27.1 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Kura-Kura dalam Perahu dan Pengalihan Isu

BPJS juga dikenal di dunia perhewanan. Kancil sebagai menteri
informasi kerap menyaksikannya. BPJS mereka bersifat pertolongan langsung. No
pihak ketiga.

Demikianlah zebra menolong
sesamanya yang sekarat gegara terkaman singa. Dengan rampak kedua kaki
belakang, di-slentik-nya singa yang mencaplok leher sohibnya itu hingga si
singa terjengkang, tahu diri, lalu membatalkan pemindahan ibuko… eh,
membatalkan pemangsaan.

Iuran BPJS akan dinaikkan dua
kali lipat? Kancil mewacanakan itu. Hewan-hewan protes. Maksud kenaikan lipat
dua, sesiapa yang pernah ditolong sekali, kelak harus menolong sesamanya itu
dua kali.

”Pak Kancil, aku pernah
terpelentang. Kakiku kethayalan,” kenang seorang kura-kura dalam perahu.
”Kura-kura lain menyundul-nyundul cangkangku seperti adu domba. Kedudukanku di
alam fana jadi kembali ke fitrah posisi tengkurap. Apakah kelak aku harus dua
kali membalik kura-kura yang terbalik? Kalau yang terbalik tak sampai dua, piye
jal?”

Menurut seorang kecoak, kenaikan
iuran BPJS itu diterima saja. Alasannya, ”Kura-kura masih mending. Saat
sungsang dengan kaki menari-nari Jaran Goyang, kalian masih ditolong sesama
spesies. Teman-teman saya yang sungsang di trotoar langsung diinjak oleh
manusia. Setiap melihat kami sungsang, manusia seperti tergerak menerapkan
kata-kata mutiara bahwa kesempatan tidak datang dua kali. Huh!”

Baca Juga :  Menang Nirkuasa

”Ah, kamu spesiesis,” sanggah
kura-kura.

”Mending spesiesis daripada rasis
seperti manusia?” kecoak berbalik sanggah. ”Manusia cuma berani bilang bahwa
kemerdekaan adalah hak segala bangsa, bukan hak segala spesies.”

Kancil meninggalkan perbantahan
sore hari itu. Sudah tentu setelah makan lembayung di suatu pematang.

Di tempat yang jauh, kancil
bertemu kucing rumahan yang telah menyulap diri sebagai kucing liar dalam
rimba. Seluruh cuap-cuap kancil yang mencoba menyosialisasikan program pasangan
raja singa-ratu singa Sastro-Jendro cuma sekadar didengarnya, tapi tak
disimaknya. Matanya cuma memandang, tapi tak memperhatikan kancil yang sedang
menyosialisasikan kenaikan iuran BPJS.

”Maaf, Pak Kancil, saya gagal
fokus,” rintihnya sambil diselang-selingi suara meong. ”Saya lagi fokus pada
merananya diri sendiri. Sedih sekali saya sekarang. Dulu saya bangga sebagai
kucing rumahan yang dikebiri. Kesannya eksklusif. Sekarang manusia pemerkosa
kabarnya juga dikebiri. Terus, apa eksklusifnya saya, dong? Malahan teman-teman
sespesies menyangka saya ini napi pemerkosaan.”

Kancil meneteskan air mata. Tak
sampai hati ia melanjutkan sosialisasi kenaikan iuran BPJS di depan kaum yang
lagi prihatin. Menteri informasi itu langsung menuju pantai tempat burung maleo
mengerami dan menetaskan telurnya di pasir.

Baca Juga :  Rasa Daging Manusia Menurut Para Kanibal – Part 1: Sumanto dari Indo

”Hai maleo! Jangan takut pingsan
sehabis bertelur gegara telur kalian bisa mencapai lima kali besar telur ayam.
Pas kalian pingsan, ada BPJS walau iurannya naik dua kali lipat.” Demikian
rencana yang akan diumumkan kancil.

Sesampai pantai, ia melihat
musang memangsa telur-telur maleo yang ditinggal induknya dengan tertatih-tatih
karena sayapnya patah.

“Ah, saya sudah kebal segala trik pengalihan isu!” alasan musang
saat melihat kancil keheranan kenapa dirinya tak memangsa induk yang sudah
tertatih-tatih patah sayapnya itu.

“Nenek moyang saya menasihati, seluruh burung yang bertelur di tanah
mahir siasat pengalihan isu. Demi melindungi telur dan anak-anaknya, mereka
tertatih-tatih menjauh dari sarang, pura-pura sayapnya patah. Nanti, begitu
kami sergap, mereka terbang dan kami sudah lupa terhadap sumber gizi nun jauh
di sarangnya.”

Kancil penasaran, ”Jadi, meski
sudah ada pengalihan isu, kamu tetap ingat telur mereka?”

Musang mengangguk, ”Bahkan, kami
masih ingat, iuran BPJS bakal dinaikkan. Iya, kan?” (***)

(Sujiwo Tejo tinggal di Twitter @sudjiwotedjo dan Instagram
@president_jancukers)

BPJS juga dikenal di dunia perhewanan. Kancil sebagai menteri
informasi kerap menyaksikannya. BPJS mereka bersifat pertolongan langsung. No
pihak ketiga.

