SIFILIS adalah penyakit infeksi yang menular melalui hubungan seksual dan dapat berdampak serius jika tidak dilakukan perawatan. Sebagai penyakit menular seksual (PMS), sifilis sering kali diabaikan karena gejalanya yang dapat muncul perlahan dan tidak terdeteksi.
Dermatolog-Venerolog, dr Haken Tennizer Toena yang bekerja di RS Hermina Samarinda dan RS Siaga Samarinda menjelaskan, penyakit sifilis ini disebabkan oleh infeksi bakteri Treponema pallidum yang dapat menyebar melalui berbagai rute yakni melalui hubungan seksual, lewat darah atau luka, dan ibu ke janin.
Paling umum terjadi melalui hubungan seksual. “Penyakit ini tidak hanya melalui kelamin, tetapi juga dapat menyebar melalui oral atau anal seks,” jelasnya. Tahapan penyakit sifilis, menurutnya terbagi menjadi beberapa stadium yang masing-masing memiliki gejala khas. Stadium pertama atau fase primer ditandai dengan munculnya luka kecil di area kelamin, anus, atau mulut, yang disebut sebagai ulkus.
“Luka ini tidak terasa sakit, tidak berdarah, bentuknya mirip seperti sariawan dan akan sembuh dengan sendirinya. Karena kemunculannya kadang susah terdeteksi makanya gejala fase primer ini sering terlewat dan tidak disadari,” sebutnya. Luka atau lesi itu akan sembuh dengan sendirinya. Meski luka sembuh, infeksi tetap berlanjut dan bakteri mulai menyebar ke seluruh tubuh.
Setelah stadium pertama, penyakit memasuki stadium kedua atau fase sekunder, yang ditandai dengan ruam kulit yang muncul di telapak tangan dan kaki. Ruam ini sangat khas dan jarang ditemukan pada penyakit lain.
“Sangat jarang ruam pada telapak tangan dan kaki itu disebabkan oleh penyakit kulit lain, jadi semisal timbul ruam di daerah tersebut sebaiknya segera ke dokter kulit,” jelasnya. Pada stadium ini, penderita juga bisa mengalami gangguan lain seperti alopecia (rambut rontok) yang pitak-pitak di bagian kepala.
Tahapan sifilis selanjutnya adalah stadium laten, yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun tanpa gejala. Pada tahap ini, seseorang tampaknya sehat dan tidak merasakan gejala apa pun. “Namun, meskipun tidak ada gejala, sifilis masih ada dalam tubuh dan bisa berkembang menjadi stadium ketiga yang lebih serius,” lanjutnya.
Stadium ketiga, atau stadium tersier, adalah fase paling berbahaya dari sifilis. Pada tahap ini, kerusakan permanen dapat terjadi pada berbagai organ tubuh, seperti jantung, otak dan mata. “Kondisi yang paling parah bisa mencakup kerusakan organ yang berakibat fatal. Karena sifilis ini menyerang secara sistemik,” sebutnya.
Kemudian bentuk penularannya perlu diperhatikan. “Jika seseorang memiliki luka terbuka yang terinfeksi dan terjadi kontak dengan luka orang lain, maka sifilis bisa menular. Selain itu, penularan juga dapat terjadi melalui transfusi darah atau penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi,” ujarnya.
Namun, penularan sifilis tidak hanya terjadi pada orang dewasa. Ibu hamil yang terinfeksi sifilis dapat menularkan penyakit ini ke janinnya, yang dapat berakibat fatal, seperti kelahiran prematur, kematian bayi, atau kerusakan organ tubuh.
“Gejala sifilis pada bayi yang terinfeksi sering kali berupa ruam merah di telapak tangan dan kaki serta pengelupasan kulit. Kerusakan organ baru akan terlihat seiring dengan perkembangan bayi,” ungkapnya.
Untuk mencegah penularan sifilis, menyarankan agar setiap individu yang berisiko tinggi melakukan tes rutin, terutama bagi mereka yang memiliki banyak pasangan seksual atau terlibat dalam perilaku seksual yang berisiko. “Setia pada pasangan dan menggunakan kondom saat berhubungan seksual adalah langkah utama untuk mengurangi risiko terkena sifilis,” tambahnya.
Jika sifilis terdeteksi sejak dini, penyakit ini dapat diobati dengan antibiotik, terutama penisilin yang diberikan melalui suntikan. “Pada stadium pertama dan kedua, satu suntikan penisilin sudah cukup untuk sembuh total. Namun, pada stadium laten dan tersier, dosis dan jangka waktu pengobatan bisa lebih lama, tergantung pada sejauh mana kerusakan yang terjadi,” jelasnya.
Dia juga menekankan pentingnya pemeriksaan rutin bagi ibu hamil, terutama untuk memastikan bahwa sifilis tidak ditularkan ke bayi. “Pemeriksaan sifilis pada ibu hamil harus dilakukan dua kali, pertama saat awal kehamilan dan sekali lagi pada usia kehamilan sekitar 28 minggu. Ini untuk memastikan bahwa ibu tidak membawa infeksi sifilis yang bisa membahayakan janinnya,” paparnya.(jpg)