Site icon Prokalteng

Retensi Urine, ketika Berkemih Tak Lancar

retensi-urine-ketika-berkemih-tak-lancar

Kesibukan
sehari-hari sering membuat hal kecil tertunda. Termasuk berkemih. Keinginan
buang air kecil (BAK) di toilet ditahan dan ditunda. Padahal, kebiasaan itu
bisa berujung pada gangguan yang lebih serius.

BAGI
sebagian orang, buang air kecil adalah perkara sepele. Menurut Dr dr Irfan
Wahyudi SpU(K), berkemih melibatkan susunan saraf kompleks. Proses tersebut
melibatkan ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra (saluran kemih).

Irfan
menjelaskan, proses berkemih normal terdiri atas dua fase. Pertama, fase
pengisian. ”Saat kandung kemih kosong, otak memberikan sinyal ke otot detrusor
buli-buli atau kandung kemih untuk rileks. Buli-buli lantas terisi urine. Otot
pun meregang,” ungkap Irfan.

Ketika
kandung kemih mencapai kapasitas maksimal sekitar 200–300 ml, otot mengirim
sinyal balik. Muncul sensasi kebelet dan kandung kemih penuh pun perlu segera
dikosongkan.

Namun,
dalam beberapa kasus, proses berkemih tak bisa lancar. Ada rasa ingin buang
air, tetapi kencing tak keluar atau hanya sedikit. Kadang muncul nyeri karena
tak bisa buang air kecil. ”Secara medis, kondisi itu disebut retensi urine.
Yakni, ketika berkemih tak bisa spontan sesuai dengan kehendak,” jelas kepala
Departemen Urologi FK Universitas Indonesia-RSCM tersebut.

Retensi
urine terbagi menjadi dua, akut dan kronis (selengkapnya lihat grafis). Irfan
menyatakan bahwa penyebabnya beragam. Mulai gangguan saraf sampai pengaruh
penggunaan obat tertentu. ”Misalnya, konsumsi obat yang diuretik sehingga
buli-buli terasa lekas penuh,” paparnya.

Alumnus
Universitas Indonesia itu mengungkapkan, gangguan tersebut paling sering
dialami laki-laki. ”Paling sering disebabkan pembesaran prostat jinak.
Akibatnya, aliran urine tak lancar dan tak tuntas,” kata Irfan.

Sementara
itu, faktor risiko paling besar pada perempuan adalah prolaps organ panggul
–yang familier dengan istilah turun berok pada awam. Kondisi itu rawan muncul
pada perempuan yang menjalani persalinan normal, obesitas, dan memiliki tumor
di area pelvis.

Meski
begitu, retensi urine juga bisa mengarah ke penyakit lain seperti tumor atau
kanker. ”Ketika ada gangguan berkemih yang disertai gejala lain, wajib periksa
ke dokter. Diagnosis ditegakkan lewat anamnesis. Apakah ada infeksi? Lalu,
apakah perlu skrining lanjutan?” paparnya.

Pengecekan
umumnya dilakukan lewat rectal examination dan USG kandung kemih, bergantung
pada keluhan.

Perkara
sepele, tetapi mengganggu kualitas hidup. Kesulitan berkemih yang tak ditangani
dengan baik bisa mengarah ke gangguan ginjal dan kandung kemih. Di laman
Institut Nasional Diabetes serta Gangguan Pencernaan dan Ginjal (NIDDK) Amerika
Serikat, retensi urine juga bisa memicu infeksi saluran kemih (ISK). Sebab,
bakteri menumpuk di kandung kemih. Di sisi lain, kandung kemih yang tak
sepenuhnya kosong bisa mengakibatkan kebocoran alias mengompol (inkontinensia).

APA
BEDA AKUT DAN KRONIS?

RETENSI
URINE AKUT

•
Disertai nyeri

• Tidak
dapat berkemih sama sekali

•
Kandung kemih terasa penuh

•
Terjadi tiba-tiba

•
Termasuk kejadian gawat darurat

RETENSI
URINE KRONIS

•
Bisa tidak disertai nyeri

•
Dapat berkemih, tetapi tidak lancar atau tidak tuntas (anyang-anyangen)

•
Tidak bisa mengosongkan kandung kemih dengan sempurna

•
Sulit memulai berkemih meski sensasi kebelet terasa

•
Tidak mengancam nyawa, tetapi bisa mengakibatkan gangguan serius di kemudian
hari

Berikut
Kebiasaan Baik yang Bisa Dimulai untuk Menghalau Gangguan Berkemih

•
Gunakan toilet dengan benar saat buang air (misalnya, duduk di toilet duduk dan
berjongkok di toilet jongkok)

•
Konsumsi cukup air putih, sekitar 6–8 gelas per hari

•
Perbanyak porsi sayuran dan buah-buahan untuk mencegah sembelit

•
Tuntaskan berkemih, jangan terburu-buru ketika berkemih

•
Jangan menunda atau menahan buang air

•
Untuk pasien dengan masalah prostat, konsumsi obat sesuai dengan resep

•
Melatih kekuatan dinding panggul lewat senam

•
Berhenti atau kurangi merokok

Exit mobile version