PALANGKA
RAYA-Dunia
pendidikan Kalteng kembali menorehkan prestasi pada tingkat nasional. Guru SDIT
Sahabat Alam Palangka Raya, Qanita Tajuddin, berhasil meraih peringkat III Acarya
Sastra Nasional. Penghargaan itu diterima pada acara puncak
Bulan Bahasa di Jakarta, Senin (28/10).
Tahun ini, Badan
Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
memberikan sejumlah penghargaan. Salah satunya adalah penghargaan Acarya Sastra
untuk para pendidik yang giat menghasilkan literasi di tengah masyarakat.
Proses seleksi untuk
peneriman pengarhagaan ini dimulai di tingkat provinsi. Para pemenang tingkat
provinsi berhak mewakili untuk seleksi di tingkat nasional. Pada tingkat
provinsi, Qanita berhasil meraih juara pertama.
Semua peserta yang
mengikuti seleksi di tingkat provinsi ini diminta mengumpulkan portofolio
terkait dengan kegiatan literasi. Semua buku yang pernah ditulis dikumpulkan.
Kegiatan-kegiatan yang pernah dilakukan terkait literasi, mulai dari mengisi
acara kepenulisan hingga komunitas bahasa dicantumkan dalam portofolio.
Qanita yang sehari-hari
sebagai Koordinator Bahasa SDIT Sahabat Alam ini memang dikenal aktif dalam
kegiatan kepenulisan, komunitas, serta pendidikan anak-anak. Ada sejumlah buku
yang telah ditulisnya dengan tokoh utama Tambun dan Bungai. Buku-buku cerita
itu berisikan edukasi bagi anak-anak.
Pertama, buku
Petualangan Bungai dan Tambun di Kebun Durian. Buku kedua bercerita tentang Bungai,
Tambun, dan Ikan Wadi. Buku ketiga mengisahkan Bungai, Tambun, dan Ori Kecil.
Buku keempat, Ori si Anak Orangutan.
Selain itu, juga ada
beberapa buku yang ditulis bersama penulis lainnya. Di antaranya, Pohon
Ketapang Besar dan Berdamai dengan Kesalahan. Buku dua sisi ini berisi kumpulan
Kisah Inspiratif Guru dan Orang Tua yang diterbitkan oleh SDIT Sahabat Alam.
Ada pula Buku Kumpulan Cerpen yang diterbitkan Forum Lingkar Pena (FLP)
Kalteng. Kumpulan Kisah Inspirastif diterbitkan besama dengan Komunitas Penulis
dari Kalsel.
Buku-buku yang ditulis
oleh istri dari Ustaz H Amanto Surya Langka itu selalu mengangkat tema dan
cerita tentang Kalteng. Tujuannya, kata Qanita, untuk mengenalkan Kalteng kepada
masyarakat luas. Selain itu, di setiap buku-buku yang ditulis, selalu ada pesan
moral dan karakter dari tokoh yang ditulis, terutama untuk anak-anak.
“Banyak orang yang
tidak mengenal ikan wadi. Karena itu, melalui buku Bungai, Tambun, dan Ikan
Wadi, kami ingin mengenalkan lebih luas lagi,†ujar Qanita yang aktif membina
komunitas bercerita.
Setelah mengirimkan
portofolio, ada empat orang dari Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan
Jakarta yang melakukan verifikasi. Semua data di protofolio dicek dan
diverikasi dengan melihat langsung dan melakukan kunjungan ke lapangan.
Hasilnya, pertengahan
Oktober lalu ada surat berkop Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Badan
Pengembangan Bahasa dan Perbukuan mengabarkan bahwa Qanita ditetapkan sebagai
penerima penghargaan Acarya Sastra peringkat III. Penghargaan diserahkan
tanggal 28 Oktober 2019 di Jakarta. Sedangkan yang menempati peringkat I adalah
seorang guru SMA dari Riau, dan peringkat II diraih guru SMA dari DKI Jakarta.
Kegemaran menulis
diawali dari kesukaan membaca yang sudah tumbuh sejak Qanita kecil. Ia
bercerita bahwa ketika ayahnya pulang dari Jakarta atau Surabaya, bukan makanan
atau mainan yang ditunggunya, melainkan oleh-oleh buku. Sebab, sang ayah selalu
membawa buku untuk oleh-oleh Qanita dan adik-adiknya.
Buku cerita lima sekawan,
buku serial cuaca, air, penemu, dan ilmuwan, buku Untung Suropati, dan lainnya.
Majalah Ananda, Bobo, Sahabat, Kawanku, Gatotkaca, hingga majalah Hai saat ia
menginjak usia remaja. “Bukan hanya satu, tapi kami berlangganan majalah lebih
dari dua,†cerita Qanita.(sma/ce/ala)