31 C
Jakarta
Tuesday, August 12, 2025

Tanpa Pilwali

Target Trump berikutnya: mengambil alih manajemen daerah khusus ibu kota, Washington DC. Presiden Donald Trump jengkel: ibu kota Amerika tidak aman, kotor, dan taman-tamannya tidak tertata indah.

Langkahnya dimulai Jumat malam kemarin. Trump menurunkan begitu banyak polisi Federal ke pusat kota DC. Tujuannya: mencegah keributan remaja yang selalu terjadi Jumat larut malam. Terutama setelah bubaran bar dan klub-klub malam.

Trump mengeluarkan keputusan darurat. Itu memang masih berada di kewenangannya. Pengerahan polisi “pusat” itu akan dilakukan seminggu –tapi bisa diperpanjang. Berita terakhir: diperpanjang.

Wali Kota DC Muriel Elizabeth Bowser tidak memberi reaksi melawan. Pilih diam. Dia tahu Trump sangat membencinya.

Sebenarnya Bowser istimewa. Sejak sekolah. Sampai lulus sebagai sarjana sejarah. Lalu master di bidang manajemen. Baru Dua wanita yang berhasil menjadi wali kota di DC –dia yang kedua. Sangat berhasil. Sampai terpilih lagi. Lalu terpilih lagi untuk periode ketiga sekarang ini.

Persentase kemenangannyi pun tidak main-main. Selalu menang mutlak: di atas 70 persen.

Sebagai presiden, Trump merasa malu ibu kota negaranya tidak aman dan kotor. Tapi ukuran penilaian itu memang subyektif.

Di mata turis seperti Anda, mungkin DC sudah sangat bersih dan tertata. Bandingan Anda: kota Anda sendiri.

Tapi Trump mungkin membandingkannya dengan kawasan istana pribadinya di Florida: Mar-a-Lago.

Baiknya petugas lapangan bagian kebersihan kota dikirim ke luar negeri. Agar saat bekerja punya selera bersih seperti di sana. Kadang petugas kebersihan merasa sudah bekerja maksimal. Sudah sangat bersih –membandingkannya dengan rumahnya sendiri.

Saya ingat betapa petugas kebersihan di Jawa Pos dulu terkagum setelah melihat Singapura. Lalu Perth di Australia Barat. Tidak lagi membandingkan kebersihan toilet di kantor yang ia bersihkan dengan toilet di rumahnya.

Baca Juga :  Choi Rubicon

Bahwa DC dianggap Trump tidak aman, ukurannya juga relatif. Pembunuhan di DC memang terjadi hampir 500 kali setahun, 2024.

Tapi itu tidak terbanyak. Kalah dengan kota Jackson, New Orleans, bahkan St Louis. Di DC pembunuhan sebenarnya sudah turun. Hampir 50 persen. Setahun sebelumnya masih 897 kasus.

Meski turun separo jumlah itu memang besar. Di ibu kota pula. Dan lagi tetap saja 50 persen pelakunya adalah remaja.

Lalu soal DC yang kotor. Penyebabnya adalah banyaknya gelandangan yang tidur di taman-taman. Termasuk taman di sekitar Gedung Putih. Jumlah gelandangan di DC mencapai hampir 7000 orang. Sulit diusir karena menyangkut hak-hak asasi warga negara. Sedang Trump menginginkan tindakan yang lebih keras dari pemda DC.

Untuk itu tentu DC tidak kekurangan anggaran. “APBD”-nya USD 21 miliar. Setara dengan tiga kali APBD Jakarta. Penduduknya hanya 700.000 orang –tidak sampai 10 persennya Jakarta.

Mungkin kejengkelan utama Trump bukan soal tidak amannya DC. Bisa jadi karena mengapa selalu saja wali kota terpilihnya dari Partai Demokrat. Apalagi wali kota yang sekarang: terang-terangan mendukung Hillary Clinton. Di pilpres dulu.

Maka kini ada upaya untuk menjauhkan DC dari Partai Demokrat. Tidak mungkin mengalahkan Demokrat lewat pilwali. Trump punya cara lain: status otonominya dibatalkan. Kini lagi diusulkan UU pencabutan otonomi khusus itu. RUU itu –seperti sengaja meledek sang wali kota– disebut BOWSER Act. Itu nama akhir sang wali kota. Tapi pengusulnya berdalih itu singkatan dari RUU Bringing Oversight to Washington and Safety to Every Resident.

