu negara negara maju seperti Italia, Amerika, Spanyol, dll tak berdaya
mengani wabah ini. Tak terkecuali Indonesia.
Wabah yang mendunia pada awalnya
dianggap oleh sebagian besar masyarakat Indonesia akan seperti wabah MERS, SARS
dan FLU Burung yang tidak akan lama hilang dan masuk ke Indonesia. Akan tetapi
ternya dugaan itu salah, bahkan muncul statement bahwa daya tahan tubuh
masyarakat Indonesia sangat kuat sehingga wabah itu tidak akan menjangkit kepada
masyarakat. Ada juga yang beranggapan rempah rempah dan obat tradisional mampu
menangkal penyakit tersebut, akan tetapi di pertengahan Pebruari 2020 ternyata
di luar dugaan beberapa orang terjangkit wabah tersebut dan hanya hitungan
bulan wabah tersebut menyebar di seluruh Indonesia.
Pandemi Vs Ekonomi di Indonesia
Masyarakat mulai terbiasa dengan
bahasa lockdown, karantina, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan seakan
menjadi pembasahanan setiap hari dalam
kehidupan kita, bahkan tak sadar sebagian dari kita mendadak menjadi pengamat
kesehatan dan pengamat kebijakan pemerintah, Akan tetapi kurang dalam
implementasi di lapangan. Terlebih lagi covid 19 ini terjadi sebelum bulan Ramadhan
dan hari raya Idul Fitri dimana secara sosial dan budaya moment Ramadhan dan Idul
Fitri menjadi moment spesial bagi umat Islam dan masyarakat Indonesia karena
dalam tradisi kita dikenal dengan istilah mudik lebaran dan berkumpul bersama
keluarga besar selama masa lebaran. Tampaknya Ramadahan dan lebaran tahun ini
akan menjadi Ramadhan dan lebaran yang diluar kebiasan dan menjadi catatan
dalam sejaran lebaran bangsa Indonesia.
Ditengah wabah yang tak kunjung
selesai ini berbagai persoalan muncul mulai dari pro dan kontra dalam
pengambilan kebijakan pemerintah. Dari awal wabah ini masuk ke Indonesia seakan
pemerintah tidak siap dengan serangan virus. Terlepas apakah bangsa ini mau
mengamankan ekonomi nasional apakah mau menyelamatkan masyarakat dari penyakit
ini yang jelas ini menjadi pilihan yang tidak mudah dan membutuhkan
pertimbangan yang berat.
Di tengah bangsa lain menerapkan
sistem lockdown bangsa Indonesia mengambil
langkah ditengah tengah dengan bahasa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
dimana sistem ini meminimalisir kegiatan sosial yang mengumpulan masyarakat
dalam jumlah banyak dan juga menerapkan prototol social distancing dengan tujuan memutus mata rantai penularan wabah
ini, dengan harapan aktifitas perekonomian tetap berjalan dan rantai penularan
bisa terputus secara bertahap.
Masyarakat Indonesia yang begitu
heterogen dari sisi profesi dan sebagian besar profesi masyarakat indonesia
harus bertemu dan bertatap muka bahkan berkumpul dalam skala besar menjadikan
pemerintah harus berhati hati untuk tidak dalam pengambilan keputusan, walaupun
dalam setiap pengambilan keputusan harus meminimalisir resiko lain yang
terjadi.
Ini yang menjadikan indonesia
tidak sama dengan negara lain dalam mengambil langkah penanganan pandemi ini. Sehingga
muncul statement “lebih penting ekonomi atau nyawa masyarakat?†Akan tetapi
juga muncul statement “tidak mati karena pandemi tapi karena tidak ada nasiâ€.
Ini bagaikan pisau bermata dua ketika salah sedikit saja maka dampaknya luar
biasa. Sehingga mungkin menurut pemerintah pengambilan kebijakan PSBB menjadi
jalan tengah keduanya.
Pandemi yang melanda di dunia dan
tak terkecuali bangsa Indonesia ini
melumpuhkan perekonomian hampir diseluruh dunia, sehingga diharapkan
kebijakan yang mampu menyelamatkan baik kesehatan dan juga perekonomian di
butuhkan untuk menjaga stabilitas kehidupan masyarakat, selain kebijakan dari
pada pemerintah seharusnya kesadaran dari pada masyarakat menjadi kunci utama
memutus mata rantai pandemi ini.
