NANGA BULIK, PROKALTENG.CO – Sidang perdana kasus pengedaran uang palsu (upal) yang melibatkan terdakwa Dediy Saputro alias Dedi baru saja digelar di Pengadilan Negeri Nanga Bulik. Dedi didakwa mengedarkan dan membelanjakan uang palsu dengan motif yang cukup unik, yaitu membelikan istrinya sebuah iPhone.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Lamandau, Nadzifah Auliya Ema Surfani, merinci kronologi kejadian yang bermula dari keinginan Dedi untuk membelikan sang istri ponsel pintar tersebut.
“Keinginan tersebut, berujung pada tindakan criminal. Berawal pada Jumat, 7 Februari 2025. Merasa pusing memikirkan cara membeli iPhone, Dedi meminjam tablet milik adiknya untuk mencari tahu harga di aplikasi Lazada. Namun, takdir berkata lain. Alih-alih menemukan harga iPhone, Dedi justru menemukan postingan yang menjual uang mainan. Ide untuk menggunakan uang mainan tersebut, sebagai alat transaksi di BRILink pun muncul di benaknya,” kata JPU, Jum’at (4/7/2025).
Dedi kemudian memesan 1000 lembar uang mainan pecahan Rp 100.000,- melalui sistem COD (Cash On Delivery) seharga Rp 131.000,-. Pesanan tersebut diterima di JNE SP3 Balai Riam.
“Tanpa berpikir panjang, Dedi langsung menuju agen BRILink di lokasi yang sama untuk melakukan transaksi senilai Rp 3 juta,- menggunakan 30 lembar uang mainan tersebut. Namun, rencana liciknya tercium ketika petugas BRILink hendak mengecek keaslian uang. Ketakutan, Dedi langsung melarikan diri dan membuang uang palsu tersebut,” jelas JPU.
Kegagalan percobaan pertama tak menyurutkan niat Dedi. Pada 13 Februari 2025, ia kembali mencoba peruntungannya dengan mencari agen BRILink lain di Kabupaten Lamandau. Kali ini, Dedi lebih cermat.
“Ia bahkan menempelkan tompel dari isolasi hitam di wajahnya agar tak dikenali. Di agen BRILink Jalan Trans Kalimantan Km 11, Desa Kujan, Kecamatan Bulik, Dedi kembali melancarkan aksinya. Ia membawa 207 lembar uang palsu pecahan Rp 100.000,- dan meminta korbannya, Nanang, untuk mentransfer uang senilai Rp 26 juta,-. Karena saldo Nanang hanya Rp 19 juta,-, Dedi pun menerima transfer tersebut dengan tambahan ongkos Rp 150.000,-,” beber JPU.
Namun, sekali lagi Dedi gagal. Saat korban hendak menghitung uang, Dedi langsung kabur. Tompel palsunya pun tertiup angin dan tertinggal di lokasi kejadian. Uang hasil kejahatannya kemudian digunakan untuk membayar hutang, ongkos transportasi, membeli iPhone, serta memenuhi kebutuhan pribadi, termasuk membayar jasa wanita penghibur.
“Namun, petualangan Dedi berakhir ketika ia mencoba menarik sisa saldo Rp 8,9 juta,- yang ternyata tertahan. Ia pun disergap oleh anggota Polres Lamandau,” ungkap JPU lagi.
Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya kewaspadaan dalam bertransaksi dan bahaya pengedaran uang palsu. Motif Dedi yang unik, untuk membelikan istrinya iPhone itu akgirnya menjadi sorotan.
Sidang selanjutnya akan menentukan nasib Dedi dan menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk selalu waspada terhadap berbagai modus kejahatan.(bib/hnd)