25 C
Jakarta
Monday, April 14, 2025

Memenuhi Syarat ! Eddy Raya-Sancho Bertarung Rebut Kursi Ketua KONI

PALANGKA
RAYA
– Karteker dan TPP mengumumkan calon yang akan bersaing
pada Musorprovlub yang akan dilaksanakan tanggal 21-23 Februari 2020 di Hotel
Bahalap, Palangka Raya.

Dua kandidat dinyatakan memenuhi syarat sebagai calon

yakni
Eddy
Raya Samsuri
(ERS) dan Christian Sancho
(CS)
.

Ketua Tim Karteker KONI
Kalteng Mayjen TNI (Purn) Heru Suryono mengatakan, dua calon ketua KONI
tersebut semuanya memenuhi syarat. Hal itu dipastikan karena telah melalui
proses seleksi oleh tim penjaringan dan penyaringan.

Dengan adanya penetapan
dua bakal calon tersebut, selanjutnya akan dibuatkan surat pemberitahuan secara
resmi, agar masing-masing calon segera menyusun visi, misi, maupun program
kerja ke depan.

 â€œVisi misi yang dibuat kedua bakal calon tidak
lain untuk kebaikan KONI ke depan maupun bagi atlet Kalteng menjelang ajang PON
Papua,” terang Heru Suryono.

Selain itu, Heru juga
berharap agar saat pemilihan nantinya tak ada keputusan yang berbeda atau gugatan
dari salah satu calon yang merasa tak terima atas hasil keputusan.

“Mudah-mudahan tidak
ada hal seperti itu dan bisa tetap jalan. Kalau kami diamkan dan tidak mengambil
langkah segera akibat deadlock seperti saat itu, maka yang dirugikan adalah atlet
Kalteng dari cabor yang punya hak berangkat ke PON di Papua. Kalau sampai terjadi
deadlock lagi, maka akan kacau,” tukas Heru.

Deadlock juga akan memengaruhi
dan menghambat banyak hal, termasuk bimtek. Selain itu, administrasi pun tak
akan berjalan.

“Atlet akan
bertanya-tanya ini gimana nasibnya apabila hal itu terjadi, kan banyak yang dirugikan.
Karena itulah KONI pusat membentuk tim karteker, agar selambat-lambatnya dalam enam
bulan sudah ada ketua KONI definitif,” tegasnya.

Mengenai adanya salah
satu calon ketua KONI yang merupakan pejabat publik, Heru menilai bahwa hal itu
bukan menjadi persoalan karena tidak ada larangan dalam AD/ART KONI. Hal itu
juga tertuang dalam Pasal 40 UU Nomor 3 Tahun 2005.

Baca Juga :  UEFA Resmi Hapus Aturan Gol Tandang

“Soal itu juga saya berkonsultasi
dengan BA
ORI atau Badan Arbitrase Olahraga Nasional.
Sah-sah saja apabila pejabat publik seperti bupati, gubernur, atau yang lainya
ingin mencalonkan diri, asalkan selama menjabat tidak terlibat korupsi.
Buktinya kan ada banyak ketua KONI dari kalangan pejabat,” katanya.

Salah satu bakal calon
Sigit K Yunianto (SKY) yang sempat mengambil formulir pendaftaran melalui salah
seorang tim suksesnya, sampai batas waktu yang ditentukan tidak mengembalikan
formulir. “Berkaitan dengan pemilihan Ketua  KONI Kalteng, pertama kami ucapkan banyak
banyak terimakasih buat saudara-saudara ku insan olah raga yang mendukung
bahkan sampai mengambilkan formulir ke saya agar bersedia untuk menjadi
Kandidat Ketua KONI provinsi Kalteng,”kata SKY dalam pesan via WA.

SKY menegaskan dan mohon
maaf, bahwa dirinya belum berkeinginan untuk menjadi calon ketua tersebut. “Karena
dari awal proses sudah terjadi seperti itu, kami kira kurang bagus. Segala
sesuatu kalau di awali dengan musyawarah yang baik maka akan menghasilkan yang
bagus juga, dan kami juga tidak sesuai dengan sistem atau proses mekanisme
pemilihan tersebut jadi kami mohon maaf kami belum berkeinginan untuk menjadi
kandidat tersebut,” jelasnya.

Sementara itu, Rahmadi
G Lentam yang merupakan salah satu kandidat yang pernah maju pada musorprov
akhir 2019 lalu, menuliskan surat terbuka melalui akun Facebook Advokat Rahmadi
G Lentam, Selasa malam (18/2). Surat terbuka itu ditujukan kepada KONI pusat
dan TPP Calon Ketua Umum KONI Kalteng. Ia mempertanyakan tentang pejabat publik
dan pejabat struktural yang ikut mencalon sebagai ketua umum KONI.