Sebaik apapun kebijakan yang
digulirkan pemerintah jika tidak didukung oleh semua elemen masyarakat maka
kebijakan hanya akan menjadi nyanyian sumbang. Karena pada dasarnya pandemi ini
menyerang kepada masyarakat secara langsung dan pemerintah hanya menjadi
kontrol penyebarannya.
Pandemi VS Pendidikan
Pendidikan juga menjadi dampak
yang serius pandemi ini. Sejak pandemi ini mulai masuk di Indonesia pertengahan
bulan Maret proses keegiatan belajar mengajar dilakukan di rumah dengan daring.
Persoalan mulai muncul ketika dari yang mulai akses sinyal belum merata, sampai
orang tua yang tidak sabar membimbing anaknya. Bahkan sebagian sekolah
menerapkan guru door to door
mengantarkan materi pembelajaran ke rumah siswa. hal ini dilakukan untuk
menjaga keberlangsungan pendidikan di tengah pandemi. Setiap kebijakan yang
lakukan selalu mempunyai konsekuensi dan pertanyaan yang berkelanjutan.
Bulan Juli biasanya menjadi awal
tahun pelajaran dalam pendidikan, akan tetapi nampaknya tahun ini akan berbeda,
karena pandemi yang di prediksi bulan Juli belum bisa berahir. Hal ini menjadi
kajian serius karena hampir 5 bulan siswa belajar di rumah dan jika bulan juli
ini sekolah dibuka kembali maka harus di persiapkan mulai dari strategi, sarana
dan sistem yang sesuai dengan protokol yang berlaku.
Selain itu yang menjadi
kewaspadaan ketika di sekolah menerapkan sesuai dengan protokol, dinas
pendidikan dan sekolah harus bertanggung jawab penuh dalam pelaksanaannya, yang
menjadi pertanyaan jika anak di luar sekolah siapa yang bertanggung jawab?
Kurikulum Berbasis Pandemi
Dibutuhkan perangkat baru di
dunia pendidikan dalam mengawal pandemi ini, karena sebagian ahli berpendapat
bahwa pandemi akan berada di sekitar kita selama vaksin belum bisa ditemukan.
Perangkat baru dunia pendidikan dalam mengawal pandemi ini harusnya lebih
kepada kecakapan kehidupan anak minimal dalam menerapkan kehidupan sesuai
dengan protokol kesehatan.
Selain itu kecakapan anak selama
masa di rumah harus ditanamkan sikap tanggung jawab dan tolong menolong di
dalam rumah. Sehingga pendidikan selama pandemi belangsung bukan hanya mengejar
materi pembelajaran semata akan tetapi pembelajaran daring lebih menekankan
kepada kecakapan hidup, pola hidup bersih didalam keluarga dan bermasyarakat. Harapanya
ketika nanti pandemi selesai sikap dan pola hidup bersih akan terus di
implementasikan dalam kehidupan sehari hari.
Selain menggunakan Daring, guru
bisa menggunakan metode Luring door to
door baik memberikan materi dan paling tidak mengungkapkan rasa kangen
seorang guru kepada siswanya dengan tetep memperhatikan standar yang harus di
lakukan.
Memang sangat berat apalagi akses
rumah setiap siswa tentunya tidak dekat, akan tetapi hal ini harus dilakukan
untuk tetap menjaga keberlangsung proses pendidikan terus berjalan dan
masyarakat tetap mendapatkan pendidikan terbaik untuk anak-anaknya. Jangan
sampai sekolah menjadi cluster baru
penularan, akan tetapi jangan juga menjadi alasan untuk tidak mendidik anak. Dibutuhkan
sinergitas semua elemen masyarakat untuk mengawal pandemi ini, minimal memutus
mata rantai penularan jika vaksin belum ada, yang terpenting bagaimana caranya
memaksa diri untuk mematuhi protokol yang di tetapkan pemerintah.
(Penulis adalah Kepala Sekolah
SDS Tunas Agro Kecamatan Tualan Hulu, Kotawaringin Timur)