Hierarki sosial sering kali menjadi cerminan perbedaan gaya hidup, pandangan, dan nilai-nilai. Dalam konteks ini, kebiasaan orang kelas menengah kerap menjadi sorotan, terutama oleh kalangan atas.
Meski kebiasaan ini sering diremehkan, banyak yang didasarkan pada kebutuhan praktis dan strategi bertahan hidup.
Dilansir dari laman Geediting.com pada Minggu (5/1), mari kita bahas beberapa kebiasaan tersebut dan bagaimana psikologi dapat membantu memahami perbedaan pandangan ini.
- Terlalu Menekankan pada Penghematan
Bagi kebanyakan orang kelas menengah, menabung adalah prioritas utama. Ada fokus besar pada pembelian besar berikutnya atau menciptakan cadangan untuk masa sulit. Ini tentu saja keputusan yang bijaksana secara finansial.
Namun, bagi orang kalangan atas yang lebih fokus pada investasi dan pengembangan kekayaan, kebiasaan ini sering kali dianggap kurang strategis.
Mereka memandang bahwa menanam modal adalah cara untuk mengamankan masa depan, sementara tabungan saja dianggap terlalu pasif.
Meski begitu, menabung adalah langkah dasar yang penting bagi banyak keluarga kelas menengah untuk tetap bertahan dan merasa aman.
- Mengutamakan Kenyamanan daripada Kemewahan
Pilihlah kendaraan yang hemat bahan bakar, rumah yang cukup luas untuk keluarga, atau pakaian yang nyaman. Kebiasaan ini adalah ciri khas orang kelas menengah yang sering kali dipandang rendah oleh kalangan atas.
Bagi mereka, barang mewah bukan hanya soal kualitas, tetapi juga status. Namun, bagi kelas menengah, kenyamanan dan kepraktisan adalah nilai utama. Psikologi menunjukkan bahwa ini adalah cara individu menyesuaikan pilihan dengan kebutuhan nyata, bukan hanya citra.
- Mencari Validasi untuk Merasa Sukses
Orang kelas menengah sering mendefinisikan kesuksesan melalui pengakuan eksternal, seperti promosi kerja, rumah baru, atau keberhasilan anak-anak. Sebaliknya, orang kalangan atas cenderung mengukur kesuksesan berdasarkan kepuasan pribadi dan pencapaian internal.
Menurut teori hierarki kebutuhan Maslow, perbedaan ini muncul dari fokus pada kebutuhan yang berbeda. Kelas menengah mungkin masih berjuang untuk stabilitas, sementara kelas atas lebih mencari aktualisasi diri.
- Hidup Pas-pasan
Hidup pas-pasan adalah kenyataan yang dihadapi banyak orang kelas menengah. Dengan pendapatan yang terbatas, mereka sering kali harus membuat pilihan sulit untuk bertahan.
Orang kalangan atas, yang memiliki akses lebih besar ke sumber daya finansial, mungkin sulit memahami perjuangan ini dan menganggapnya sebagai tanda kurangnya ambisi atau manajemen keuangan yang buruk.
Namun, kenyataannya, banyak dari situasi ini adalah akibat faktor ekonomi yang lebih besar, bukan sekadar keputusan individu.
- Menekankan Pendidikan Praktis
Keluarga kelas menengah sering mendorong anak-anak mereka untuk mengejar pendidikan yang menawarkan peluang kerja yang stabil, seperti teknik, akuntansi, atau kedokteran.
Hal ini dipandang oleh kalangan atas sebagai kurang fleksibel dan tidak kreatif. Namun, bagi kelas menengah, keputusan ini adalah bentuk perlindungan terhadap masa depan finansial keluarga. Psikologi menunjukkan bahwa keputusan ini sering didorong oleh rasa tanggung jawab yang besar terhadap kestabilan ekonomi.
- Belanja Obral dan Diskon
Berburu diskon adalah seni bagi banyak orang kelas menengah. Praktik ini sering kali dianggap cerdas, karena memaksimalkan nilai uang yang dimiliki.
Namun, di mata orang kalangan atas, hal ini sering diasosiasikan dengan kesulitan finansial atau kurangnya selera. Padahal, bagi kelas menengah, kebiasaan ini adalah cara untuk tetap memenuhi kebutuhan tanpa harus mengorbankan anggaran lainnya.
- Menghindari Risiko
Kelas menengah cenderung lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan finansial, seperti investasi atau memulai bisnis. Mengingat mereka memiliki lebih sedikit jaring pengaman, pilihan ini sangat masuk akal.
Orang kalangan atas, dengan kebebasan finansial yang lebih besar, sering kali memandang sikap ini sebagai kurang ambisius. Namun, pendekatan hati-hati ini adalah refleksi dari pengalaman hidup mereka yang membutuhkan perhitungan matang untuk menghindari kerugian besar.
- Menghargai Koneksi Pribadi Dibandingkan Jaringan
Bagi kelas menengah, hubungan yang autentik dan mendalam sering kali lebih penting dibandingkan membangun jaringan demi keuntungan profesional. Sebaliknya, kalangan atas cenderung menganggap jaringan sebagai salah satu aset utama dalam kehidupan sosial dan profesional mereka.
Meski demikian, hubungan yang tulus memberikan dukungan emosional yang tak ternilai, yang sering kali menjadi kekuatan utama dalam menghadapi tantangan hidup. Kebiasaan orang kelas menengah sering kali mencerminkan kebutuhan praktis dan realitas kehidupan mereka.
Meskipun beberapa kebiasaan ini mungkin dipandang rendah oleh orang kalangan atas, penting untuk diingat bahwa tidak ada pendekatan yang benar atau salah dalam menjalani hidup.
Perbedaan ini lebih merupakan hasil dari keadaan dan pengalaman hidup yang berbeda. Yang terpenting adalah menghargai pilihan yang kita buat dan tetap menjalani hidup sesuai dengan nilai-nilai yang kita pegang.(jpc)