31.6 C
Jakarta
Thursday, June 5, 2025

Patungan Kurban Apakan Diperbolehkan? Begini Penjelasan Ulama

PROKALTENG.CO-Memasuki bulan Dzulhijjah, umat Islam kembali diingatkan pada salah satu amalan mulia yang sangat dianjurkan, yaitu menyembelih hewan kurban.

Ibadah ini tak hanya mengandung nilai ibadah personal, tapi juga memiliki dampak sosial yang besar.

Namun, di tengah kondisi ekonomi yang beragam, tidak semua orang mampu membeli hewan kurban secara mandiri.

Maka, tak sedikit masyarakat yang memilih untuk patungan, terutama untuk kurban sapi.

Pertanyaannya, bagaimana sebenarnya hukum patungan kurban dalam pandangan fikih?

Hukum Kurban

Dalam Bidayatul Mujtahid, Ibnu Rusyd mencatat perbedaan pendapat ulama mengenai hukum berkurban.

Mazhab Syafi’i dan Maliki menilai bahwa berkurban hukumnya sunnah muakkadah—sunnah yang sangat dianjurkan.

Sedangkan, menurut mazhab Hanafi, berkurban menjadi wajib bagi mereka yang mampu dan bermukim, serta tidak diwajibkan bagi musafir.

Perbedaan pandangan ini tidak lantas mengurangi semangat umat Islam dalam menjalankannya.

Di berbagai wilayah, panitia kurban berusaha memfasilitasi umat agar bisa tetap berkurban, meskipun tidak dilakukan secara individu.

Maka dikenal konsep patungan, yang umumnya dilakukan untuk sapi atau unta, karena hewan ini dapat dibagi atas beberapa orang.

Baca Juga :  Ganjar Sebut Ulama Harus Dilibatkan dalam Keputusan Penting Negara

Pandangan Ulama tentang Patungan Kurban

Mayoritas ulama membolehkan patungan kurban, dengan ketentuan hewan yang dikurbankan adalah sapi atau unta, dan jumlah peserta tidak lebih dari tujuh orang.

Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni, yang menyatakan bahwa satu ekor sapi atau unta dapat mencukupi tujuh orang.

Bahkan, menurut Imam Ahmad bin Hanbal, tidak ada sahabat Nabi yang melarangnya kecuali Ibnu Umar.

Pendapat ini diperkuat oleh Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’, yang membolehkan tujuh orang berpatungan kurban sapi atau unta, baik berasal dari satu keluarga maupun tidak.

Pandangan ulama ini memiliki dasar kuat dari hadits sahih.

Dalam sebuah riwayat dari Ibnu Abbas yang terekam dalam Al-Mustadrak karya Al-Hakim, dijelaskan bahwa para sahabat pernah bepergian bersama Rasulullah SAW, lalu ketika tibanya hari raya Idul Adha, mereka menyembelih seekor sapi atas nama tujuh orang.

Baca Juga :  Jangan Sampai Orang Dayak Tersingkir dari Tanah Leluhurnya

Hadits lain dari Jabir bin Abdullah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim juga menyebutkan hal yang sama dalam konteks haji tamattu’.

Dari sini dapat dipahami bahwa kebolehan patungan kurban memiliki pijakan yang kuat, baik dari sisi fikih maupun dari praktik Nabi dan para sahabat.

Namun, hal ini hanya berlaku untuk sapi dan unta. Adapun kambing atau domba, tidak dibolehkan untuk dipatungan jika niatnya adalah kurban. Hewan kecil seperti ini hanya sah untuk satu orang saja.

Penutup

Kebolehan patungan kurban merupakan bentuk keringanan dalam syariat yang memudahkan umat Islam untuk tetap menjalankan ibadah di tengah keterbatasan ekonomi. Selama niatnya jelas dan syaratnya terpenuhi, ibadah ini tetap sah dan diterima.

Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an, yang sampai kepada Allah bukanlah daging dan darahnya, melainkan ketakwaan dari mereka yang berkurban. Maka dari itu, semangat berkurban harus terus dijaga, sekalipun melalui jalur kolektif. (jpg)

 

PROKALTENG.CO-Memasuki bulan Dzulhijjah, umat Islam kembali diingatkan pada salah satu amalan mulia yang sangat dianjurkan, yaitu menyembelih hewan kurban.

Ibadah ini tak hanya mengandung nilai ibadah personal, tapi juga memiliki dampak sosial yang besar.

Namun, di tengah kondisi ekonomi yang beragam, tidak semua orang mampu membeli hewan kurban secara mandiri.

Maka, tak sedikit masyarakat yang memilih untuk patungan, terutama untuk kurban sapi.

Pertanyaannya, bagaimana sebenarnya hukum patungan kurban dalam pandangan fikih?

Hukum Kurban

Dalam Bidayatul Mujtahid, Ibnu Rusyd mencatat perbedaan pendapat ulama mengenai hukum berkurban.

Mazhab Syafi’i dan Maliki menilai bahwa berkurban hukumnya sunnah muakkadah—sunnah yang sangat dianjurkan.

Sedangkan, menurut mazhab Hanafi, berkurban menjadi wajib bagi mereka yang mampu dan bermukim, serta tidak diwajibkan bagi musafir.

Perbedaan pandangan ini tidak lantas mengurangi semangat umat Islam dalam menjalankannya.

Di berbagai wilayah, panitia kurban berusaha memfasilitasi umat agar bisa tetap berkurban, meskipun tidak dilakukan secara individu.

Maka dikenal konsep patungan, yang umumnya dilakukan untuk sapi atau unta, karena hewan ini dapat dibagi atas beberapa orang.

Baca Juga :  Ganjar Sebut Ulama Harus Dilibatkan dalam Keputusan Penting Negara

Pandangan Ulama tentang Patungan Kurban

Mayoritas ulama membolehkan patungan kurban, dengan ketentuan hewan yang dikurbankan adalah sapi atau unta, dan jumlah peserta tidak lebih dari tujuh orang.

Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni, yang menyatakan bahwa satu ekor sapi atau unta dapat mencukupi tujuh orang.

Bahkan, menurut Imam Ahmad bin Hanbal, tidak ada sahabat Nabi yang melarangnya kecuali Ibnu Umar.

Pendapat ini diperkuat oleh Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’, yang membolehkan tujuh orang berpatungan kurban sapi atau unta, baik berasal dari satu keluarga maupun tidak.

Pandangan ulama ini memiliki dasar kuat dari hadits sahih.

Dalam sebuah riwayat dari Ibnu Abbas yang terekam dalam Al-Mustadrak karya Al-Hakim, dijelaskan bahwa para sahabat pernah bepergian bersama Rasulullah SAW, lalu ketika tibanya hari raya Idul Adha, mereka menyembelih seekor sapi atas nama tujuh orang.

Baca Juga :  Jangan Sampai Orang Dayak Tersingkir dari Tanah Leluhurnya

Hadits lain dari Jabir bin Abdullah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim juga menyebutkan hal yang sama dalam konteks haji tamattu’.

Dari sini dapat dipahami bahwa kebolehan patungan kurban memiliki pijakan yang kuat, baik dari sisi fikih maupun dari praktik Nabi dan para sahabat.

Namun, hal ini hanya berlaku untuk sapi dan unta. Adapun kambing atau domba, tidak dibolehkan untuk dipatungan jika niatnya adalah kurban. Hewan kecil seperti ini hanya sah untuk satu orang saja.

Penutup

Kebolehan patungan kurban merupakan bentuk keringanan dalam syariat yang memudahkan umat Islam untuk tetap menjalankan ibadah di tengah keterbatasan ekonomi. Selama niatnya jelas dan syaratnya terpenuhi, ibadah ini tetap sah dan diterima.

Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an, yang sampai kepada Allah bukanlah daging dan darahnya, melainkan ketakwaan dari mereka yang berkurban. Maka dari itu, semangat berkurban harus terus dijaga, sekalipun melalui jalur kolektif. (jpg)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru