25.2 C
Jakarta
Saturday, April 20, 2024

Tercatat 344 Konflik Lingkungan di Kalteng, Ini Dia PBS yang Terdokume

PALANGKA
RAYA
-Selama
2018 lalu, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng mencatat ada 344 konflik
lingkungan terjadi di Bumi Tambun Bungai. Perusahaan besar swasta (PBS) yang
bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit dan batu bara paling banyak
terdokumentasi menjadi aktor utama melakukan perusakan lingkungan. Beberapa
dokumen terkait pelanggaran itu diserahkan langsung kepada Gubernur Kalteng H
Sugianto Sabran ketika menyambangi Sekretariat Walhi di Jalan RTA Milono, Jumat
(28/6).  

Pertama, pelanggaran
lingkungan yang kini masih meresahkan masyarakat terjadi di Desa Lemo,
Kecamatan Teweh Tengah, Kabupaten Barito Utara (Batara). Kehadirian PT Harfa
Taruna Mandiri dan PT KTC Coal Meaning di wilayah tersebut menjadi pemicunya.
PT KTC Coal Meaning selaku kontraktor pengangkut batu bara dianggap paling
bertanggung jawab atas kerusakan di wilayah setempat hingga menyebabkan warga
tak bisa menggunakan lahannya untuk bercocok tanam.

Aktivitas PT KTC Coal
Meaning ini telah lama dikeluhkan masyarakat. 
Dimulai dari musyawarah yang difasilitasi pemerintah desa. Namun, pihak
perusahaan seolah-olah acuh dan mengabaikan keluhan masyarakat di Kecamatan
Teweh Tengah itu. Dan, tidak ada pertanggung jawaban terkait kerusahaan lahan
warga akibat aktivitas perusahaan.

Salah satu warga Desa
Lemo, Nor Ipansyah mengakui, kerusakan lingkungan ini terjadi akibat dari
aktivitas perusahaan PT Harfa Taruna Mandiri dan PT KTC selaku pengguna jalan
holling tersebut mengakibatkan terjadinya genangan air dan lumpur yang masuk ke
lahan warga. Sehingga menyebabkan lahan yang berada  di tepi jalan, tidak bisa dipergunakan lagi
untuk kegiatan pertanian.

 â€œBeberapa waktu yang telah lalu rekan-rekan
warga masy
arakat sudah menyampaikan kepada pihak
perusahaan terkait masalah ini. Tetapi, sampai sekarang belum ada tanggapan
dari peryusahaan kepada masyarakat,” kata Mantan Kepala Desa Lemo II itu,
kemarin (28/6).

Pengaduan ke DPRD, kata
dia, merupakan sebuah upaya dari warga, agar tuntutan mereka bisa
direalisasikan. Karena menurutnya, beberapa waktu lalu dari Pemerintah Desa
sudah juga menyampaikan kepada pihak perusahaan 
agar ini bisa diselesaikan

“Sebetulnya,
pertemuan-pertemuan sudah dilaksankan, akan tetapi realisasi dari perusahaan
hingga saat ini yang belum ada. Kami dari warga didalam forum musyawarah ini
agar dari pihak-pihak terkait untuk mencari solusinya,” kata Nor Ipansyah.

Ketua DPRD Batara, Set
Enus Y Mebas selaku pimpinan rapat menyampaikan bahwa pihaknya dari DPRD Batara
akan melakukan penjadwalan kunjungan kerja ke PT Harfa Taruna Mandiri untuk
pengecekan secara langsung ke lapangan.

“PT Harfa Taruna
Mandiri harus bertanggung jawab atas indikasi keruskaan lahan atau lingkungan
yang berada di wialayah IUP PT Harfa Taruna Mandiri setelah terbukti dari kunjungan
kerja DPRD Batara dan pihak terkait lainnya. Dan juga pihak PT Harfa Taruna
Mandiri agar segera menyampaikan laporan pelaksanaan CSR serta menyampaikan
laporan pelaksanaan PKL-RPL kepada Dinas Lingkungan Hidup sejak smester I tahun
2015,”katanya.