“Untuk KONI Pusat dan
TPP Calon Ketua Umum KONI Kalteng yang terpelajar….ijinkan saya menimba
pengetahuan tentang kebolehan pejabat publik dan pejabat struktural menjadi
ketua umum KONI…, apa dasar hukumnya yang dapat mengecualikan ketentuan Pasal
40 UU Nomor 3 Tahun 2003 ttg SKN, Pasal 56, Pasal 121 sd. Pasal 123 PP Nomor 16
Thn 2007, Pasal 61, 64, 65, 76 dan 78 UU Nomor 23 Thn 2014 jo. UU Nomor 9 Thn
2015 serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-V/2007, tgl 22 Februari
2008 jo. Nomor 19/PUU-XII/2014, tgl 11 Maret 2015?,” tulis Rahmadi selaku Pemohon
Penyelesaian Sengketa Keolahragaan No.01 di BAORI.

Baca Juga :  Miliki Pengalaman, Askab PSSI Sukamara Dukung Agustiar Sabran

Dalam suratnya itu, Rahmadi
juga mempertanyakan dasar hukum dan pejabat yang berkewenangan memberi izin bagi
pejabat struktural atau pejabat publik untuk menjadi ketua umum, wakil ketua
umum, ketua harian, sekretaris, wakil sekretaris, maupun bendahara KONI di
semua tingkatan. Rahmadi ingin memastikan dasar hukum (berupa UU) bahwa KONI
Pusat, TPP, dan pejabat terkait dapat melanggar kewajiban hukumnya untuk mematuhi
semua produk hukum dan perundang-undangan yang berlaku dengan sebuah kebijakan
atau kesepakatan untuk mengesampingkan larangan serta kriteria dan persyaratan
calon Ketua Umum KONI di semua tingkatan sesuai hukum dan perundangundangan (UU
SKN, UU Pemda, PP 16/2007, dan Putusan MK). Karena menurutnya, Indonesia merupakan
negara hukum, bukan negara kekuasaan absolute. Karena itu, semua komponen
negara mestinya patuh dan taat pada hukum.

“Jawablah pertanyaan
ini dengan dasar hukum yang setara. Sungguh saya ingin belajar, karena sebagai
warga negara yang juga membayar pajak. Segala kegiatan yang bersumber dari
keuangan negara dan atau daerah, setidaknya ada nilai rupiah (sebagai pajak)
yang turut saya biayai agar hukum ditegakkan,” tambahnya.

Bukankah pejabat di
daerah bahkan menteri memiliki kewenangan sekaligus kewajiban hukum untuk
mengimplementasikan Pasal 40 UU SKN dan Pasal 56 PP Nomor 16 Tahun 2007. Bahkan
pejabat pada semua tingkat berhak dan berwenang untuk mengambil alih proses
pemilihan agar sesuai ketentuan hukum, termasuk merekomendasikan agar
pemerintah tidak mencairkan dana keolahragaan kepada pengurus KONI di semua
tingkatan jika kepengurusannya melanggar ketentuan Pasal 40 UU SKN jo. Pasal 56
PP No 16 Tahun 2007.

“Jawaban anda menggambarkan siapakah anda
sesungguhnya?” tutupnya. (ena/ala
/dar

PALANGKA
RAYA
– Karteker dan TPP mengumumkan calon yang akan bersaing
pada Musorprovlub yang akan dilaksanakan tanggal 21-23 Februari 2020 di Hotel
Bahalap, Palangka Raya.

Dua kandidat dinyatakan memenuhi syarat sebagai calon

yakni
Eddy
Raya Samsuri
(ERS) dan Christian Sancho
(CS)
.

Ketua Tim Karteker KONI
Kalteng Mayjen TNI (Purn) Heru Suryono mengatakan, dua calon ketua KONI
tersebut semuanya memenuhi syarat. Hal itu dipastikan karena telah melalui
proses seleksi oleh tim penjaringan dan penyaringan.

Dengan adanya penetapan
dua bakal calon tersebut, selanjutnya akan dibuatkan surat pemberitahuan secara
resmi, agar masing-masing calon segera menyusun visi, misi, maupun program
kerja ke depan.

 â€œVisi misi yang dibuat kedua bakal calon tidak
lain untuk kebaikan KONI ke depan maupun bagi atlet Kalteng menjelang ajang PON
Papua,” terang Heru Suryono.

Selain itu, Heru juga
berharap agar saat pemilihan nantinya tak ada keputusan yang berbeda atau gugatan
dari salah satu calon yang merasa tak terima atas hasil keputusan.

“Mudah-mudahan tidak
ada hal seperti itu dan bisa tetap jalan. Kalau kami diamkan dan tidak mengambil
langkah segera akibat deadlock seperti saat itu, maka yang dirugikan adalah atlet
Kalteng dari cabor yang punya hak berangkat ke PON di Papua. Kalau sampai terjadi
deadlock lagi, maka akan kacau,” tukas Heru.

