PALANGKA RAYA-Ketua DPD PDIP Kalteng Arton S Dohong mengatakan, Badan
Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) harus lebih kooperatif dan melakukan
komunikasi terkait dengan ketersediaan anggarap pilkada 2020 mendatang.
“Itu perlu dipelajari
lagi masalah besar atau kecilnya anggaran yang akan dipersiapkan untuk Bawaslu,
pada pelaksanaan pilkada di Kalteng nanti sesuai dengan dasar dan
perhitungannya,â€kata Arton S Dohon kepada Kalteng Pos, Kamis (24/10).
Menurutnya, itu
merupakan kewajiban pemerintah untuk menyediakan anggaran. Kemudian
merasionalkan anggaran yang diajukan Bawaslu dan KPU juga adalah kewenangan
pemerintah.
Sebelum melakukan
perhitungan secara rinci sesuai kebutuhan, maka tidak boleh menjadikan hal itu
sebagai polemik. Masing-masing sesuai tupoksi seperti DPRD dan Pemprov untuk
mengundang Bawaslu.
“Antara pemerintah dan
Bawaslu juga ada peran DPRD untuk menentukan anggaran yang akan dipergunakan
nantinya,â€katanya.
Jadi kata dia, jangan
dibuat menjadi buntu. Bawaslu juga harus kooperatif, proaktif, sehingga tidak
ada asalan karena tidak sesuai anggaran sehingga tidak melakukan MoU. Tetapi
tidak ada upaya untuk melakukan pendekatan, agar apa yang diinginkan oleh
Bawaslu dan juga penyedia anggaran dalam hal ini pemerintah dapat melakukan
dialog.
“Jangan sampai tidak
ketemu. Bawaslu juga posisinya salah kalau hanya menunggu, kemudian tidak mau
menandatangani MoU,â€ungkap mantan Bupati Gunung Mas tersebut.
Selaku partai politik menyarankan
kepada Bawaslu, KPU dan pemerintah untuk duduk bersama untuk melakukan
pembahasan sehingga solusi dapat segera ditemukan agar pelaksanaan pilkada
dapat terlaksana dengan baik dan lancar.
Untuk, Pemprov Kalteng
menyediakan dana Rp88 miliar untuk Bawaslu. Sementara, Bawaslu masih berpegang
pada besaran anggaran yang diminta yakni Rp95,4 miliar. Apalagi Bawaslu pusat
meminta Bawaslu Kalteng untuk tetap bertahan dengan posisi anggaran tersebut.
Bawaslu Kalteng tetap
menyerahkan sepenuhnya permasalahan anggaran pilkada Kalteng kepada Bawaslu pusat.
Ketua Bawaslu Kalteng Satriadi menyebut, perihal tidak adanya kesepakatan
anggaran pengawasan pilkada untuk ad-hoc ini sudah disampaikan kepada
pemerintah pusat. Sebab, besaran honor untuk pengawas ad-hoc sudah ditetapkan
oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Bawaslu pusat meminta Bawaslu
se-Indonesia menerapkan keputusan itu.
“Usai teken
ketidaksepakatan anggaran bersama Pemprov Kalteng, kami sudah sampaikan kepada
pusat,†katanya saat dikonfirmasi, Rabu (23/10).
Sampai saat ini,
lanjutnya, Bawaslu RI masih tetap mengarahkan Bawaslu Kalteng untuk tetap bertahan
dengan dengan anggaran pada angka Rp95,4 miliar. Lantaran, ketetapan honor
pengawas ad-hoc sudah sesuai surat Kemenkeu RI. (nue/ala)