33.3 C
Jakarta
Sunday, September 14, 2025

Banyak Orang Terjebak Sulit Move On karena Memandang Masa Lalu dengan Idealisasi Berlebihan

Move on setelah putus cinta sering kali terdengar mudah diucapkan, tetapi kenyataannya tidak semudah membalikkan telapak tangan.Ada orang yang bisa cepat melanjutkan hidup, namun tidak sedikit pula yang butuh waktu lama untuk benar-benar melupakan.

Mengapa move on begitu sulit? Menurut konten edukasi dari akun TikTok @unmasking.human, kesulitan ini berhubungan dengan ikatan emosional yang sudah terbentuk selama menjalin hubungan.

Otak manusia terbiasa dengan rutinitas bersama pasangan, sehingga ketika hubungan berakhir, tubuh dan pikiran tetap “mencari” keberadaan orang tersebut. Inilah yang membuat seseorang masih sering teringat meski sudah lama berpisah.

Hal senada dijelaskan akun @newronedu. Mereka menyebut bahwa saat menjalin hubungan, otak melepaskan hormon dopamin dan oksitosin—zat kimia yang memicu rasa bahagia dan keterikatan. Ketika hubungan berakhir, produksi hormon ini menurun drastis, sehingga timbul rasa kosong, cemas, dan kehilangan. Kondisi inilah yang membuat seseorang seperti “ketagihan” pada mantan, mirip dengan efek withdrawal pada kecanduan.

Motivator Merry Riana dalam salah satu konten YouTube-nya juga menegaskan, banyak orang terjebak sulit move on karena memandang masa lalu dengan idealisasi berlebihan. Ingatan tentang momen indah bersama mantan sering kali lebih dominan dibandingkan konflik atau alasan perpisahan. Akibatnya, seseorang terus berharap bisa kembali, meski sebenarnya hubungan tersebut sudah tidak sehat.

Baca Juga :  Tanda dan Peringatan Anda Membutuhkan Detoks Digital, Mengurangi Penggunaan Ponsel dan Internet

Dari sisi psikologi, ada beberapa faktor yang membuat move on terasa berat:

Kenangan emosional yang mendalam. Semakin banyak pengalaman penting yang dibagi bersama mantan, semakin sulit pula untuk melepaskan.

Rasa takut kesepian. Banyak orang sulit move on karena khawatir tidak akan menemukan pasangan baru yang sebanding.

Kurangnya self-love. Menurut para pakar, individu yang kurang mencintai dirinya sendiri cenderung mencari validasi dari pasangan, sehingga kehilangan terasa lebih menyakitkan.

Ketidakmampuan menerima realita. Beberapa orang terus menyangkal perpisahan, berharap keadaan bisa kembali seperti semula.

Namun, sulit move on bukan berarti tidak ada jalan keluar. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mempercepat pemulihan emosional. Pertama, batasi kontak dengan mantan, baik secara langsung maupun melalui media sosial. Kedua, alihkan perhatian pada aktivitas positif seperti olahraga, hobi, atau mengembangkan diri. Ketiga, latih self-love dengan mengapresiasi diri sendiri, sekecil apa pun pencapaiannya.

Selain langkah-langkah praktis tersebut, penting juga memahami bahwa proses move on membutuhkan waktu yang berbeda bagi setiap orang. Tidak ada standar pasti kapan seseorang harus sembuh dari luka patah hati. Menurut para psikolog, memaksa diri untuk cepat melupakan justru bisa menambah tekanan emosional. Sebaliknya, memberi ruang untuk merasakan kesedihan adalah bagian penting dari proses pemulihan.

Baca Juga :  7 Hobi Menantang dan Membosankan Hanya Disukai oleh Orang Cerdas, Apakah Anda Menyukainya Juga?

Membangun rutinitas baru juga efektif untuk membantu otak beradaptasi. Misalnya, mengganti kebiasaan lama yang identik dengan mantan dengan aktivitas produktif, seperti mengikuti kelas baru atau berfokus pada karier. Dengan begitu, perlahan-lahan otak akan terbiasa tanpa kehadiran mantan dan rasa kehilangan bisa berkurang.

Merry Riana juga menekankan pentingnya dukungan lingkungan. Menghabiskan waktu bersama keluarga atau teman yang suportif bisa membantu mengurangi rasa kesepian. Jika luka batin terasa terlalu berat, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional seperti konseling psikologi.

