PERUSAHAAN farmasi Indonesia tengah bergeliat. Salah
satunya dalam produksi obat kapsul. Sayangnya, kebutuhan bahan baku tak
sebanding dengan persediaan bahan baku cangkang kapsul yakni gelatin.
Dari data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), kebutuhan cangkang kapsul
nasional sebanyak 6 miliar butir per tahun. Saat ini, produksi domestik
cangkang kapsul berbahan baku gelatin mencapai 5 miliar butir per tahun.
Untuk memenuhi itu, Indonesia terpaksa mengimpor Selama ini, untuk memenuhi
kebutuhan cangkang kapsul dipasok dari Thailand Bangladesh, India, dan Tiongkok
yang dibuat dari gelatin. Bahan baku gelatin sendiri merupakan produksi dari
kulit, jaringan, tulang sapi, dan kerbau.
Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Argo Kemenperin, Abdul Rochim
mengatakan, untuk menyiasati kekurangan itu, pemerintah bersama akademisi
Universitas Airlangga (Unair) Surabaya yang telah memelopori pengembangan
cangkang obat kapsul berbahan baku rumput laut di Indonesia dengan kapasitas
3,6 juta cangkang kapsul per hari.
Industri cangkang kapsul berbahan baku rumput laut sebagai pengganti
gelatin sangat potensial di Tanah Air, karena rumput laut sebagai bahan baku
utama sangat melimpah di sepanjang pesisir Indonesia, jelasnya di Jakarta,
Senin (5/8).
Ia menambahkan, potensi rumput laut yang sangat besar, malah surplus .
Rumput laut juga sudah diekspor ke beberapa negara seperti China, Amerika
Serikat, dan Korea Selatan. “Indonesia merupakan penghasil rumput laut telah
diakui dunia internasional, jelasnya.
Berdasarkan data Kemenperin, ekspor rumput laut Indonesia pada tahun 2014
sampai 2018 memiliki tren positif yang naik hingga 0,81 persen. Pada periode
Januari-April 2019, ekspor rumput laut sebesar USD92,92 juta atau naik 3,98
persen dibanding capaian di periode yang sama tahun lalu USD89,37 juta.
Ekspor rumput laut Indonesia tertinggi didominasi oleh ekspor rumput laut
mentahEuchema sppdalam bentuk kering ataufreshyang dapat dikonsumsi manusia
dengan total ekspor pada tahun 2018 mencapai USD140,41 juta. Indonesia sendiri
merupakan penghasil rumput laut kering terbesar di dunia dengan produksi 328
ribu ton atau 61,18 persen total produksi dunia di tahun 2017. Rumput laut juga
diekspor dalam bentuk agar dan karagenan.
Terpisah, Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA)
Kemenperin, Gati Wibawaningsih menerangkan, pemerintah tengah mendorong
peningkatan nilai tambah komoditas rumput laut di Tanah Air melalui hilirisasi industri.
Potensi budidaya rumput laut di Indonesia tersebar di 23 provinsi yang
didukung 10 besar sentra budidaya rumput laut, yakni Sulawesi Selatan, Nusa
Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Tenggara,
Maluku, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Kalimantan Utara, dan Bali.
“Potensinya luar biasa. Misalnya di NTB, potensi areal budidaya rumput laut
seluas 22.270 hektare dengan jumlah produksi 972.148 ton per tahun,†paparnya.
Gati mengungkapkan, beberapa program pengembangan komoditas rumput laut
yang dilakukan Kemenperin, antara lain pengembangan sentra Industri Kecil
Menengah (IKM) pengolahan rumput laut melalui kegiatan pelatihan, pendampingan
oleh tenaga ahli, dan fasilitasi bantuan mesin pengolahan rumput laut. (fin/tgr/fin/kpc)