32.1 C
Jakarta
Thursday, July 10, 2025

Waspadai Baby Blues dan Depresi Usai Melahirkan, Ini Kata Psikolog

PROKALTENG.CO – Gangguan mental seperti baby blues hingga depresi pasca melahirkan kerap dialami ibu setelah proses persalinan. Karena itu, dukungan keluarga dan pasangan memegang peranan penting dalam menjaga kestabilan emosional dan kesehatan mental ibu.

Psikolog Nena Mawar Sari, S.Psi., Cht menegaskan bahwa perhatian terhadap kondisi mental ibu usai melahirkan sama pentingnya dengan perhatian terhadap bayi. Terlebih, gejala gangguan emosional sering muncul tanpa disadari.

“Dan apa yang biasanya harus dilakukan adalah tentunya dukungan dari pasangannya, keluarganya,” ujar Nena dilansir dari ANTARA, Rabu.

Psikolog klinis dan hipnoterapis di Poli Psikiatri RSUD Wangaya Kota Denpasar ini menjelaskan bahwa ibu yang baru melahirkan rentan mengalami baby blues dan postpartum depression.

Baby blues sendiri dipicu perubahan hormon, kelelahan, serta adaptasi terhadap peran baru sebagai ibu. Kondisi ini bersifat sementara, biasanya berlangsung tiga hingga lima hari, dan hilang maksimal dua pekan.

Baca Juga :  Tips dari Psikolog untuk Meningkatkan Kebahagiaan Dalam Hubungan

Gejalanya antara lain merasa sedih tanpa sebab, mudah tersinggung, cemas berlebihan, mood swing, serta kesulitan tidur. Menurut Nena, istirahat cukup menjadi langkah awal untuk pemulihan.

Wanita yang juga praktik di Klinik Bali Psikologi itu mengingatkan agar siapa pun yang menjenguk ibu melahirkan tidak hanya fokus pada bayi, melainkan juga memperhatikan kondisi emosional sang ibu.

“Belum lagi misalkan komentar-komentar sehubungan dengan fisiknya bayinya atau fisik ibunya, nah itu juga bisa berdampak suasana hati yang lebih sensitif,” imbuhnya.

Berbeda dari baby blues, postpartum depression atau depresi pascamelahirkan berlangsung lebih lama, bahkan berbulan-bulan. Gejalanya mencakup kehilangan minat, menarik diri dari lingkungan, merasa tidak layak menjadi ibu, hingga muncul kebencian terhadap bayi.

Baca Juga :  Mimpi Menikah dengan Mantan Pacar, Pertanda Apakah Ini?

“Bahkan kadang-kadang berpikir untuk menyakiti diri sendiri atau bayinya, dan perasaan juga yang tidak guna, curiga dengan pasangan, dan lain sebagainya,” tambahnya.

Depresi pascamelahirkan, tegas Nena, bukan kondisi yang bisa diabaikan. Penanganan medis oleh psikolog atau psikiater sangat diperlukan, termasuk menyesuaikan dengan kondisi ibu menyusui.

Ia juga mengingatkan agar ibu baru tidak membandingkan diri dengan standar yang ditampilkan di media sosial, karena setiap ibu memiliki proses pemulihan yang berbeda.

“Tapi kan kenyataannya dalam keseharian ibu yang melahirkan kan mungkin aja nggak kembali badannya. Perlu waktulah kembali badannya untuk bisa ideal, kemudian juga bisa dandan dan lain sebagainya,” tutupnya. (ant)

PROKALTENG.CO – Gangguan mental seperti baby blues hingga depresi pasca melahirkan kerap dialami ibu setelah proses persalinan. Karena itu, dukungan keluarga dan pasangan memegang peranan penting dalam menjaga kestabilan emosional dan kesehatan mental ibu.

Psikolog Nena Mawar Sari, S.Psi., Cht menegaskan bahwa perhatian terhadap kondisi mental ibu usai melahirkan sama pentingnya dengan perhatian terhadap bayi. Terlebih, gejala gangguan emosional sering muncul tanpa disadari.

“Dan apa yang biasanya harus dilakukan adalah tentunya dukungan dari pasangannya, keluarganya,” ujar Nena dilansir dari ANTARA, Rabu.

Psikolog klinis dan hipnoterapis di Poli Psikiatri RSUD Wangaya Kota Denpasar ini menjelaskan bahwa ibu yang baru melahirkan rentan mengalami baby blues dan postpartum depression.

Baby blues sendiri dipicu perubahan hormon, kelelahan, serta adaptasi terhadap peran baru sebagai ibu. Kondisi ini bersifat sementara, biasanya berlangsung tiga hingga lima hari, dan hilang maksimal dua pekan.

Baca Juga :  Tips dari Psikolog untuk Meningkatkan Kebahagiaan Dalam Hubungan

Gejalanya antara lain merasa sedih tanpa sebab, mudah tersinggung, cemas berlebihan, mood swing, serta kesulitan tidur. Menurut Nena, istirahat cukup menjadi langkah awal untuk pemulihan.

Wanita yang juga praktik di Klinik Bali Psikologi itu mengingatkan agar siapa pun yang menjenguk ibu melahirkan tidak hanya fokus pada bayi, melainkan juga memperhatikan kondisi emosional sang ibu.

“Belum lagi misalkan komentar-komentar sehubungan dengan fisiknya bayinya atau fisik ibunya, nah itu juga bisa berdampak suasana hati yang lebih sensitif,” imbuhnya.

Berbeda dari baby blues, postpartum depression atau depresi pascamelahirkan berlangsung lebih lama, bahkan berbulan-bulan. Gejalanya mencakup kehilangan minat, menarik diri dari lingkungan, merasa tidak layak menjadi ibu, hingga muncul kebencian terhadap bayi.

Baca Juga :  Mimpi Menikah dengan Mantan Pacar, Pertanda Apakah Ini?

“Bahkan kadang-kadang berpikir untuk menyakiti diri sendiri atau bayinya, dan perasaan juga yang tidak guna, curiga dengan pasangan, dan lain sebagainya,” tambahnya.

Depresi pascamelahirkan, tegas Nena, bukan kondisi yang bisa diabaikan. Penanganan medis oleh psikolog atau psikiater sangat diperlukan, termasuk menyesuaikan dengan kondisi ibu menyusui.

Ia juga mengingatkan agar ibu baru tidak membandingkan diri dengan standar yang ditampilkan di media sosial, karena setiap ibu memiliki proses pemulihan yang berbeda.

“Tapi kan kenyataannya dalam keseharian ibu yang melahirkan kan mungkin aja nggak kembali badannya. Perlu waktulah kembali badannya untuk bisa ideal, kemudian juga bisa dandan dan lain sebagainya,” tutupnya. (ant)

Terpopuler

Artikel Terbaru

/