Fenomena sulit move on menunjukkan bahwa hubungan romantis tidak hanya soal perasaan, tetapi juga melibatkan aspek psikologis dan biologis yang kompleks. Meski melelahkan, proses penyembuhan tetap mungkin dilakukan. Dengan kesadaran, self-love, serta dukungan sosial yang tepat, setiap orang berpeluang bangkit dan menemukan kebahagiaan baru.(jpc)

 

Move on setelah putus cinta sering kali terdengar mudah diucapkan, tetapi kenyataannya tidak semudah membalikkan telapak tangan.Ada orang yang bisa cepat melanjutkan hidup, namun tidak sedikit pula yang butuh waktu lama untuk benar-benar melupakan.

Mengapa move on begitu sulit? Menurut konten edukasi dari akun TikTok @unmasking.human, kesulitan ini berhubungan dengan ikatan emosional yang sudah terbentuk selama menjalin hubungan.

Otak manusia terbiasa dengan rutinitas bersama pasangan, sehingga ketika hubungan berakhir, tubuh dan pikiran tetap “mencari” keberadaan orang tersebut. Inilah yang membuat seseorang masih sering teringat meski sudah lama berpisah.

Hal senada dijelaskan akun @newronedu. Mereka menyebut bahwa saat menjalin hubungan, otak melepaskan hormon dopamin dan oksitosin—zat kimia yang memicu rasa bahagia dan keterikatan. Ketika hubungan berakhir, produksi hormon ini menurun drastis, sehingga timbul rasa kosong, cemas, dan kehilangan. Kondisi inilah yang membuat seseorang seperti “ketagihan” pada mantan, mirip dengan efek withdrawal pada kecanduan.

Motivator Merry Riana dalam salah satu konten YouTube-nya juga menegaskan, banyak orang terjebak sulit move on karena memandang masa lalu dengan idealisasi berlebihan. Ingatan tentang momen indah bersama mantan sering kali lebih dominan dibandingkan konflik atau alasan perpisahan. Akibatnya, seseorang terus berharap bisa kembali, meski sebenarnya hubungan tersebut sudah tidak sehat.

Baca Juga :  Tanda dan Peringatan Anda Membutuhkan Detoks Digital, Mengurangi Penggunaan Ponsel dan Internet

Dari sisi psikologi, ada beberapa faktor yang membuat move on terasa berat:

Kenangan emosional yang mendalam. Semakin banyak pengalaman penting yang dibagi bersama mantan, semakin sulit pula untuk melepaskan.

Rasa takut kesepian. Banyak orang sulit move on karena khawatir tidak akan menemukan pasangan baru yang sebanding.

Kurangnya self-love. Menurut para pakar, individu yang kurang mencintai dirinya sendiri cenderung mencari validasi dari pasangan, sehingga kehilangan terasa lebih menyakitkan.

Ketidakmampuan menerima realita. Beberapa orang terus menyangkal perpisahan, berharap keadaan bisa kembali seperti semula.

Namun, sulit move on bukan berarti tidak ada jalan keluar. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mempercepat pemulihan emosional. Pertama, batasi kontak dengan mantan, baik secara langsung maupun melalui media sosial. Kedua, alihkan perhatian pada aktivitas positif seperti olahraga, hobi, atau mengembangkan diri. Ketiga, latih self-love dengan mengapresiasi diri sendiri, sekecil apa pun pencapaiannya.

Selain langkah-langkah praktis tersebut, penting juga memahami bahwa proses move on membutuhkan waktu yang berbeda bagi setiap orang. Tidak ada standar pasti kapan seseorang harus sembuh dari luka patah hati. Menurut para psikolog, memaksa diri untuk cepat melupakan justru bisa menambah tekanan emosional. Sebaliknya, memberi ruang untuk merasakan kesedihan adalah bagian penting dari proses pemulihan.

Baca Juga :  7 Hobi Menantang dan Membosankan Hanya Disukai oleh Orang Cerdas, Apakah Anda Menyukainya Juga?

Membangun rutinitas baru juga efektif untuk membantu otak beradaptasi. Misalnya, mengganti kebiasaan lama yang identik dengan mantan dengan aktivitas produktif, seperti mengikuti kelas baru atau berfokus pada karier. Dengan begitu, perlahan-lahan otak akan terbiasa tanpa kehadiran mantan dan rasa kehilangan bisa berkurang.

Merry Riana juga menekankan pentingnya dukungan lingkungan. Menghabiskan waktu bersama keluarga atau teman yang suportif bisa membantu mengurangi rasa kesepian. Jika luka batin terasa terlalu berat, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional seperti konseling psikologi.

Fenomena sulit move on menunjukkan bahwa hubungan romantis tidak hanya soal perasaan, tetapi juga melibatkan aspek psikologis dan biologis yang kompleks. Meski melelahkan, proses penyembuhan tetap mungkin dilakukan. Dengan kesadaran, self-love, serta dukungan sosial yang tepat, setiap orang berpeluang bangkit dan menemukan kebahagiaan baru.(jpc)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru