SEPULUH hari jelang puncak haji, wukuf di Arafah pada 5 Juni 2025, Madinah resmi dikosongkan dari calon jemaah haji Indonesia. Minggu (25/5) menjadi hari terakhir pemindahan 3.267 jemaah reguler dari kota Nabi itu menuju Makkah. Menyusul lebih dari 104 ribu jemaah lainnya yang sudah lebih dulu tiba di Tanah Suci.
Proses pemberangkatan calon jemaah haji dari Madinah ke Makkah itu dimulai dari Minggu pagi. Sebanyak delapan kloter diberangkatkan dari masing-masing hotel pada pukul 07.00 WAS dan 09.00 WAS. Dari hotel, jemaah laki-laki sudah berihram, dan jemaah perempuan sudah rapi dengan pakaian muslimahnya.
Setelah itu, mereka bertolak menuju Bir Ali untuk mengambil miqat dan berniat. Sama seperti sebelumnya, jemaah lansia tidak turun dari bus. Menurut Kepala Daerah Kerja (Kadaker) Madinah, M. Luthfi Makki, total jemaah yang sudah diberangkatkan sejak 10 Mei lalu mencapai 104.077 orang.
“Hari ini ada 8 kloter terakhir, sekitar 3.267 jemaah diberangkatkan dari Madinah ke Makkah,” jelas Makki, yang ditemui di Bir Ali, titik miqat utama sebelum perjalanan.
Ia menegaskan, seluruh jemaah yang ada di Madinah sudah diberangkatkan. Kecuali yang masih dirawat di RS Arab Saudi dan Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Madinah. Makki mengatakan, saat ini ada 35 orang dirawat di RS Arab Saudi dan 4 orang masih di KKHI dan akan menyusul dengan ambulans.
“Kami memastikan tak ada yang tertinggal. Petugas tetap menyisir seluruh wilayah Madinah, hotel, dan Masjid Nabawi,” ujarnya.
Wakil Kepala Daker Madinah Khalilurrahman menambahkan pesan khusus bagi seluruh jemaah yang kini sudah tiba atau sedang menuju Makkah. “Jaga kesehatan. Suhu siang hari di sana bisa mencapai 43 derajat Celsius. Bawa selalu air minum, semprotan air, dan jangan lupa sandal agar tidak terluka karena panasnya lantai,” pesan Khalil.
Ia juga mengingatkan soal pentingnya membawa kartu Nusuk sebagai identitas wajib untuk memasuki Masjidil Haram. “Karena persyaratan makin ketat, Nusuk harus selalu dibawa. Dan kalau bingung atau lupa jalan, jangan sungkan bertanya kepada petugas. Ada sembilan pos resmi yang siap membantu jemaah Indonesia,” ujarnya.
Dalam rapat evaluasi, tim Kemenag memastikan seluruh barang-barang jemaah, termasuk yang di hotel transit, sudah diberangkatkan dan diterima dengan baik di Makkah. Bagi mereka yang sakit, pemerintah sudah menyiapkan skema safari wukuf agar tetap bisa menjalankan ibadah sesuai syariat, meski dengan kondisi terbatas.
Sementara itu, seluruh petugas haji di Madinah dijadwalkan bergerak ke Makkah pada Senin (26/5), pukul 18.00 WAS. Mereka akan bergabung dengan tim Daker Makkah untuk memperkuat layanan transportasi, akomodasi, konsumsi, serta pendampingan di Masjidil Haram.
“Semua personel akan turun penuh untuk membantu di fase puncak ibadah,” tambah Khalil.
Dengan rampungnya pemindahan ini, Indonesia kini fokus menata langkah menuju puncak haji. Wukuf di Arafah, yang direncanakan pada 5 atau 6 Juni 2025, tinggal hitungan hari. Seluruh persiapan fisik, mental, dan logistik terus dimatangkan agar para jemaah bisa menunaikan rukun Islam kelima dengan lancar dan mabrur.
Pemindahan dari KKHI Selesai 31 Mei
Terpisah, meski fisik mereka tak sekuat jemaah lain, para calon jemaah haji Indonesia yang dirawat di KKHI Madinah tetap mendapat fasilitas penuh agar bisa melaksanakan ibadah haji dengan sah dan sesuai syariat. Kepala Seksi Kesehatan Daker Madinah, dr Novitasari Nurlaila, menegaskan bahwa batas akhir atau cut-off pemindahan pasien KKHI ke Mekah adalah 31 Mei 2025.
Artinya, seluruh proses evakuasi harus selesai sebelum tanggal tersebut, agar semua jemaah siap menuju puncak haji. “Cut-off pemindahan ke Mekah adalah 31 Mei, semua harus sudah dievakuasi sebelum itu,” ujar dr Novi, Sabtu (24/5).
Konsultan Ibadah Haji Kemenag Prof Aswadi Syuhadak, yang setiap hari mendampingi pasien di KKHI, menjadi saksi semangat luar biasa para jemaah sakit untuk menyelesaikan ibadah haji mereka. Apapun metodenya, entah dilakukan mandiri, lewat safari wukuf, murur, maupun tanazul, semua disesuaikan dengan kemampuan fisik.
“Jemaah haji harus menerima realitas dengan penuh syukur. Manusia punya rencana, tapi Allah yang menentukan,” kata Prof Aswadi.
Di KKHI, selain mingambil miqat dan niat, jemaah yang dirawat juga mengambil niat ihram isytirath. Niat ihram isytirath adalah niat ihram yang disertai syarat. Jika jemaah mengalami kesulitan atau halangan, mereka diperbolehkan melakukan tahallul (mengakhiri ihram) di tempat yang menyebabkan kesulitan itu.
Niat ini memberikan keringanan khusus bagi jemaah sakit, lansia, atau mereka yang menghadapi hambatan lain dalam pelaksanaan ibadah. Lantas, bagi jemaah yang tidak memungkinkan melakukan umrah wajib karena kondisi kesehatan, mereka disarankan mengubah niat dari tamattu’ menjadi qiran.
“Kalau dokter belum bisa memastikan untuk melaksanakan umrah wajib, maka disarankan mengubah niat dari tamattu’ menjadi qiran,” jelasnya.
Dengan niat qiran, haji dan umrah dilakukan dalam satu rangkaian sehingga mereka tetap bisa melanjutkan ibadah ke tahap berikutnya.
Selain itu, Prof Aswadi menegaskan, untuk jemaah yang benar-benar tidak mampu melaksanakan lempar jumrah, maka ibadah itu akan diwakilkan. Semua skema ini dirancang untuk menjaga kelangsungan hidup jemaah, tanpa mengurangi nilai ibadahnya.
“Semua langkah ini demi kepentingan kelangsungan hidup jemaah haji,” tuturnya.
Pemerintah berharap, melalui kesiapan medis yang kuat, pemahaman fikih yang tepat, serta semangat tinggi dari para jemaah, seluruh rangkaian ibadah haji dapat terlaksana dengan sah, aman, dan penuh makna spiritual, termasuk bagi mereka yang tengah diuji dengan sakit.(jpg)