28 C
Jakarta
Sunday, November 9, 2025

Kebijakan Larangan Thrifting: Pedagang UMKM di Palangka Raya Bilang Begini

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Beberapa waktu lalu pemerintah telah menetapkan larangan untuk menjual produk impor pakaian bekas (thrifting).  Langkah ini dilakukan untuk mendorong Usaha Kecil Mikro Menengah (UMKM) beralih menjual produk lokal.

Namun di beberapa wilayah, khususnya Kota Palangka Raya, thrifting telah menjadi tren sendiri bagi kalangan anak muda.

Salah satu pedagang UMKM di pasar mini, Kota Palangka Raya, Adi (29) menganggap bahwa market thrifting tidak mengganggu pasar UMKM.

Menurutnya, hal ini karena pedagang thrift memiliki market masing-masing yang berfokus pada pembeli dengan fanatik brand.

“Kita itu punya market tersendiri. Customer-nya masih banyak, terutama untuk barang-barang second yang berasal dari US, Jepang, Korea, atau Australia. Mereka tahu kualitas bahan dan jahitan. Memang banyak yang suka,” ujarnya saat disambangi Prokalteng.co, Minggu (9/11).

Baca Juga :  Soal Usulan Penghapusan Syarat Usia Kerja, Begini Kata Kadisnaker Palangka Raya

Adi mengungkapkan bahwa yang merusak pasar UMKM itu sendiri adalah barang impor dari China. Sebab, tidak berkualitas dan kebanyakan barang yang sudah jadi tersebut, hanya tiruan merek lain (palsu).

“Sebenarnya UMKM jadi anjlok gara-gara barang sudah jadi dari China. Impor China itu barang fast fashion. Seperti kaos, dress yang dijualnya Rp5.000 per lembar,” ujarnya.

Tak  berbeda dengan Adi, pedagang lainnya, Ana (27) mengungkapkan bahwa produsen yang menawarkan produk lokal memberikan harga yang tinggi kepada toko. Sehingga membuat pedagang sulit untuk menjual kepada pembeli, serta harus bersaing dengan pedagang barang impor dari China.

“Kalau kami menjual produk lokal akan susah mendapatkan profit yang lebih. Produk dari China menjual di harga yang lebih murah, karena itu dianggap mendominasi dan perlu ditekan harganya,” kata Ana. (her/hnd)

Baca Juga :  Kasus Dugaan Korupsi Proyek Lapak Kontainer di Palangka Raya Mulai Disidangkan

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Beberapa waktu lalu pemerintah telah menetapkan larangan untuk menjual produk impor pakaian bekas (thrifting).  Langkah ini dilakukan untuk mendorong Usaha Kecil Mikro Menengah (UMKM) beralih menjual produk lokal.

Namun di beberapa wilayah, khususnya Kota Palangka Raya, thrifting telah menjadi tren sendiri bagi kalangan anak muda.

Salah satu pedagang UMKM di pasar mini, Kota Palangka Raya, Adi (29) menganggap bahwa market thrifting tidak mengganggu pasar UMKM.

Menurutnya, hal ini karena pedagang thrift memiliki market masing-masing yang berfokus pada pembeli dengan fanatik brand.

“Kita itu punya market tersendiri. Customer-nya masih banyak, terutama untuk barang-barang second yang berasal dari US, Jepang, Korea, atau Australia. Mereka tahu kualitas bahan dan jahitan. Memang banyak yang suka,” ujarnya saat disambangi Prokalteng.co, Minggu (9/11).

Baca Juga :  Soal Usulan Penghapusan Syarat Usia Kerja, Begini Kata Kadisnaker Palangka Raya

Adi mengungkapkan bahwa yang merusak pasar UMKM itu sendiri adalah barang impor dari China. Sebab, tidak berkualitas dan kebanyakan barang yang sudah jadi tersebut, hanya tiruan merek lain (palsu).

“Sebenarnya UMKM jadi anjlok gara-gara barang sudah jadi dari China. Impor China itu barang fast fashion. Seperti kaos, dress yang dijualnya Rp5.000 per lembar,” ujarnya.

Tak  berbeda dengan Adi, pedagang lainnya, Ana (27) mengungkapkan bahwa produsen yang menawarkan produk lokal memberikan harga yang tinggi kepada toko. Sehingga membuat pedagang sulit untuk menjual kepada pembeli, serta harus bersaing dengan pedagang barang impor dari China.

“Kalau kami menjual produk lokal akan susah mendapatkan profit yang lebih. Produk dari China menjual di harga yang lebih murah, karena itu dianggap mendominasi dan perlu ditekan harganya,” kata Ana. (her/hnd)

Baca Juga :  Kasus Dugaan Korupsi Proyek Lapak Kontainer di Palangka Raya Mulai Disidangkan

Terpopuler

Artikel Terbaru

/