PALANGKA RAYA-Pernyataan beberapa warga di Desa
Sembuluh, Kecamatan Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan yang menyebut salah satu
warganya mengklaim lahan secara sepihak, langsung direspons oleh Wardian dan
para penggiat lingkungan di Kalteng.
Wardian, salah satu warga yang merasa tersudutkan
langsung bereaksi. Ia tidak terima disebut melakukan klaim sepihak terhadap
lahan warga serta buronan aparat kepolisian. Pria 64 tahun itu memastikan bahwa
pernyataan beberapa warga itu tidaklah benar. Malahan dia mengaku saat ini sedang
berada di Jakarta untuk melaporkan tindakan arogansi dan upaya kriminalisasi ke
Propam Polri, Kompolnas, Komnas HAM RI.
“Selain itu, saya dan teman-teman pendamping (SOB-Walhi
Kalteng) juga mengadukan PT Salonok Ladang Mas (SLM) ke Kementerian Lingkungan
Hidup (KLHK), karena diduga melanggar UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan terkait
perampasan lahan,†tulis Wardian dalam secarik kertas putih bermeterai 6.000
yang diantarkan oleh Direktur Eksekutif Save Our Borneo (SOB) Kalteng Safrudin
ke redaksi Kalteng Pos, kemarin pagi (20/5).
Sementara dalam keterangan tertulisnya, Wardian
menyebut, pernyataan dari warga yang menudingnya mengklaim lahan secara sepihak
adalah tidak benar. Pernyataan itu, lanjut dia, bisa memicu terjadinya konflik
dan permusuhan antarkeluarga dan masyarakat di Danau Sembuluh, hanya karena
persoalan klaim lahan.
“Salah satu contohnya pernyataan Anang Sabri. Itu
tidak benar. Pada 4 Mei, di Batu Gadur saya menanyakan langsung kepada dia, di mana
letak dan bukti-bukti kepemilikan tanah yang diklaimnnya. Namun, Anang Sabri
tidak bisa menunjukkan letak dan bukti kepemilikan tanah yang diklaimnya
tersebut,” tegas Wardian.
Direktur Eksekutif Save Our Borneo (SOB) Kalteng Safrudin
juga menyoroti kasus sengketa lahan yang terjadi di Bukit Batu Gadur, Kabupaten
Seruyan. Ia membeberkan bahwa kawasan yang berlokasi di Desa Sembuluh I itu
memang sedang dalam konflik dan sengketa antara penduduk setempat dengan
perusahaan besar swasta (PBS) sektor perkebunan kelapa sawit milik PT Salonok
Ladang Mas (SLM).
Dijelaskan Safrudin, SOB bersama Walhi Kalteng dan
beberapa non-government organization (NGO) lingkungan telah lama bekerja sama
mendampingi warga di sekitar Danau Sembuluh, telah mengetahui hal itu sejak
2003 lalu. PT SLM mulai melakukan pembukaan lahan dan pembibitan kelapa sawit
di wilayah Desa Sembuluh. PT SLM pun sempat melakukan pertemuan dengan
masyarakat, termasuk dengan pemerintah desa dan kecamatan.
“Dari pertemuan itu, sebagai besar masyarakat
menolak kehadiran dan rencana kegiatan PT SML, karena wilayah itu merupakan
lahan untuk berladang dan berkebun bagi masyarakat, serta masih berupa hutan yang
di dalamnya banyak terdapat kayu ulin, ” terangnya.
Namun, lanjut Safrudin, PT SLM tidak menghentikan
aktivitasnya. Malahan pada periode 2009-2010, perusahaan yang masih satu grup
dengan PT USTP ini, diduga seringkali melakukan aktivitas ilegal dan bertentangan
dengan peraturan. Salah satunya, sengaja memindahkan lokasi pembangunan pabrik
kelapa sawit (PKS) ke lokasi baru yang berada di luar Amdal lama, tanpa membuat
Amdal Baru.
“Warga termasuk Wardian telah secara tegas
menolak pemindahan lokasi PKS tersebut, dan meminta agar mencari lokasi lain
yang tidak berpotensi menggelontornya limbah, baik limbak cair PKS, limbah B2,
atau limba domestikanya ke sungai yang bermuara ke Danau Sembuluh itu,”
tegasnya.
Safrudin menambahkan, lokasi PKS ilegal tersebut juga
sangat berdekatan dengan jalan negara dan permukiman pendudukan. “Lokasi
PKS PT SLM saat ini merupakan lokasi PKS pada 2010 lalu izinnya pernah
dibatalkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Komisi Amdal Kalteng,” bebernya.
Di tempat terpisah, Direktur Eksekutif Walhi Kalteng
Dimas N Hartono mengatakan, hingga saat ini warga yang menentang penyerobotan
tanah yang dilakukan perusahaan, selalu dihadapkan dengan oknum aparat penegak
hukum. Bahkan informasi terbaru, warga yang menentang diisukan sebagai pemain
tanah. Isu tersebut dikeluarkan agar perjuangan masyarakat menjadi kendor dan
mudah diadu domba.
“Penyebaran informasi ini merupakan upaya
menjatuhkan perjuangan masyarakat yang hak-haknya diambil alih oleh perusahaan itu,
sekaligus upaya untuk mengaburkan opini publik, bahwa perjuangan masyarakat ini
dianggap salah,†pungkas Dimas kepada Kalteng Pos, kemarin.
Hingga berita ini diturunkan, salah satu sumber
Kalteng Pos dari perwakilan dari PT SLM belum mau berkomentar terkait laporan
warga dan upaya para penggiat lingkungan yang mengadukan ke kementerian.
“Kami
jawab nanti,” tulis salah satu sumber dari PT SLM melalu pesan WhatsApp, kemarin. (ala/ce)