Baca Juga :  Ais Anis

Yang mengusulkannya: anggota DPR dari Republik. Memang belum sampai tahap dibahas di Komite Legislatif, tapi usul itu akan terus diperjuangkan.

DC sebenarnya tidak sejak awal sudah menjadi daerah khusus. Baru di tahun 1973. Pun dulunya DC dikenal sebagai daerah kumuh. Sungai-sungainya jadi buangan limbah industri.

Perumahannya tidak tertata. Baru di akhir 1980-an mulai ditata. Utamanya setelah industri pindah ke daerah lebih ke pedalaman. DC benar-benar menjadi kota yang indah setelah tahun 1970-an. Kian modern dan tertata. Sampai DC dinilai parah oleh Trump.

Jadi masa lalu DC sebenarnya tidak seperti yang dibayangkan Trump –yang masa kecilnya di New York. Tapi Trump benar bahwa DC harus lebih indah dan elegan. Kota-kota besar di dunia kian mempercantik diri –pun kota-kota di negara ketiga. Kalau DC dibiarkan terus seperti sekarang tentu Amerika tidak istimewa lagi.

Perasaan saya sendiri seperti itu. Kini DC menjadi kota biasa saja. Padahal DC sebenarnya juga lebih maju dibanding dulu. Hanya saja mungkin karena belakangan saya sudah melihat banyaknya perubahan di kota-kota lain dunia.

Dulu pembanding saya hanya Jakarta. Yakni Jakarta zaman itu. Maka terlihatlah betapa istimewa DC –ketika kali pertama ke sana di tahun 1984.

Sama dengan kesan terhadap sungai di desa saya. Waktu kecil rasanya sungai itu lebar sekali. Kini kok terlihat kecil banget –padahal ukurannya sama.

Trump rasanya memang ingin Amerika tetap di depan negara lain. Tidak mudah lagi. Terutama karena usianya.(Dahlan Iskan)

Target Trump berikutnya: mengambil alih manajemen daerah khusus ibu kota, Washington DC. Presiden Donald Trump jengkel: ibu kota Amerika tidak aman, kotor, dan taman-tamannya tidak tertata indah.

Langkahnya dimulai Jumat malam kemarin. Trump menurunkan begitu banyak polisi Federal ke pusat kota DC. Tujuannya: mencegah keributan remaja yang selalu terjadi Jumat larut malam. Terutama setelah bubaran bar dan klub-klub malam.

Trump mengeluarkan keputusan darurat. Itu memang masih berada di kewenangannya. Pengerahan polisi “pusat” itu akan dilakukan seminggu –tapi bisa diperpanjang. Berita terakhir: diperpanjang.

Wali Kota DC Muriel Elizabeth Bowser tidak memberi reaksi melawan. Pilih diam. Dia tahu Trump sangat membencinya.

Sebenarnya Bowser istimewa. Sejak sekolah. Sampai lulus sebagai sarjana sejarah. Lalu master di bidang manajemen. Baru Dua wanita yang berhasil menjadi wali kota di DC –dia yang kedua. Sangat berhasil. Sampai terpilih lagi. Lalu terpilih lagi untuk periode ketiga sekarang ini.

Persentase kemenangannyi pun tidak main-main. Selalu menang mutlak: di atas 70 persen.

Sebagai presiden, Trump merasa malu ibu kota negaranya tidak aman dan kotor. Tapi ukuran penilaian itu memang subyektif.

Di mata turis seperti Anda, mungkin DC sudah sangat bersih dan tertata. Bandingan Anda: kota Anda sendiri.

Tapi Trump mungkin membandingkannya dengan kawasan istana pribadinya di Florida: Mar-a-Lago.

Baiknya petugas lapangan bagian kebersihan kota dikirim ke luar negeri. Agar saat bekerja punya selera bersih seperti di sana. Kadang petugas kebersihan merasa sudah bekerja maksimal. Sudah sangat bersih –membandingkannya dengan rumahnya sendiri.

