PROKALTENG.CO
– Pasien Penyakit Ginjal Kronis (PGK) hingga Gagal Ginjal Terminal (GGT) berhak
mendapatkan kualitas hidup yang baik. Sayangnya, sebagian dari mereka mengalami
komplikasi dari pengobatan yang dialami. Hal itu tak hanya berdampak pada fisik
tetapi juga mental pasien.
Ketua
Umum Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), dr. Aida Lydia, PhD., SpPD,
K-GH mengatakan, untuk membuat hidup pasien tetap berkualitas maka
pendekatannya harus berbasis keluarga. Pasien dan pendampingnya harus
dilibatkan dalam pengambilan keputusan serta harus mengerti mengenai
konsekuensi yang muncul akibat keputusan tersebut.
“Sebagai
contoh, pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis (cuci darah),
pasien dan pendampingnya hendaknya memahami mengenai pembatasan asupan cairan
dan diet, serta obat yang harus rutin dikonsumsi. Pendekatan berbasis kekuatan
bertujuan untuk membentuk ketahanan diantara pasien-pasien PGK dengan
meningkatkan hubungan sosial antar pasien,†katanya dalam webinar Hari Ginjal
Sedunia, Kamis (11/3).
Menurutnya,
pasien bisa mengalami komplikasi terhadap aspek kejiwaan akibat kondisi
penyakit ginjalnya. Misalnya gangguan cemas, depresi, gangguan tidur, dan
stres.
“Pendekatan
ini juga harus diberikan demi mengoptimalkan peran pasien dalam kehidupannya,â€
kata dr. Aida.
Hidup
berkualitas tentunya tidak terlepas dari kondisi fisik pasien yang memadai
untuk dapat tetap berpartisipasi dalam kehidupan. Mengenai hal ini, Direktur
Utama Dewan Direksi BPJS Kesehatan, Prof Ali Ghufron Mukti mengatakan salah
satu strategi pemberdayaan pasien adalah memfasilitasi akses pengobatan yang
berkualitas. Sebagai contoh, pasien harus terbebas dari gejala-gejala
komplikasi terkait dengan PGK.
“Seperti
kecemasan, depresi, gangguan tidur, gangguan penyesuaian, anemia dan
gatal-gatal dengan cara identifikasi gejala tersebut dan tersedianya akses
untuk mendapatkan pengobatan sesuai dengan gangguan yang dialami pasien,†kata
Prof Ali.
Selain
terapi obat, kata dia, pasien juga dapat dihadapkan pada pilihan terapi
pengganti ginjal yang disesuaikan dengan tujuan, prioritas, dan nilai hidup
baik pasien, maupun pendamping pasien. Selain itu, peran dari pemangku
kebijakan antara lain meningkatkan sumber daya untuk penyediaan layanan
kesehatan yang komprehensif.
“Termasuk
obat-obatan, nutrisi dan layanan rehabilitasi serta menjamin akses menuju
perawatan kesehatan tersebut,†tutup Prof Ali.