Tidak hanya di Batara,
keresahan masyarakat akibat aktivitas penambangan batu bara juga terjadi di
Desa Karasik, Kabupaten Barito Timur (Bartim). Salah satu warga bernama Yoseph
mengungkapkan beberapa keluhannya terhadap keadaan lingkungan di wilayahnya.

Baca Juga :  Terdengar Ledakan, Mobil Innova Terbakar di Jalan Rajawali

Dikatakan Yoseph,
keluhan yang dirasakan masyarakat di desanya yakni kebisingan, debu, keruhnya
air sungai hingga galian bekas tambang yang masih belum direklamasi. Saat ini,
sungai yang menjadi kehidupan masyarakat baik minum dan mencari sumber makan
kini menjadi dangkal alias kering.

“Saat ini sungai
kami menjadi kering, hanya sedikit tetesan air padahal dulu itu sangat jernih
dan menjadi sumber kebutuhan kami,” ungkap Yoseph yang hadir dalam acara
dialog publik yang digagas Walhi Kalteng di Hotel Aquarius Palangka Raya, Kamis
(27/6).

Kejadian ini sudah
terjadi mulai 2014 lalu, pihaknya bersama warga telah menyampaikan keluhan ini
kepada pemerintah setempat tapi belum ada tanggapan.

Gubernur Kalteng H
Sugianto Sabran mendadak menyambangi Sekretariat Walhi Kalteng Jalan RTA
Miloni, Jumat (28/6). Hal itu menyusul ada laporan masyarakat yang diterima,
terkait banyaknya kasus yang bermasalah dengan masyarakat di sekitar kebun,
tambang dan juga hutan yang terjadi di Kalteng.

“Dengan kehadiran Walhi
tentu akan membantu pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten kota.
Sehingga perlu disikapi dengan arif dan bijaksana,”ungkapnya kepada media saat
itu.

Menurutnya, upaya
pemerintah dalam membangun Kalteng untuk Indonesia tentu  menginginkan pertumuhan ekonomi, kamtibmas
dilakukan secara baik dan para pengusaha juga berdatangan untuk melakukan
investasi di Kalteng.

“Dengan demikian akan
membantu Bumi Tambun Bungai untuk membangun dan menatab Indonesia yang lebih
maju dan bermartabat,” tegasnya.

Salah satu sisi yang
paling penting diperhatikan pemerintah saat ini adalah keberadaan investor yang
datang ke Kalteng baik dibidang perkebunan, kehutanan dan pertambangan. Dimana
harus berdampak kepada pertumbuhan ekonomi untuk masyarakat disekitarnya.

“Jangan justru membuat
sulit pemerintah. Misalnya ada perkebunan tetapi tidak ada plasmanya. Kasus
tersebut sudah sering ditemukan di Kalteng selama ini. Sehingga harus segera
diselesaikan,”tegasnya.

Dalam menyelesaikan
permasalahan tersebut, kata gubernur, jangan sampai pemerintah daerah mengambil
tindakan tegas baik secara hukum atau mencabut izin kebun yang telah
beroperasi, jika masih ada konflik yang terjadi.

“Maka sebelum mengambil
tindakan tegas dan melapor kepada pemerintah pusat, kita minta para pengusaha untuk
segera menyelesaikan konflik yang ada dengan bijak. Hak-hak masyarakan wajib
untuk dikembalikan,”ungkap gubernur.

Jika ada yang melakukan
penambangan disungai, untuk segera disetop aktivitasnya karena akan merusak air
sungai yang sering digunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari.

“Kita akan membantuk
tim dan melakukan pengecekan untuk menindaklanjuti informasi bahwa ada yang
melakukan penambanagn disungai di Bartim,”terang suami Yulistra Ivo itu.

Gubernur juga kian
optimistis bahwa pemerintah akan bertindak sebagai fasilitator dan juga dapat
menindak tegas, dengan melakukan komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah
daerah setempat.

Baca Juga :  Jabatan Eselon III dan IV Ditiadakan, Ini Langkah Pemprov Kalteng

Terkait dengan
permasalahan yang terjadi dimana masih banyak masyarakat yang miskin baik di sekitar
kebun dan sungai, yang tidak mendapatkan haknya untuk diperjuangkan, semestinya
ini tidak perlu terjadi. Para pimpinannya harus punya hati.  Untuk 5 perusahaan yang ada dan dilaporkan
Walhi, gubernur bersama jajarannya akan menyelesaikan dalam 1-3 bulan ke depan.
Sehingga kebun dikembalikan kepada masyarakat.

“Harapan kita, setelah
dikembalikan jangan sampai terjadi cekcok di tengah masyarakat memperebutkan
sawit tersebut. Jangan ada keributan setelah mendapatkan rejeki. Sehingga harus
disyukuri. Saya katakan akan bisa menyelesaikan permasalahan yang terjadi
itu,”tegasnya.

Direktur Eksekutif
Walhi Kalteng, Dimas N Hartono mengharapkan agar komitmen gubernur
untuk menyelesaikan laporan yang disampaikan, khususnya 5 kasus yang didorong
untuk diselesaikan dengan baik.

“Kita tentu menunggu
komitmen tersebut dengan harapkan kasus-kasus yang telak dianalisa dan
membuatkan kronologisnya dapat membantu pemerintah dalam hal proses
penyelesaian dengan baik,”tuturnya.

Dijelaskannya bahwa
Kelima kasus tersebut di antaranya PT RAS (Kapuas), PT BNJM (Bartim), PT Arjuna
(Katingan), PT SKD (Kotim) dan PT Gawi Bahandep (Seruyan). Empat perusahaan
sawit terlibat konflik lahan dengan masyarakat. Dan satu kasus terkait masalah
tambang, dimana perusahaan menambang di sungai.

“Konflik lahan terjadi
karena ada lahan masyarakat yang diambil perusahaan tanpa izin atau ganti rugi
sebelumnya. Tuntutannya agar menginginkan lahan dikembalikan dan ingin menagih
janji perusahaan untuk memberikan plasma,”tuturnya.

Sehari sebelumnya, Walhi
Kalteng melaksanakan dialog publik tentang konfilk lingkungan yang ada di
Kalteng. WALHI mendokumentasikan sebanyaknya 344 kasus lingkungan di Kalteng
selama Tahun 2018.

Direktur Eksekutif
Walhi Nasional Nur Hidayati mengatakan, dengan adanya kasus ini berharap dapat segera
terselesaikan oleh pemerintah. Proses yang dimaksud adalah dengan adanya
Peraturan Daerah (Perda) tentang penyelesaian konflik lingkungan ini.

“Proses
penyelesaian ini perlu dukungan agar Raperda segera diketok tetapi tentu harus
tetap melihat secara rinci substansi di dalamnya,” katanya saat
diwawancarai wartawan usai dialog publik di Hotel Aquarius, Kamis (27/6).

Dijelaskannya, dalam
proses penyelesaian konflik-konflik lingkungan oleh masyarakat, pemerintah
terlebih dahulu berprinsip terhadap pengakuan hak masyarakat. Selanjutnya,
pemerintah mencari keberadaan komunitas-komunitas masyarakat adat di
wilayahnya.

“Bukan masyarakat
jauh datang ke pemerintah, tetapi pemerintah proaktif mencari,” jelasnya.

Dengan demikian, secara
sendirinya masyarakat ini juga memetakan konflik dan membantu pemerintah karena
profil-profil kasus dapat diketahui. Kasus ini menjadi data awal untuk
pemerintah melakukan proses penyelesaian dan penertiban.

Sementara itu, Kepala
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalteng Norliani mengatakan, selama Tahun 2012
pihaknya telah menangani 12 kasus lingkungan hidup. Tentu, berkoordinasi dengan
pihak-pihak terkait dan profesional di bidangnya.

