SEBLAK kembali jadi sorotan publik setelah sebuah video viral di media sosial. Dalam video itu, dokter umum dr. Aisyah Putri menyebut Indonesia tengah berada dalam kondisi “darurat seblak” karena banyak pasiennya mengalami radang lambung akibat terlalu sering mengonsumsi makanan pedas tersebut. Unggahan itu menuai respons luas, termasuk dari kalangan ahli gizi yang ikut memberikan penjelasan.
Peringatan Dokter: Konsumsi Berlebihan Bisa Bahaya
Dalam videonya, dr. Aisyah mengungkap pengalaman saat menerima tiga pasien dengan keluhan serupa: nyeri ulu hati, mual, dan muntah. Setelah ditelusuri, semuanya memiliki kebiasaan makan seblak hampir setiap hari. Menurutnya, kandungan cabai berlebihan, terutama dari bubuk cabai instan, dapat mengiritasi dinding lambung. Ditambah lagi dengan kerupuk yang tidak matang sempurna, minyak yang digunakan berulang kali, serta bumbu penyedap berlebih, risiko gangguan pencernaan semakin tinggi.
Ia menegaskan, konsumsi seblak terlalu sering bisa meningkatkan produksi asam lambung. Kondisi ini berpotensi memicu gastritis hingga berkembang menjadi tukak lambung jika tidak segera ditangani.
Tanggapan Ahli Gizi: Pedas Bukan Satu-satunya Faktor
Menanggapi pernyataan tersebut, ahli gizi klinis Dr. Rina Suryani, M.Sc menilai seblak memang bisa berisiko jika tidak dikonsumsi dengan bijak. “Seblak itu bukan makanan berbahaya, yang jadi masalah adalah cara pengolahan dan jumlah yang dikonsumsi,” jelasnya saat dihubungi Minggu, 7 September 2025.
Menurut Dr. Rina, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, cabai mengandung kapsaisin yang bisa mengiritasi lambung, terutama pada penderita maag. Kedua, proses pengolahan kerupuk yang tidak sempurna atau penggunaan minyak bekas bisa memperparah masalah pencernaan. Ketiga, bumbu instan dalam seblak biasanya kaya natrium, yang jika berlebihan dapat memicu hipertensi. Keempat, komposisi gizi seblak cenderung minim serat, protein, dan vitamin, sehingga tidak ideal dijadikan makanan utama.
Konsumsi Bijak Jadi Kunci
Dr. Rina menegaskan pentingnya kontrol porsi dan kebersihan. Ia menyarankan agar masyarakat tidak mengonsumsi seblak setiap hari. Jika ingin menikmati, pilih bahan segar, perhatikan kebersihan tempat makan, atau lebih aman lagi membuat sendiri di rumah. Baik dr. Aisyah maupun Dr. Rina sama-sama menekankan, kasus gangguan lambung akibat seblak seharusnya menjadi pengingat bagi masyarakat untuk lebih peduli terhadap pola makan.
Dengan tren seblak yang semakin populer dan variannya kian beragam, masyarakat perlu lebih bijak agar kesehatan pencernaan tetap terjaga. (has/fin)