Seorang perfeksionis memiliki standar pribadi yang terlalu tinggi dan evaluasi diri yang terlalu kritis. Biasanya, mereka bersikeras pada kesempurnaan dan tidak menerima apa pun bentuk kekurangan.
Hal ini dapat terwujud dalam bentuk kritik terhadap diri sendiri dan orang lain, serta dalam upaya untuk mengendalikan situasi dan orang lain. Dikutip dari Healthline pada Rabu (6/11), beberapa orang keliru dan percaya bahwa perfeksionisme adalah motivator yang sehat. Namun, hal itu tidak benar adanya.
Perfeksionisme dapat membuat Anda merasa tidak bahagia dengan hidup Anda. Hal itu dapat menyebabkan depresi, kecemasan, gangguan makan, dan menyakiti diri sendiri. Pada akhirnya, hal itu juga dapat membuat Anda berhenti berusaha untuk sukses. Bahkan kasus yang ringan pun dapat mengganggu kualitas hidup Anda, memengaruhi hubungan pribadi, pendidikan, dan pekerjaan Anda.
Hal ini dapat memengaruhi remaja maupun orang dewasa, anak-anak, dan remaja sering kali terdorong untuk berprestasi dalam pekerjaan sekolah maupun kegiatan seperti olahraga, klub, pengabdian masyarakat, dan pekerjaan.
Sehingga dapat menyebabkan obsesi terhadap kesuksesan. Pada akhirnya, hal ini dapat mengganggu kemampuan untuk mencapainya.Lantas, apa penyebab yang mendasari sikap perfeksionis tersebut?
Orang yang perfeksionis, seperti halnya orang yang berprestasi tinggi, menetapkan dan bekerja keras untuk mencapai tujuan yang tinggi.Sementara orang yang berprestasi tinggi dapat merasa puas karena mengetahui bahwa mereka telah melakukan yang terbaik dan mencapai tujuan.
Bagi seorang yang perfeksionis, mereka tidak akan menerima apa pun selain kesempurnaan. Bahkan, hampir sempurna, masih dianggap sebagai kegagalan. Ada beberapa kemungkinan atau penyebab seseorang mengalami perfeksionisme di antaranya:
- Genetik atau Keturunan
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik mungkin berperan dalam perkembangan perfeksionisme.Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gen tertentu dapat memengaruhi kemungkinan seseorang menjadi perfeksionis.
Seseorang dengan kecenderungan genetik perfeksionisme mungkin tidak akan menjadi perfeksionis jika ia tidak tumbuh dalam lingkungan yang menekankan keunggulan dan pencapaian.
- Lingkungan Keluarga
Lingkungan rumah dapat menjadi faktor apakah seseorang menjadi perfeksionis. Rumah yang menekankan nilai-nilai seperti kesempurnaan, prestasi, dan tidak menghakimi dapat memengaruhi seseorang menjadi perfeksionis.
Sebagai contoh, jika orang tua atau anggota keluarga mendorong seorang anak untuk mencapai standar yang sangat tinggi, anak tersebut dapat terobsesi dengan kesempurnaan dan berusaha memenuhi harapan tersebut dengan cara apa pun.
Selain itu, jika lingkungan rumah adalah lingkungan yang mengkritik kesalahan atau kekurangan anak, anak dapat mengembangkan sikap kritis terhadap diri mereka sendiri dan orang lain.
- Pengalaman Masa Lalu
Pengalaman masa lalu juga dapat mempengaruhi perkembangan perfeksionisme. Sebagai contoh, mereka yang terus-menerus ditekan oleh orang tua atau guru untuk berprestasi saat masih kecil dapat mengembangkan rasa takut atau cemas akan kegagalan dan kesalahan.
Trauma masa kecil atau pengalaman buruk di masa lalu, seperti pelecehan atau perundungan, juga dapat menyebabkan seseorang menjadi perfeksionis sebagai cara untuk mengendalikan lingkungan mereka dan meminimalkan ketidakpastian dan risiko di masa depan.
- Kepribadian
Kepribadian seseorang juga dapat memengaruhi perkembangan perfeksionisme, dengan tipe kepribadian tertentu, seperti Tipe A dan Tipe C, yang lebih rentan terhadap perfeksionisme.
Sebagai contoh, orang Tipe A rentan terhadap perfeksionisme karena mereka memiliki dorongan kompetitif yang kuat untuk mencapai prestasi dan produktivitas, dan mereka cenderung mengalami depresi atau merasa bahwa mereka tidak menggunakan waktu mereka secara efisien jika mereka tidak terlibat dalam kegiatan yang produktif. Di sisi lain, tipe C cenderung perfeksionis dalam hal pengendalian diri dan pengaturan emosi.
- Budaya dan Sosial
Budaya dan lingkungan sosial juga dapat memengaruhi perkembangan perfeksionisme pada seseorang.Beberapa budaya dan lingkungan sosial dapat mendorong nilai-nilai perfeksionisme lebih dari yang lain.
Bahkan di lingkungan kerja, kebutuhan untuk mencapai tingkat keunggulan yang tinggi dalam pekerjaan dan kinerja dapat menyebabkan perfeksionisme.Tekanan untuk mencapai tujuan yang tinggi atau memenuhi standar yang ketat dapat membuat orang berusaha keras untuk mencapai kesempurnaan dalam setiap detail pekerjaan mereka, meskipun hal itu tidak realistis atau tidak sehat.(jpc)