Tidak semua orang
memiliki hobi yang sama, termasuk membaca. Ada yang hobi mendengarkan saja atau
bahkan tidak keduanya. Ada cara lain yang yang digagas salah satu pegiat
literasi di Kota Palangka Raya ini. Mengajak masyarakat suka membaca.
ANISA B WAHDAH,
Palangka Raya
BERKACA dari data
indeks Alibaca, pada 2018 Kalteng berada pada angka 33,86, angka ini masuk
kategori rendah. Bisnis toko buku di
Kalteng juga terlihat kurang gairah. Permintaan atau kebutuhan terhadap buku
yang masih rendah menjadi indikator
bahwa minat baca di Bumi Tambun Bungai ini masih kurang, apalagi dengan
terjangan platform digital seperti sekarang ini.
Salah satu penggiat
literasi di Kota Palangka Raya mencetuskan ide, gebrakan 100 hari 100 buku.
Febrianto Budiman, mengkampanyekan gemar membaca dan mencintai buku di Kalteng,
melalui konten media sosial selama 100 hari, dimulai sejak 30 Juli lalu dan
puncaknya pada 6 November mendatang.
Ada 100 orang relawan
baca buku yang akan meresensi satu buku favoritnya atau buku yang sudah pernah
dibaca. Bercerita tentang nilai buku itu dan mengajak orang lain membaca buku
untuk menemukan nilai-nilai hidup yang baik.
Mengapa buku? Ia
menilai buku memiliki banyak manfaat, bagi yang suka membaca, ada banyak buku
yang membentuk pikiran untuk memberikan solusi. Mungkin ada pula beberapa orang
yang keputusannya saat ini tentang pekerjaan, pasangan hidup atau tempat tinggal
terpengaruh dari sebuah buku.
“Alasan inilah
mendasari gebrakan 100 hari 100 buku ini, sebuah cerita inspiratif dari
masing-masing relawan bisa jadi merupakan inspirasi buat orang lain untuk
menemukan buku favoritnya dan memulai mencintai kebiasaan baik ini, yaitu
membaca buku,†kata Febri saat dibincangi di Disperpusip Kalteng, Jumat (28/8).
Sebelumnya, Febri
sebagai salah satu admin media sosial (sosmed) beserta dua rekannya sering
melakukan diskusi live streaming tentang berbagai topik selama pandemi
Covid-19, tujuannya untuk membuat warganet tidak bosan di rumah dan menonton
diskusi-diskusi bermanfaat tentang suatu topik. Berawal dari ini, muncul ide
untuk diskusi di room zoom, sharing tentang buku yang sudah dibaca oleh
masing-masing host akun sosmed ini.
“Saya berpikir kalau
cuma kami saja yang sharing, maka hanya kami saja yang belajar tentang itu.
Kenapa tidak berbagi ke banyak orang saja? Lahirlah ide 100 hari 100 resensi
buku ini,†katanya saat kepada Kalteng Pos.
Diungkapkan febri,
resensi yang dilakukan yakni, peresensi bercerita tentang buku yang pernah
dibaca, lalu memberikan resensi secara audiovisual, lantaran dengan video dapat
lebih menginspirasi orang lain dan mendapatkan coverage area yang luas dan
memperbesar kemungkinan orang terinspirasi.
“Penyelenggara akan
mengatur jadwal dengan masing-masing relawan baca untuk membuatkan video
resensi, durasi waktu bercerita tentang buku maksimal 30 menit menjawab
pertanyaan-pertanyaan resensi yang diajukan oleh host,†ungkapnya saat
dibincangi Kalteng Pos.
Dengan gerakan ini,
maka apabila satu orang dalam satu hari meluangkan waktu 30 menit dan secara
rutin mengikuti selama 100 hari, maka satu orang akan mendapatkan resensi 100
buku. Memiliki wawasan dan isi cerita buku yang dibacakan oleh presensi.
