PALANGKA RAYA-Pedagang
pakaian di pasar tradisional rupanya sedikit kehilangan popularitas dan
eksistensi. Tersisih oleh pasar modern dan toko-toko pinggir jalan yang kian menjamur.
Alih-alih
mengharapkan keuntungan lebih di momen Idulfitri, penghasilan para pedagang pakaian
malah di luar harapan. Omzet hari biasa dan menjelang Idulfitri dianggap tak
jauh berbeda.
“Tidak
ada bedanya. Tiga tahun belakangan sakit (sepi, red),†ucap Heni, salah satu
pedagang pakaian di Pasar Besar, ketika dibincangi media ini, Senin (3/6).
Hampir
senada disampaikan pedagang lainnya. Hasil penjualan yang diperoleh pada beberapa
hari terakhir memang naik, tetapi sangat sedikit keuntungannya. Bukan hanya Lebaran
tahun ini, tetapi beberapa tahun belakangan. Pendapatan yang diperoleh tak
seberapa besarnya.
“Mau
bilang ramai sih tidak, sepi juga tidak mas. Pendapatan ada naik, tapi tidak
seberapa nominalnya. Tidak seperti yang dulu-dulu, sewaktu pasar tradisional
masih menjadi andalan,†ujar Juni, lelaki paruh baya yang sudah berdagang
selama kurang lebih 20 tahun.
Jumlah
pengunjung pasar yang stagnan bukan tanpa alasan. Kedua pedagang memperkirakan
sepinya pedagang karena menjamurnya toko-toko yang menjual barang serupa di
sejumlah jalan di Palangka Raya. Apalagi adanya jual beli online yang semakin
digemari akhir-akhir ini.
“Sekarang
memang sudah zamannya,†ujar Heni dan diamini Juni dengan anggukan kepala.
Mungkinkah
sepinya pengunjung berkaitan dengan persaingan harga? Jawabannya tidak. Para
pedagang tak secara serampangan mematok harga jual. Relatif.
“Cari
untung sedikit saja sepi, apalagi mau cari untung yang banyak, malahan nggak
ada yang berbelanja,†sahut Putri, salah satu pedagang busana muslim.
Berbeda
dengan keadaan dan kondisi pedagang di pasar tradisional, pantauan Kalteng Pos
di pasar modern justru terlihat pembeli yang membeludak. Pengunjung membanjiri
pasar-pasar modern menjelang Hari Raya Idulfitri tahun ini.
Jika
pedagang pakaian sedikit menjerit, berbeda dengan pedagang kue kering.
Para
pedagang kue kering ketiban rezeki. Dagangannya laris manis. Wartawan Kalteng
Pos mencoba mendatangi para pedagang kue kering di Pasar Besar.
Terlihat
stoples-stoples kaca yang berukuran besar tinggal separuh berisi.
Terlihat
wanita berkerudung hitam sibuk melayani pembeli yang silih berganti datang
membeli kue-kue atau camilan yang diincar. Terlihat sang penjual menimbang
kue-kue tersebut sesuai jumlah pesanan pembeli. Lisda namanya, setelah media
ini berkenalan dengannya.
Lisda
mengatakan bahwa permintaan akan kue kering meningkat sekitar seminggu sebelum
Lebaran. Yang paling banyak diminati dan diburu pembeli adalah kue nastar,
lidah kucing, dan putri salju.
“Saat
ini kue-kue persediaan kami hampir habis. Apalagi kue nastar dan lidah kucing,â€
ucapnya.
Ia
menambahkan, jumlah pembeli sangat jauh berbeda dengan hari-hari biasanya.
Bahkan bisa dikatakan hampir 100 persen kenaikannya. Hampir ratusan kilogram
kue kering yang laku terjual.
“Alhamdullilah
Mbak, berkah di bulan Ramadan ini. Hampir 100 persen jumlah permintaan dibandingkan
hari-hari biasanya,†sebut Lisda.
Wanita
yang murah senyum ini pun menuturkan, kue-kue yang dijual di tokonya bervariasi.
Ada yang khusus didatangkan dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Selain itu,
ada juga kue-kue produksi rumahan yang dititipkan.
“Rata-ratanya
kue-kue ini kami ambil dari Banjarmasin, tapi ada juga yang produksi rumahan
yang dititip untuk dijual di sini,†terangnya.
Lisda
menyebut, permintaan kue kering semakin meningkat ketika mendekati H-1 Lebaran.
Meski demikian, mereka hanya bisa menjual stok kue yang ada saat ini, karena
sangat tidak mungkin untuk memesan lagi dari provinsi tetangga.
“Harganya
relatif dan terjangkau. Rata-rata paling murah itu Rp60.000 per kilogram. Yang paling
mahal seperti kue Nastar atau kue Putri Salju itu Rp120 ribu per kilogram. (ari/old/ce/ram)