30.2 C
Jakarta
Friday, June 6, 2025

Waspadai Virus Korona Pada Babi yang Berpotensi Menular ke Manusia

Jenis
virus korona yang telah menginfeksi babi selama bertahun-tahun baru-baru ini
ditemukan berisiko bisa menular ke manusia. Hal ini terungkap dalam sebuah
studi baru yang dipimpin oleh University of North Carolina di Chapel Hill, yang
mengungkapkan bagaimana sel manusia rentan terhadap infeksi.

Dilansir
dari Science Times, Jumat (16/10), penelitian tersebut baru-baru ini
diterbitkan dalam jurnal Proceedings of National Academy of Sciences. Para
peneliti menggambarkan virus Korona sindrom diare akut babi atau SADS-CoV
diduga sebagai jenis virus Korona kelelawar HKU2 yang berevolusi. Sebab,
SADS-CoV, alphacoronavirus, milik keluarga yang sama dengan SARS-CoV-2, beta
coronavirus.

Para
peneliti secara sintetis memulihkan jenis liar rekombinan dan turunan virus
Korona babi dengan gen indikator. SADS-CoV diuji pada sel-sel hati, usus, dan
jalan napas manusia, tempat virus direplikasi secara efisien. Lalu strain babi
diamati menyerang sel manusia yang tidak menggunakan protein reseptor ACE-2,
yang telah dikaitkan dengan Covid-19.

Mereka
merekomendasikan bahwa babi dan pekerja peternakan harus terus dipantau untuk
mengetahui indikasi infeksi SADS-CoV untuk mencegah wabah dan kerugian ekonomi
besar-besaran. Tapi, tim tersebut dapat mengobati SADS-CoV dengan obat
Remdesivir di laboratorium.

Baca Juga :  Ini 6 Manfaat Minyak Jeruk Bali

Virus
babi telah mempengaruhi peternakan di Tiongkok sejak 2016. Virus ini berpotensi
menyebabkan kerusakan ekonomi yang besar pada industri daging babi di seluruh
dunia.

Apa
saja gejalanya?

Gejala
SADS-CoV pada babi, terutama anak babi adalah diare dan muntah yang parah.
Virus Korona ini juga berbeda dengan jenis yang menyebabkan flu biasa pada
manusia.

Peneliti
Profesor Ralph Baric mengatakan bahwa para peneliti sebagian besar berfokus
pada wabah betacoronavirus seperti SARS dan sindrom pernapasan Timur Tengah
(MERS). Namun ‘alphacoronaviruses’ bisa saja memiliki risiko yang memicu
kekhawatiran terhadap kesehatan manusia, mengingat potensinya begitu melompat
cepat antar spesies.

Sejauh
ini, belum ada kasus manusia yang dilaporkan terkena SADS-CoV. Namun pandemi
saat ini menjadi pengingat bahwa ada banyak jenis virus Korona dari hewan yang
berpotensi dapat menginfeksi manusia akibat limpahan.

Baca Juga :  Ketahui 4 Kandungan Sehat dalam Jus Mangga

“Replikasi
SADS-CoV yang efisien di paru-paru dan sel usus manusia menunjukkan potensi
patogen untuk berdampak negatif terhadap ekonomi global dan kesehatan manusia,”
tulis para penulis.

Cara
Mencegahnya

Pada
abad ke-21, sudah ada tiga strain manusia dan tiga strain virus Korona babi
yang tiba-tiba menjadi wabah global. Manusia sering melawan infeksi dari jenis
virus Korona yang ditemukan pada hewan karena terjadi kekebalan kawanan
pelindung silang. Namun, kisaran sel manusia yang terinfeksi dalam penelitian
tersebut menunjukkan bahwa orang belum memiliki kekebalan terhadap SADS-CoV.

“Mungkin
ada risiko potensial wabah di masa depan baik pada hewan maupun populasi
manusia,” kata peneliti Caitlin Edwards.

Peneliti
sedang menyelidiki lebih lanjut dan mengembangkan kandidat vaksin SADS-CoV
untuk babi. Untuk saat ini, pemisahan awal babi yang terinfeksi dan pemantauan
peternakan babi secara terus menerus dilakukan untuk membantu mencegah wabah
besar serta penyebaran ke populasi manusia.