“Kami memiliki
unit pengaduan masyarakat, sehingga dari unit ini kami melakukan verifikasi
hingga mediasi, jika masuk pada sengketa kami berkoordinasi dengan pihak
lembaga profesional yang seharusnya menanganinya,” ungkapnya. (adl/nue/abw/ala) 

PALANGKA
RAYA
-Selama
2018 lalu, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng mencatat ada 344 konflik
lingkungan terjadi di Bumi Tambun Bungai. Perusahaan besar swasta (PBS) yang
bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit dan batu bara paling banyak
terdokumentasi menjadi aktor utama melakukan perusakan lingkungan. Beberapa
dokumen terkait pelanggaran itu diserahkan langsung kepada Gubernur Kalteng H
Sugianto Sabran ketika menyambangi Sekretariat Walhi di Jalan RTA Milono, Jumat
(28/6).  

Pertama, pelanggaran
lingkungan yang kini masih meresahkan masyarakat terjadi di Desa Lemo,
Kecamatan Teweh Tengah, Kabupaten Barito Utara (Batara). Kehadirian PT Harfa
Taruna Mandiri dan PT KTC Coal Meaning di wilayah tersebut menjadi pemicunya.
PT KTC Coal Meaning selaku kontraktor pengangkut batu bara dianggap paling
bertanggung jawab atas kerusakan di wilayah setempat hingga menyebabkan warga
tak bisa menggunakan lahannya untuk bercocok tanam.

Aktivitas PT KTC Coal
Meaning ini telah lama dikeluhkan masyarakat. 
Dimulai dari musyawarah yang difasilitasi pemerintah desa. Namun, pihak
perusahaan seolah-olah acuh dan mengabaikan keluhan masyarakat di Kecamatan
Teweh Tengah itu. Dan, tidak ada pertanggung jawaban terkait kerusahaan lahan
warga akibat aktivitas perusahaan.

Salah satu warga Desa
Lemo, Nor Ipansyah mengakui, kerusakan lingkungan ini terjadi akibat dari
aktivitas perusahaan PT Harfa Taruna Mandiri dan PT KTC selaku pengguna jalan
holling tersebut mengakibatkan terjadinya genangan air dan lumpur yang masuk ke
lahan warga. Sehingga menyebabkan lahan yang berada  di tepi jalan, tidak bisa dipergunakan lagi
untuk kegiatan pertanian.

 â€œBeberapa waktu yang telah lalu rekan-rekan
warga masy
arakat sudah menyampaikan kepada pihak
perusahaan terkait masalah ini. Tetapi, sampai sekarang belum ada tanggapan
dari peryusahaan kepada masyarakat,” kata Mantan Kepala Desa Lemo II itu,
kemarin (28/6).

Pengaduan ke DPRD, kata
dia, merupakan sebuah upaya dari warga, agar tuntutan mereka bisa
direalisasikan. Karena menurutnya, beberapa waktu lalu dari Pemerintah Desa
sudah juga menyampaikan kepada pihak perusahaan 
agar ini bisa diselesaikan

“Sebetulnya,
pertemuan-pertemuan sudah dilaksankan, akan tetapi realisasi dari perusahaan
hingga saat ini yang belum ada. Kami dari warga didalam forum musyawarah ini
agar dari pihak-pihak terkait untuk mencari solusinya,” kata Nor Ipansyah.

Ketua DPRD Batara, Set
Enus Y Mebas selaku pimpinan rapat menyampaikan bahwa pihaknya dari DPRD Batara
akan melakukan penjadwalan kunjungan kerja ke PT Harfa Taruna Mandiri untuk
pengecekan secara langsung ke lapangan.

“PT Harfa Taruna
Mandiri harus bertanggung jawab atas indikasi keruskaan lahan atau lingkungan
yang berada di wialayah IUP PT Harfa Taruna Mandiri setelah terbukti dari kunjungan
kerja DPRD Batara dan pihak terkait lainnya. Dan juga pihak PT Harfa Taruna
Mandiri agar segera menyampaikan laporan pelaksanaan CSR serta menyampaikan
laporan pelaksanaan PKL-RPL kepada Dinas Lingkungan Hidup sejak smester I tahun
2015,”katanya.