Resensi ini, lanjut
dia, ditayangkan secara live instagram di akun @KaltengCerdas dan lokasi
rekaman audiovisual dilakukan di Dinas Perpustakaan dan Arsip (Disperpusip)
Kalteng. Lantaran, kegiatan ini juga didukung penuh oleh Disperpusip Kalteng.
Hal-hal yang akan
disebutkan dalam resensi nantinya mulai dari judul buku, penulis, synopsis
hingga kelebihan dan kekurangan buku tersebut. “Termasuk nilai positif dari
buku terebut, seperti ada hal yang paling berpengaruh dari buku dalam membuat
keputusan atau pembentukan persepsi dan karakter,†tegasnya dia.
Kegiatan ini diikuti
seluruh kalangan, baik anak-anak, remaja dan dewasa. Namun, mayoritas memang
mereka yang sudah mapan secara ekonomi, pekerja muda yang sudah merasakan
manfaat membaca dan ingin berbagi dengan masyarakt luas.
“Yang mendaftar
sekitar 120, bagi 100 orang masuk pada kegiatan ini dan 20 lainnya menunggu
daftar berikutnya, peserta mulai dari masyarakat lokal, nasional hingga
internasional,” kata pria berkacamata ini.
Beberapa peserta
seperti, penyiar radio nasional, wali kota Palangka Raya, diplomat Inggris di
Kanada, profesor di UGM, aktivis kemanusiaan yang kuliah di Amerika dan
beberapa lainnya. Memang, dari 100 peserta ini mayoritas dari masyarakat lokal
di Kalteng, bahkan ada dua anak usia 12 tahun yang turut kampanye ini.
“Publikasi program
ini hanya melalui media sosial, beberapa mengikuti dengan alasan hal ini
menarik. Dari 100 relawan yang ikut itu hanya dalam enam hari setelah publikasi
pertama, hal ini tanda bahwa masyrakat sangat antusias untuk berbagi,”
bebernya.
Saat ini, tambah Febri,
konten audiovisual dari resensi iti masih live di instagram kalteng cerdas
saja, tetapi rekamannya nanti akan disiarkan pula di berbagai sosial media
seperti facebook, youtube, bloh dan podcast. Semakin banyak platform, maka
harapannya makin luas coverage orang menemukan nilai-nilai yang peserta bagikan
dalam resensi ini.
“Kami mendapat
respon yang baik dari pendengar, beberapa orang membeli buku yang diresensi,
beberapa juga baru mengetahui ada buku yang diresensi itu, tentu ini bermanfaat
bagi pendengar,” kata pria yang hobi traveling ini.
Febri, sebagai pncetus
ide ini berpesan. Cintai buku dan rajin membaca. Itu awal dari bangunan kuat
sebuah kecerdasan. Sebuah inovasi, kreatifitas, kemampuan berpikir, analisa dan
nantinya akan berbuah kemampuan berbicara dan menulis. Harus berawal dari
kebiasaan dan kecintaan membaca, selama itu kuat, muara kecerdasan lain juga
akan kuat. Bangsa yang cerdas karena rajin membaca tidak akan mudah digiring
oleh serbuan hoax, termasuk setingan media dan politisi.
“Semoga dengan
makin banyaknya konten tentang manfaat dan inspirasi dari membaca buku yang
kami hadirkan dalam 100 hari 100 resensi buku ini, masyarakat tergerak untuk
menemukan buku fvoritnya dan mulai mencintai kebiasaan baik ini, yaitu membaca
buku,” ujarnya.
Sementara itu, salah
satu peserta cilik Ephanya Anyuani Sonder juga mengaku tertarik dengan kegiatan
ini. Ia mendapat informasi dari orang tuanya dan seketika tertarik. Bahkan,
gadis yang saat ini duduk di bangku SMP ini meresensi bulu bebahasa Inggris
dengan judul buku A Wrinkle In Time by. Disney.
“Tau informasi
kegiatan ini dari mama, kemudian saya pikir ini menarik dan ini selaras dengan
hobi saya membaca, kemudian saya mengikuti gebrakan 100 hari 100 buku ini,â€
pungkasnya.