29 C
Jakarta
Monday, April 14, 2025

Penelitian Buktikan Obat Hydroxychloroquine Gagal Cegah Covid-19

Sampai
saat ini belum ada obat resmi untuk menyembuhkan apalagi mencegah Covid-19.
Sebelumnya sempat gencar disebutkan obat malaria Hydroxychloroquine untuk
mengatasi Covid-19. Bahkan obat itu diperjuangkan oleh Presiden AS Donald Trump
untuk mencegah Covid-19. Penelitian terbaru menyebutkan tak ada bukti atas
klaim itu.

Dilansir
dari AsiaOne, Kamis (1/10), penelitian oleh University of Pennsylvania yang
diterbitkan pada hari Rabu di JAMA Internal Medicine, menunjukkan bahwa
penggunaan obat hydroxychloroquine secara rutin tidak dapat direkomendasikan
untuk pencegahan Covid-19. Studi tersebut sebagian besar mengkonfirmasi hasil
dari percobaan serupa yang dilakukan di University of Minnesota. Dikatakan
hydroxychloroquine gagal mencegah infeksi di antara orang yang terpapar virus
Korona baru.

Dalam
laman Manila Bulletin, Pakar Kesehatan Dr. Edsel Maurice T. Salvana, MD, DTM
& H, FPCP, FIDSA menyebutkan, penelitian pengembangan obat melewati
berbagai tahap. Pertama datang studi in-vitro atau laboratorium, dan studi
hewan.

Kemudian
studi tentang manusia dilakukan. Tahap satu studi uji keamanan. Studi tahap
kedua mencari dosis terbaik sambil terus melihat keamanan. Tahap tiga studi
adalah uji coba terkontrol secara acak (RCT), yang membuktikan keamanan dan
kemanjuran. Fase empat adalah studi pasca persetujuan, yang terus mencari
masalah keamanan saat obat digunakan dalam praktik klinis.

Baca Juga :  Ketahui 3 Masalah Kulit yang Sering Dialami Bumil dan Simak Solusinya

Jika
obat gagal pada fase satu, tidak akan ada fase dua. Kecuali fase satu yang
direvisi menunjukkan keamanan. Namun, beberapa bukti kemanjuran di tahap dua
tidak akan mampu membalikkan kurangnya kemanjuran di tahap tiga. Sebab tahap
dua tidak dirancang untuk mengukur kemanjuran dengan benar. Jika ada keraguan
tentang temuan negatif dari fase tiga, maka fase tiga baru dapat dilakukan
dengan parameter yang berbeda.

 

Dalam
kasus hydroxychloroquine dan chloroquine, bukti awal penggunaan berasal dari
eksperimen in-vitro. Percobaan ini menunjukkan bahwa hydroxychloroquine mampu
mempengaruhi reproduksi SARS-CoV-2 dalam sel biakan dengan berbagai cara.
Ketika Covid-19 pertama kali menyerang, data ini menjadi dasar untuk
mempelajari lebih lanjut efek obat tersebut.

Baca Juga :  Hati-hati Berlebihan, Catat Batas Aman Kafein Bagi Ibu Hamil

Sejak
situasi berkembang, beberapa negara termasuk Amerika Serikat mengizinkan
penggunaan hydroxychloroquine berdasarkan dua alasan. Pertama,
hydroxychloroquine adalah obat yang cukup aman digunakan untuk kondisi seperti
lupus dan malaria. Kedua, ada beberapa kemungkinan ilmiah yang mungkin berhasil
berdasarkan studi in-vitro.

Dokter
terus menggunakan hydroxychloroquine (dan chloroquine) untuk pengobatan
Covid-19 sambil menunggu hasil uji klinis secara bersamaan. Sejak
hydroxychloroquine sudah digunakan pada manusia untuk penyakit lain, studi
untuk pengobatan Covid-19 melompat langsung ke fase tiga.

Yakni
percobaan hydroxychloroquine non-RCT termasuk rangkaian kasus non-acak, studi
kasus-kontrol, dan studi kohort. Memang benar bahwa tidak semua dosis
hydroxychloroquine dan chloroquine diselidiki, regimen dosis didasarkan pada
perkiraan terbaik dari kemungkinan kemanjuran, dengan mekanisme tindakan yang
diusulkan. Ada juga RCT pada penyakit berat, penyakit sedang, serta profilaksis
pasca pajanan (minum obat setelah kemungkinan pajanan) menggunakan dosis yang
lebih rendah dari biasanya. Semua penelitian ini tidak menunjukkan pengaruh
hydroxychloroquine.