Saya ingat betapa petugas kebersihan di Jawa Pos dulu terkagum setelah melihat Singapura. Lalu Perth di Australia Barat. Tidak lagi membandingkan kebersihan toilet di kantor yang ia bersihkan dengan toilet di rumahnya.

Baca Juga :  Choi Rubicon

Bahwa DC dianggap Trump tidak aman, ukurannya juga relatif. Pembunuhan di DC memang terjadi hampir 500 kali setahun, 2024.

Tapi itu tidak terbanyak. Kalah dengan kota Jackson, New Orleans, bahkan St Louis. Di DC pembunuhan sebenarnya sudah turun. Hampir 50 persen. Setahun sebelumnya masih 897 kasus.

Meski turun separo jumlah itu memang besar. Di ibu kota pula. Dan lagi tetap saja 50 persen pelakunya adalah remaja.

Lalu soal DC yang kotor. Penyebabnya adalah banyaknya gelandangan yang tidur di taman-taman. Termasuk taman di sekitar Gedung Putih. Jumlah gelandangan di DC mencapai hampir 7000 orang. Sulit diusir karena menyangkut hak-hak asasi warga negara. Sedang Trump menginginkan tindakan yang lebih keras dari pemda DC.

Untuk itu tentu DC tidak kekurangan anggaran. “APBD”-nya USD 21 miliar. Setara dengan tiga kali APBD Jakarta. Penduduknya hanya 700.000 orang –tidak sampai 10 persennya Jakarta.

Mungkin kejengkelan utama Trump bukan soal tidak amannya DC. Bisa jadi karena mengapa selalu saja wali kota terpilihnya dari Partai Demokrat. Apalagi wali kota yang sekarang: terang-terangan mendukung Hillary Clinton. Di pilpres dulu.

Maka kini ada upaya untuk menjauhkan DC dari Partai Demokrat. Tidak mungkin mengalahkan Demokrat lewat pilwali. Trump punya cara lain: status otonominya dibatalkan. Kini lagi diusulkan UU pencabutan otonomi khusus itu. RUU itu –seperti sengaja meledek sang wali kota– disebut BOWSER Act. Itu nama akhir sang wali kota. Tapi pengusulnya berdalih itu singkatan dari RUU Bringing Oversight to Washington and Safety to Every Resident.

Baca Juga :  Ais Anis

Yang mengusulkannya: anggota DPR dari Republik. Memang belum sampai tahap dibahas di Komite Legislatif, tapi usul itu akan terus diperjuangkan.

DC sebenarnya tidak sejak awal sudah menjadi daerah khusus. Baru di tahun 1973. Pun dulunya DC dikenal sebagai daerah kumuh. Sungai-sungainya jadi buangan limbah industri.

Perumahannya tidak tertata. Baru di akhir 1980-an mulai ditata. Utamanya setelah industri pindah ke daerah lebih ke pedalaman. DC benar-benar menjadi kota yang indah setelah tahun 1970-an. Kian modern dan tertata. Sampai DC dinilai parah oleh Trump.

Jadi masa lalu DC sebenarnya tidak seperti yang dibayangkan Trump –yang masa kecilnya di New York. Tapi Trump benar bahwa DC harus lebih indah dan elegan. Kota-kota besar di dunia kian mempercantik diri –pun kota-kota di negara ketiga. Kalau DC dibiarkan terus seperti sekarang tentu Amerika tidak istimewa lagi.

Perasaan saya sendiri seperti itu. Kini DC menjadi kota biasa saja. Padahal DC sebenarnya juga lebih maju dibanding dulu. Hanya saja mungkin karena belakangan saya sudah melihat banyaknya perubahan di kota-kota lain dunia.

Dulu pembanding saya hanya Jakarta. Yakni Jakarta zaman itu. Maka terlihatlah betapa istimewa DC –ketika kali pertama ke sana di tahun 1984.

Sama dengan kesan terhadap sungai di desa saya. Waktu kecil rasanya sungai itu lebar sekali. Kini kok terlihat kecil banget –padahal ukurannya sama.

Trump rasanya memang ingin Amerika tetap di depan negara lain. Tidak mudah lagi. Terutama karena usianya.(Dahlan Iskan)

Terpopuler

Artikel Terbaru

/