25.6 C
Jakarta
Friday, January 3, 2025

Jadi Provokator Rusuh Papua, Perempuan Ini Jadi Buruan Polri dan Inter

JAKARTA – Karopenmas Divhumas Polri
Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengungkapkan,
tersangka kerusuhan di Papua dan Papua Barat bertambah. Untuk Papua saat ini
menjadi 57 tersangka. Semua berasal dari kejadian di Jayapura, Deiyai, dan
Timika.

“Masih potensial bertambah ya,”
tuturnya.

Lalu, untuk Papua Barat menjadi
21 orang tersangka. Itu dari tiga kejadian di daerah Fak Fak, Timika, dan
Manokwari. Dia menyampaikan, tidak hanya di Papua dan Papua Barat saja yang
diproses, di Surabaya juga telah ada dua tersangka rasis.

“Lalu, ada satu tersangka yang
juga masih dikejar berinisial VK
(Veronika Koman Liu)
,” terangnya.

Untuk tersangka VK, lanjutnya,
Polda Jatim akan berkoordinasi dengan Divhubinter dan Interpol. Hingga bisa
dikeluarkan red notice terhadap yang bersangkutan. “Sehingga bisa cepat
ditangani,” papar mantan Wakapolda Kalimantan Tengah tersebut.

Veronica Koman Liu yang merupakan penasihat hukum Aliansi
Mahasiswa Papua (AMP) ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jatim. Dia
dituding menjadi provokator atas cuitannya di Twitter tentang kasus yang
terjadi di Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya.

Penyidik Polda Jatim juga
menganggap Veronica ikut bertanggung jawab atas insiden kericuhan di Papua pada
18 Agustus lalu. “Saat gelar perkara, ada keyakinan penyidik, beberapa
cuitannya mengandung unsur provokasi,” kata Kapolda Jatim Irjen Pol Luki
Hermawan di Mapolda Jatim, Rabu
(4/9).

Menurut dia, Veronica punya andil
besar dalam penyebaran isu hoaks. Sebab,
perempuan kelahiran Medan itu selalu hadir saat ada isu-isu mahasiswa Papua di
Surabaya.

Baca Juga :  Jokowi Mengaku Gugup jika Berhadapan dengan Wartawan

Luki menyatakan, tersangka
terbilang aktif menyebarkan berita tentang hal-hal yang tidak sesuai dengan
fakta di lapangan. “Kami memiliki bukti percakapan dari cuitan di media
sosialnya soal hoaks kejadian di asrama Papua pada 17 Agustus lalu,” terangnya.

Padahal, saat kejadian tersebut,
Veronica tidak ada di tempat. Namun, dia justru sangat cepat menyebarkan isu
mengenai adanya kekerasan melalui Twitter.

Setidaknya ada empat kalimat dalam cuitan Veronica yang dianggap provokatif. Pertama, polisi
melepas 23 kali tembakan, termasuk dengan gas air mata. Kedua, anak-anak tidak
tidur selama 24 jam dalam kondisi haus dan terkurung. Ketiga, mobilisasi aksi
monyet turun ke jalan untuk besok di Jayapura. Terakhir, 43 mahasiswa Papua
ditangkap tanpa alasan yang jelas, 5 terluka, 1 terkena tembakan gas air mata.

“Semua yang diucapkannya itu
dimulai saat kejadian, 17 hingga 18 Agustus. Setelah itu, dia mengunggah banyak
cuitan lain,” ungkap mantan Wakabaintelkam Mabes Polri tersebut.

Selain banyaknya cuitan itu,
Veronica menggandakan pemberitaan soal kejadian di Asrama Mahasiswa Papua. Dia
bahkan mengundang beberapa media asing. Luki membeberkan, saat ini Veronica
berada di luar negeri. Karena itu, tim Polda Jatim menggandeng Mabes Polri,
Imigrasi, dan Interpol.

Sementara itu, merujuk evaluasi situasi dan kondisi di Papua maupun
Papua Barat, pemerintah menepati janji membuka pembatasan akses internet di
kedua daerah tersebut. Sejak Rabu malam (4/9) akses internet di beberapa
kabupaten dan kota di sana sudah berangsur normal.

Baca Juga :  Simak, Ini Syarat Perjalanan untuk Daerah PPKM Level 1-4 yang Baru

Namun demikian, pemerintah tidak
akan tinggal diam apabila langkah tersebut disusul aksi-aksi yang berpotensi
mengundang persoalan.

Keterangan itu disampaikan
langsung oleh Menteri Koordinator Bidang, Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko
Polhukam) Wiranto. “Internet sudah dapat dinormalkan kembali. Dengan catatan,
apabila keadaan memburuk, mudah-mudahan tidak, maka tentu pembatasan internet
akan kami lakukan kembali,” terang dia, Kamis
(5/9).

Pemerintah mau tidak mau harus
melakukan itu untuk menjaga stabilitas keamanan di Papua maupun Papua Barat.
Lebih jauh lagi, langkah tersebut dinilai penting untuk menjaga stabilitas
nasional. Walau situasi dan kondisi di Papua dan Papua Barat sudah mulai
membaik, pemerintah tetap harus awas terhadap berbagai potensi ancaman.

Mengingat ajakan-ajakan untuk
berbuat anarkistis masih ada. “Tapi, aparat keamanan, pemda, tokoh masyarakat
berusaha menenangkan masyarakat agar tidak terpengaruh,” imbuhnya.

Upaya tersebut dilaksanakan lewat
berbagai dialog yang dilaksanakan oleh banyak kalangan. Baik aparat keamanan,
pemerintah setempat, tokoh-tokoh adat, maupun tokoh masyarakat, dan tokoh
agama. Tidak hanya itu, pemuda dan mahasiswa juga melakukan hal serupa.
“Menyuarakan perdamaian,” kata dia.

Pemerintah berharap suara-suara
itu terus terdengar. Sehingga tidak ada lagi yang bertikai.

Selanjutnya, pemerintah juga
ingin rekonstruksi, rehabilitasi, dan pembangunan ulang fasilitas-fasilitas
umum yang rusak pasca aksi segera dimulai kembali. (ful/fin/JPC/KPC)

JAKARTA – Karopenmas Divhumas Polri
Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengungkapkan,
tersangka kerusuhan di Papua dan Papua Barat bertambah. Untuk Papua saat ini
menjadi 57 tersangka. Semua berasal dari kejadian di Jayapura, Deiyai, dan
Timika.

“Masih potensial bertambah ya,”
tuturnya.

Lalu, untuk Papua Barat menjadi
21 orang tersangka. Itu dari tiga kejadian di daerah Fak Fak, Timika, dan
Manokwari. Dia menyampaikan, tidak hanya di Papua dan Papua Barat saja yang
diproses, di Surabaya juga telah ada dua tersangka rasis.

“Lalu, ada satu tersangka yang
juga masih dikejar berinisial VK
(Veronika Koman Liu)
,” terangnya.

Untuk tersangka VK, lanjutnya,
Polda Jatim akan berkoordinasi dengan Divhubinter dan Interpol. Hingga bisa
dikeluarkan red notice terhadap yang bersangkutan. “Sehingga bisa cepat
ditangani,” papar mantan Wakapolda Kalimantan Tengah tersebut.

Veronica Koman Liu yang merupakan penasihat hukum Aliansi
Mahasiswa Papua (AMP) ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jatim. Dia
dituding menjadi provokator atas cuitannya di Twitter tentang kasus yang
terjadi di Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya.

Penyidik Polda Jatim juga
menganggap Veronica ikut bertanggung jawab atas insiden kericuhan di Papua pada
18 Agustus lalu. “Saat gelar perkara, ada keyakinan penyidik, beberapa
cuitannya mengandung unsur provokasi,” kata Kapolda Jatim Irjen Pol Luki
Hermawan di Mapolda Jatim, Rabu
(4/9).

Menurut dia, Veronica punya andil
besar dalam penyebaran isu hoaks. Sebab,
perempuan kelahiran Medan itu selalu hadir saat ada isu-isu mahasiswa Papua di
Surabaya.