Sampai
saat ini belum ada obat resmi untuk menyembuhkan apalagi mencegah Covid-19.
Sebelumnya sempat gencar disebutkan obat malaria Hydroxychloroquine untuk
mengatasi Covid-19. Bahkan obat itu diperjuangkan oleh Presiden AS Donald Trump
untuk mencegah Covid-19. Penelitian terbaru menyebutkan tak ada bukti atas
klaim itu.

Dilansir
dari AsiaOne, Kamis (1/10), penelitian oleh University of Pennsylvania yang
diterbitkan pada hari Rabu di JAMA Internal Medicine, menunjukkan bahwa
penggunaan obat hydroxychloroquine secara rutin tidak dapat direkomendasikan
untuk pencegahan Covid-19. Studi tersebut sebagian besar mengkonfirmasi hasil
dari percobaan serupa yang dilakukan di University of Minnesota. Dikatakan
hydroxychloroquine gagal mencegah infeksi di antara orang yang terpapar virus
Korona baru.

Dalam
laman Manila Bulletin, Pakar Kesehatan Dr. Edsel Maurice T. Salvana, MD, DTM
& H, FPCP, FIDSA menyebutkan, penelitian pengembangan obat melewati
berbagai tahap. Pertama datang studi in-vitro atau laboratorium, dan studi
hewan.

Kemudian
studi tentang manusia dilakukan. Tahap satu studi uji keamanan. Studi tahap
kedua mencari dosis terbaik sambil terus melihat keamanan. Tahap tiga studi
adalah uji coba terkontrol secara acak (RCT), yang membuktikan keamanan dan
kemanjuran. Fase empat adalah studi pasca persetujuan, yang terus mencari
masalah keamanan saat obat digunakan dalam praktik klinis.

Baca Juga :  Ketahui 3 Masalah Kulit yang Sering Dialami Bumil dan Simak Solusinya

Jika
obat gagal pada fase satu, tidak akan ada fase dua. Kecuali fase satu yang
direvisi menunjukkan keamanan. Namun, beberapa bukti kemanjuran di tahap dua
tidak akan mampu membalikkan kurangnya kemanjuran di tahap tiga. Sebab tahap
dua tidak dirancang untuk mengukur kemanjuran dengan benar. Jika ada keraguan
tentang temuan negatif dari fase tiga, maka fase tiga baru dapat dilakukan
dengan parameter yang berbeda.

 

Dalam
kasus hydroxychloroquine dan chloroquine, bukti awal penggunaan berasal dari
eksperimen in-vitro. Percobaan ini menunjukkan bahwa hydroxychloroquine mampu
mempengaruhi reproduksi SARS-CoV-2 dalam sel biakan dengan berbagai cara.
Ketika Covid-19 pertama kali menyerang, data ini menjadi dasar untuk
mempelajari lebih lanjut efek obat tersebut.

Baca Juga :  Hati-hati Berlebihan, Catat Batas Aman Kafein Bagi Ibu Hamil

Sejak
situasi berkembang, beberapa negara termasuk Amerika Serikat mengizinkan
penggunaan hydroxychloroquine berdasarkan dua alasan. Pertama,
hydroxychloroquine adalah obat yang cukup aman digunakan untuk kondisi seperti
lupus dan malaria. Kedua, ada beberapa kemungkinan ilmiah yang mungkin berhasil
berdasarkan studi in-vitro.

Dokter
terus menggunakan hydroxychloroquine (dan chloroquine) untuk pengobatan
Covid-19 sambil menunggu hasil uji klinis secara bersamaan. Sejak
hydroxychloroquine sudah digunakan pada manusia untuk penyakit lain, studi
untuk pengobatan Covid-19 melompat langsung ke fase tiga.

Yakni
percobaan hydroxychloroquine non-RCT termasuk rangkaian kasus non-acak, studi
kasus-kontrol, dan studi kohort. Memang benar bahwa tidak semua dosis
hydroxychloroquine dan chloroquine diselidiki, regimen dosis didasarkan pada
perkiraan terbaik dari kemungkinan kemanjuran, dengan mekanisme tindakan yang
diusulkan. Ada juga RCT pada penyakit berat, penyakit sedang, serta profilaksis
pasca pajanan (minum obat setelah kemungkinan pajanan) menggunakan dosis yang
lebih rendah dari biasanya. Semua penelitian ini tidak menunjukkan pengaruh
hydroxychloroquine.

Terpopuler

Artikel Terbaru