Demikianlah zebra menolong
sesamanya yang sekarat gegara terkaman singa. Dengan rampak kedua kaki
belakang, di-slentik-nya singa yang mencaplok leher sohibnya itu hingga si
singa terjengkang, tahu diri, lalu membatalkan pemindahan ibuko… eh,
membatalkan pemangsaan.

Iuran BPJS akan dinaikkan dua
kali lipat? Kancil mewacanakan itu. Hewan-hewan protes. Maksud kenaikan lipat
dua, sesiapa yang pernah ditolong sekali, kelak harus menolong sesamanya itu
dua kali.

”Pak Kancil, aku pernah
terpelentang. Kakiku kethayalan,” kenang seorang kura-kura dalam perahu.
”Kura-kura lain menyundul-nyundul cangkangku seperti adu domba. Kedudukanku di
alam fana jadi kembali ke fitrah posisi tengkurap. Apakah kelak aku harus dua
kali membalik kura-kura yang terbalik? Kalau yang terbalik tak sampai dua, piye
jal?”

Menurut seorang kecoak, kenaikan
iuran BPJS itu diterima saja. Alasannya, ”Kura-kura masih mending. Saat
sungsang dengan kaki menari-nari Jaran Goyang, kalian masih ditolong sesama
spesies. Teman-teman saya yang sungsang di trotoar langsung diinjak oleh
manusia. Setiap melihat kami sungsang, manusia seperti tergerak menerapkan
kata-kata mutiara bahwa kesempatan tidak datang dua kali. Huh!”

Baca Juga :  Menang Nirkuasa

”Ah, kamu spesiesis,” sanggah
kura-kura.

”Mending spesiesis daripada rasis
seperti manusia?” kecoak berbalik sanggah. ”Manusia cuma berani bilang bahwa
kemerdekaan adalah hak segala bangsa, bukan hak segala spesies.”

Kancil meninggalkan perbantahan
sore hari itu. Sudah tentu setelah makan lembayung di suatu pematang.

Di tempat yang jauh, kancil
bertemu kucing rumahan yang telah menyulap diri sebagai kucing liar dalam
rimba. Seluruh cuap-cuap kancil yang mencoba menyosialisasikan program pasangan
raja singa-ratu singa Sastro-Jendro cuma sekadar didengarnya, tapi tak
disimaknya. Matanya cuma memandang, tapi tak memperhatikan kancil yang sedang
menyosialisasikan kenaikan iuran BPJS.

”Maaf, Pak Kancil, saya gagal
fokus,” rintihnya sambil diselang-selingi suara meong. ”Saya lagi fokus pada
merananya diri sendiri. Sedih sekali saya sekarang. Dulu saya bangga sebagai
kucing rumahan yang dikebiri. Kesannya eksklusif. Sekarang manusia pemerkosa
kabarnya juga dikebiri. Terus, apa eksklusifnya saya, dong? Malahan teman-teman
sespesies menyangka saya ini napi pemerkosaan.”

Kancil meneteskan air mata. Tak
sampai hati ia melanjutkan sosialisasi kenaikan iuran BPJS di depan kaum yang
lagi prihatin. Menteri informasi itu langsung menuju pantai tempat burung maleo
mengerami dan menetaskan telurnya di pasir.

Baca Juga :  Rasa Daging Manusia Menurut Para Kanibal – Part 1: Sumanto dari Indo

”Hai maleo! Jangan takut pingsan
sehabis bertelur gegara telur kalian bisa mencapai lima kali besar telur ayam.
Pas kalian pingsan, ada BPJS walau iurannya naik dua kali lipat.” Demikian
rencana yang akan diumumkan kancil.

Sesampai pantai, ia melihat
musang memangsa telur-telur maleo yang ditinggal induknya dengan tertatih-tatih
karena sayapnya patah.

“Ah, saya sudah kebal segala trik pengalihan isu!” alasan musang
saat melihat kancil keheranan kenapa dirinya tak memangsa induk yang sudah
tertatih-tatih patah sayapnya itu.

“Nenek moyang saya menasihati, seluruh burung yang bertelur di tanah
mahir siasat pengalihan isu. Demi melindungi telur dan anak-anaknya, mereka
tertatih-tatih menjauh dari sarang, pura-pura sayapnya patah. Nanti, begitu
kami sergap, mereka terbang dan kami sudah lupa terhadap sumber gizi nun jauh
di sarangnya.”

Kancil penasaran, ”Jadi, meski
sudah ada pengalihan isu, kamu tetap ingat telur mereka?”

Musang mengangguk, ”Bahkan, kami
masih ingat, iuran BPJS bakal dinaikkan. Iya, kan?” (***)

(Sujiwo Tejo tinggal di Twitter @sudjiwotedjo dan Instagram
@president_jancukers)

Terpopuler

Artikel Terbaru