Baca Juga :  Jokowi Mengaku Gugup jika Berhadapan dengan Wartawan

Luki menyatakan, tersangka
terbilang aktif menyebarkan berita tentang hal-hal yang tidak sesuai dengan
fakta di lapangan. “Kami memiliki bukti percakapan dari cuitan di media
sosialnya soal hoaks kejadian di asrama Papua pada 17 Agustus lalu,” terangnya.

Padahal, saat kejadian tersebut,
Veronica tidak ada di tempat. Namun, dia justru sangat cepat menyebarkan isu
mengenai adanya kekerasan melalui Twitter.

Setidaknya ada empat kalimat dalam cuitan Veronica yang dianggap provokatif. Pertama, polisi
melepas 23 kali tembakan, termasuk dengan gas air mata. Kedua, anak-anak tidak
tidur selama 24 jam dalam kondisi haus dan terkurung. Ketiga, mobilisasi aksi
monyet turun ke jalan untuk besok di Jayapura. Terakhir, 43 mahasiswa Papua
ditangkap tanpa alasan yang jelas, 5 terluka, 1 terkena tembakan gas air mata.

“Semua yang diucapkannya itu
dimulai saat kejadian, 17 hingga 18 Agustus. Setelah itu, dia mengunggah banyak
cuitan lain,” ungkap mantan Wakabaintelkam Mabes Polri tersebut.

Selain banyaknya cuitan itu,
Veronica menggandakan pemberitaan soal kejadian di Asrama Mahasiswa Papua. Dia
bahkan mengundang beberapa media asing. Luki membeberkan, saat ini Veronica
berada di luar negeri. Karena itu, tim Polda Jatim menggandeng Mabes Polri,
Imigrasi, dan Interpol.

Sementara itu, merujuk evaluasi situasi dan kondisi di Papua maupun
Papua Barat, pemerintah menepati janji membuka pembatasan akses internet di
kedua daerah tersebut. Sejak Rabu malam (4/9) akses internet di beberapa
kabupaten dan kota di sana sudah berangsur normal.

Baca Juga :  Simak, Ini Syarat Perjalanan untuk Daerah PPKM Level 1-4 yang Baru

Namun demikian, pemerintah tidak
akan tinggal diam apabila langkah tersebut disusul aksi-aksi yang berpotensi
mengundang persoalan.

Keterangan itu disampaikan
langsung oleh Menteri Koordinator Bidang, Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko
Polhukam) Wiranto. “Internet sudah dapat dinormalkan kembali. Dengan catatan,
apabila keadaan memburuk, mudah-mudahan tidak, maka tentu pembatasan internet
akan kami lakukan kembali,” terang dia, Kamis
(5/9).

Pemerintah mau tidak mau harus
melakukan itu untuk menjaga stabilitas keamanan di Papua maupun Papua Barat.
Lebih jauh lagi, langkah tersebut dinilai penting untuk menjaga stabilitas
nasional. Walau situasi dan kondisi di Papua dan Papua Barat sudah mulai
membaik, pemerintah tetap harus awas terhadap berbagai potensi ancaman.

Mengingat ajakan-ajakan untuk
berbuat anarkistis masih ada. “Tapi, aparat keamanan, pemda, tokoh masyarakat
berusaha menenangkan masyarakat agar tidak terpengaruh,” imbuhnya.

Upaya tersebut dilaksanakan lewat
berbagai dialog yang dilaksanakan oleh banyak kalangan. Baik aparat keamanan,
pemerintah setempat, tokoh-tokoh adat, maupun tokoh masyarakat, dan tokoh
agama. Tidak hanya itu, pemuda dan mahasiswa juga melakukan hal serupa.
“Menyuarakan perdamaian,” kata dia.

Pemerintah berharap suara-suara
itu terus terdengar. Sehingga tidak ada lagi yang bertikai.

Selanjutnya, pemerintah juga
ingin rekonstruksi, rehabilitasi, dan pembangunan ulang fasilitas-fasilitas
umum yang rusak pasca aksi segera dimulai kembali. (ful/fin/JPC/KPC)

Terpopuler

Artikel Terbaru