Tidak hanya di Batara,
keresahan masyarakat akibat aktivitas penambangan batu bara juga terjadi di
Desa Karasik, Kabupaten Barito Timur (Bartim). Salah satu warga bernama Yoseph
mengungkapkan beberapa keluhannya terhadap keadaan lingkungan di wilayahnya.

Baca Juga :  Terdengar Ledakan, Mobil Innova Terbakar di Jalan Rajawali

Dikatakan Yoseph,
keluhan yang dirasakan masyarakat di desanya yakni kebisingan, debu, keruhnya
air sungai hingga galian bekas tambang yang masih belum direklamasi. Saat ini,
sungai yang menjadi kehidupan masyarakat baik minum dan mencari sumber makan
kini menjadi dangkal alias kering.

“Saat ini sungai
kami menjadi kering, hanya sedikit tetesan air padahal dulu itu sangat jernih
dan menjadi sumber kebutuhan kami,” ungkap Yoseph yang hadir dalam acara
dialog publik yang digagas Walhi Kalteng di Hotel Aquarius Palangka Raya, Kamis
(27/6).

Kejadian ini sudah
terjadi mulai 2014 lalu, pihaknya bersama warga telah menyampaikan keluhan ini
kepada pemerintah setempat tapi belum ada tanggapan.

Gubernur Kalteng H
Sugianto Sabran mendadak menyambangi Sekretariat Walhi Kalteng Jalan RTA
Miloni, Jumat (28/6). Hal itu menyusul ada laporan masyarakat yang diterima,
terkait banyaknya kasus yang bermasalah dengan masyarakat di sekitar kebun,
tambang dan juga hutan yang terjadi di Kalteng.

“Dengan kehadiran Walhi
tentu akan membantu pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten kota.
Sehingga perlu disikapi dengan arif dan bijaksana,”ungkapnya kepada media saat
itu.

Menurutnya, upaya
pemerintah dalam membangun Kalteng untuk Indonesia tentu  menginginkan pertumuhan ekonomi, kamtibmas
dilakukan secara baik dan para pengusaha juga berdatangan untuk melakukan
investasi di Kalteng.

“Dengan demikian akan
membantu Bumi Tambun Bungai untuk membangun dan menatab Indonesia yang lebih
maju dan bermartabat,” tegasnya.

Salah satu sisi yang
paling penting diperhatikan pemerintah saat ini adalah keberadaan investor yang
datang ke Kalteng baik dibidang perkebunan, kehutanan dan pertambangan. Dimana
harus berdampak kepada pertumbuhan ekonomi untuk masyarakat disekitarnya.

“Jangan justru membuat
sulit pemerintah. Misalnya ada perkebunan tetapi tidak ada plasmanya. Kasus
tersebut sudah sering ditemukan di Kalteng selama ini. Sehingga harus segera
diselesaikan,”tegasnya.

Dalam menyelesaikan
permasalahan tersebut, kata gubernur, jangan sampai pemerintah daerah mengambil
tindakan tegas baik secara hukum atau mencabut izin kebun yang telah
beroperasi, jika masih ada konflik yang terjadi.

“Maka sebelum mengambil
tindakan tegas dan melapor kepada pemerintah pusat, kita minta para pengusaha untuk
segera menyelesaikan konflik yang ada dengan bijak. Hak-hak masyarakan wajib
untuk dikembalikan,”ungkap gubernur.

Jika ada yang melakukan
penambangan disungai, untuk segera disetop aktivitasnya karena akan merusak air
sungai yang sering digunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari.

“Kita akan membantuk
tim dan melakukan pengecekan untuk menindaklanjuti informasi bahwa ada yang
melakukan penambanagn disungai di Bartim,”terang suami Yulistra Ivo itu.

Gubernur juga kian
optimistis bahwa pemerintah akan bertindak sebagai fasilitator dan juga dapat
menindak tegas, dengan melakukan komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah
daerah setempat.