Jenis
virus korona yang telah menginfeksi babi selama bertahun-tahun baru-baru ini
ditemukan berisiko bisa menular ke manusia. Hal ini terungkap dalam sebuah
studi baru yang dipimpin oleh University of North Carolina di Chapel Hill, yang
mengungkapkan bagaimana sel manusia rentan terhadap infeksi.

Dilansir
dari Science Times, Jumat (16/10), penelitian tersebut baru-baru ini
diterbitkan dalam jurnal Proceedings of National Academy of Sciences. Para
peneliti menggambarkan virus Korona sindrom diare akut babi atau SADS-CoV
diduga sebagai jenis virus Korona kelelawar HKU2 yang berevolusi. Sebab,
SADS-CoV, alphacoronavirus, milik keluarga yang sama dengan SARS-CoV-2, beta
coronavirus.

Para
peneliti secara sintetis memulihkan jenis liar rekombinan dan turunan virus
Korona babi dengan gen indikator. SADS-CoV diuji pada sel-sel hati, usus, dan
jalan napas manusia, tempat virus direplikasi secara efisien. Lalu strain babi
diamati menyerang sel manusia yang tidak menggunakan protein reseptor ACE-2,
yang telah dikaitkan dengan Covid-19.

Mereka
merekomendasikan bahwa babi dan pekerja peternakan harus terus dipantau untuk
mengetahui indikasi infeksi SADS-CoV untuk mencegah wabah dan kerugian ekonomi
besar-besaran. Tapi, tim tersebut dapat mengobati SADS-CoV dengan obat
Remdesivir di laboratorium.

Baca Juga :  Ini 6 Manfaat Minyak Jeruk Bali

Virus
babi telah mempengaruhi peternakan di Tiongkok sejak 2016. Virus ini berpotensi
menyebabkan kerusakan ekonomi yang besar pada industri daging babi di seluruh
dunia.

Apa
saja gejalanya?

Gejala
SADS-CoV pada babi, terutama anak babi adalah diare dan muntah yang parah.
Virus Korona ini juga berbeda dengan jenis yang menyebabkan flu biasa pada
manusia.

Peneliti
Profesor Ralph Baric mengatakan bahwa para peneliti sebagian besar berfokus
pada wabah betacoronavirus seperti SARS dan sindrom pernapasan Timur Tengah
(MERS). Namun ‘alphacoronaviruses’ bisa saja memiliki risiko yang memicu
kekhawatiran terhadap kesehatan manusia, mengingat potensinya begitu melompat
cepat antar spesies.

Sejauh
ini, belum ada kasus manusia yang dilaporkan terkena SADS-CoV. Namun pandemi
saat ini menjadi pengingat bahwa ada banyak jenis virus Korona dari hewan yang
berpotensi dapat menginfeksi manusia akibat limpahan.

Baca Juga :  Ketahui 4 Kandungan Sehat dalam Jus Mangga

“Replikasi
SADS-CoV yang efisien di paru-paru dan sel usus manusia menunjukkan potensi
patogen untuk berdampak negatif terhadap ekonomi global dan kesehatan manusia,”
tulis para penulis.

Cara
Mencegahnya

Pada
abad ke-21, sudah ada tiga strain manusia dan tiga strain virus Korona babi
yang tiba-tiba menjadi wabah global. Manusia sering melawan infeksi dari jenis
virus Korona yang ditemukan pada hewan karena terjadi kekebalan kawanan
pelindung silang. Namun, kisaran sel manusia yang terinfeksi dalam penelitian
tersebut menunjukkan bahwa orang belum memiliki kekebalan terhadap SADS-CoV.

“Mungkin
ada risiko potensial wabah di masa depan baik pada hewan maupun populasi
manusia,” kata peneliti Caitlin Edwards.

Peneliti
sedang menyelidiki lebih lanjut dan mengembangkan kandidat vaksin SADS-CoV
untuk babi. Untuk saat ini, pemisahan awal babi yang terinfeksi dan pemantauan
peternakan babi secara terus menerus dilakukan untuk membantu mencegah wabah
besar serta penyebaran ke populasi manusia.

Terpopuler

Artikel Terbaru