Baca Juga :  Jabatan Eselon III dan IV Ditiadakan, Ini Langkah Pemprov Kalteng

Terkait dengan
permasalahan yang terjadi dimana masih banyak masyarakat yang miskin baik di sekitar
kebun dan sungai, yang tidak mendapatkan haknya untuk diperjuangkan, semestinya
ini tidak perlu terjadi. Para pimpinannya harus punya hati.  Untuk 5 perusahaan yang ada dan dilaporkan
Walhi, gubernur bersama jajarannya akan menyelesaikan dalam 1-3 bulan ke depan.
Sehingga kebun dikembalikan kepada masyarakat.

“Harapan kita, setelah
dikembalikan jangan sampai terjadi cekcok di tengah masyarakat memperebutkan
sawit tersebut. Jangan ada keributan setelah mendapatkan rejeki. Sehingga harus
disyukuri. Saya katakan akan bisa menyelesaikan permasalahan yang terjadi
itu,”tegasnya.

Direktur Eksekutif
Walhi Kalteng, Dimas N Hartono mengharapkan agar komitmen gubernur
untuk menyelesaikan laporan yang disampaikan, khususnya 5 kasus yang didorong
untuk diselesaikan dengan baik.

“Kita tentu menunggu
komitmen tersebut dengan harapkan kasus-kasus yang telak dianalisa dan
membuatkan kronologisnya dapat membantu pemerintah dalam hal proses
penyelesaian dengan baik,”tuturnya.

Dijelaskannya bahwa
Kelima kasus tersebut di antaranya PT RAS (Kapuas), PT BNJM (Bartim), PT Arjuna
(Katingan), PT SKD (Kotim) dan PT Gawi Bahandep (Seruyan). Empat perusahaan
sawit terlibat konflik lahan dengan masyarakat. Dan satu kasus terkait masalah
tambang, dimana perusahaan menambang di sungai.

“Konflik lahan terjadi
karena ada lahan masyarakat yang diambil perusahaan tanpa izin atau ganti rugi
sebelumnya. Tuntutannya agar menginginkan lahan dikembalikan dan ingin menagih
janji perusahaan untuk memberikan plasma,”tuturnya.

Sehari sebelumnya, Walhi
Kalteng melaksanakan dialog publik tentang konfilk lingkungan yang ada di
Kalteng. WALHI mendokumentasikan sebanyaknya 344 kasus lingkungan di Kalteng
selama Tahun 2018.

Direktur Eksekutif
Walhi Nasional Nur Hidayati mengatakan, dengan adanya kasus ini berharap dapat segera
terselesaikan oleh pemerintah. Proses yang dimaksud adalah dengan adanya
Peraturan Daerah (Perda) tentang penyelesaian konflik lingkungan ini.

“Proses
penyelesaian ini perlu dukungan agar Raperda segera diketok tetapi tentu harus
tetap melihat secara rinci substansi di dalamnya,” katanya saat
diwawancarai wartawan usai dialog publik di Hotel Aquarius, Kamis (27/6).

Dijelaskannya, dalam
proses penyelesaian konflik-konflik lingkungan oleh masyarakat, pemerintah
terlebih dahulu berprinsip terhadap pengakuan hak masyarakat. Selanjutnya,
pemerintah mencari keberadaan komunitas-komunitas masyarakat adat di
wilayahnya.

“Bukan masyarakat
jauh datang ke pemerintah, tetapi pemerintah proaktif mencari,” jelasnya.

Dengan demikian, secara
sendirinya masyarakat ini juga memetakan konflik dan membantu pemerintah karena
profil-profil kasus dapat diketahui. Kasus ini menjadi data awal untuk
pemerintah melakukan proses penyelesaian dan penertiban.

Sementara itu, Kepala
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalteng Norliani mengatakan, selama Tahun 2012
pihaknya telah menangani 12 kasus lingkungan hidup. Tentu, berkoordinasi dengan
pihak-pihak terkait dan profesional di bidangnya.

“Kami memiliki
unit pengaduan masyarakat, sehingga dari unit ini kami melakukan verifikasi
hingga mediasi, jika masuk pada sengketa kami berkoordinasi dengan pihak
lembaga profesional yang seharusnya menanganinya,” ungkapnya. (adl/nue/abw/ala) 

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya

Terpopuler

Artikel Terbaru