Deadlock juga akan memengaruhi
dan menghambat banyak hal, termasuk bimtek. Selain itu, administrasi pun tak
akan berjalan.

“Atlet akan
bertanya-tanya ini gimana nasibnya apabila hal itu terjadi, kan banyak yang dirugikan.
Karena itulah KONI pusat membentuk tim karteker, agar selambat-lambatnya dalam enam
bulan sudah ada ketua KONI definitif,” tegasnya.

Mengenai adanya salah
satu calon ketua KONI yang merupakan pejabat publik, Heru menilai bahwa hal itu
bukan menjadi persoalan karena tidak ada larangan dalam AD/ART KONI. Hal itu
juga tertuang dalam Pasal 40 UU Nomor 3 Tahun 2005.

Baca Juga :  UEFA Resmi Hapus Aturan Gol Tandang

“Soal itu juga saya berkonsultasi
dengan BA
ORI atau Badan Arbitrase Olahraga Nasional.
Sah-sah saja apabila pejabat publik seperti bupati, gubernur, atau yang lainya
ingin mencalonkan diri, asalkan selama menjabat tidak terlibat korupsi.
Buktinya kan ada banyak ketua KONI dari kalangan pejabat,” katanya.

Salah satu bakal calon
Sigit K Yunianto (SKY) yang sempat mengambil formulir pendaftaran melalui salah
seorang tim suksesnya, sampai batas waktu yang ditentukan tidak mengembalikan
formulir. “Berkaitan dengan pemilihan Ketua  KONI Kalteng, pertama kami ucapkan banyak
banyak terimakasih buat saudara-saudara ku insan olah raga yang mendukung
bahkan sampai mengambilkan formulir ke saya agar bersedia untuk menjadi
Kandidat Ketua KONI provinsi Kalteng,”kata SKY dalam pesan via WA.

SKY menegaskan dan mohon
maaf, bahwa dirinya belum berkeinginan untuk menjadi calon ketua tersebut. “Karena
dari awal proses sudah terjadi seperti itu, kami kira kurang bagus. Segala
sesuatu kalau di awali dengan musyawarah yang baik maka akan menghasilkan yang
bagus juga, dan kami juga tidak sesuai dengan sistem atau proses mekanisme
pemilihan tersebut jadi kami mohon maaf kami belum berkeinginan untuk menjadi
kandidat tersebut,” jelasnya.

Sementara itu, Rahmadi
G Lentam yang merupakan salah satu kandidat yang pernah maju pada musorprov
akhir 2019 lalu, menuliskan surat terbuka melalui akun Facebook Advokat Rahmadi
G Lentam, Selasa malam (18/2). Surat terbuka itu ditujukan kepada KONI pusat
dan TPP Calon Ketua Umum KONI Kalteng. Ia mempertanyakan tentang pejabat publik
dan pejabat struktural yang ikut mencalon sebagai ketua umum KONI.

“Untuk KONI Pusat dan
TPP Calon Ketua Umum KONI Kalteng yang terpelajar….ijinkan saya menimba
pengetahuan tentang kebolehan pejabat publik dan pejabat struktural menjadi
ketua umum KONI…, apa dasar hukumnya yang dapat mengecualikan ketentuan Pasal
40 UU Nomor 3 Tahun 2003 ttg SKN, Pasal 56, Pasal 121 sd. Pasal 123 PP Nomor 16
Thn 2007, Pasal 61, 64, 65, 76 dan 78 UU Nomor 23 Thn 2014 jo. UU Nomor 9 Thn
2015 serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-V/2007, tgl 22 Februari
2008 jo. Nomor 19/PUU-XII/2014, tgl 11 Maret 2015?,” tulis Rahmadi selaku Pemohon
Penyelesaian Sengketa Keolahragaan No.01 di BAORI.

Baca Juga :  Miliki Pengalaman, Askab PSSI Sukamara Dukung Agustiar Sabran

Dalam suratnya itu, Rahmadi
juga mempertanyakan dasar hukum dan pejabat yang berkewenangan memberi izin bagi
pejabat struktural atau pejabat publik untuk menjadi ketua umum, wakil ketua
umum, ketua harian, sekretaris, wakil sekretaris, maupun bendahara KONI di
semua tingkatan. Rahmadi ingin memastikan dasar hukum (berupa UU) bahwa KONI
Pusat, TPP, dan pejabat terkait dapat melanggar kewajiban hukumnya untuk mematuhi
semua produk hukum dan perundang-undangan yang berlaku dengan sebuah kebijakan
atau kesepakatan untuk mengesampingkan larangan serta kriteria dan persyaratan
calon Ketua Umum KONI di semua tingkatan sesuai hukum dan perundangundangan (UU
SKN, UU Pemda, PP 16/2007, dan Putusan MK). Karena menurutnya, Indonesia merupakan
negara hukum, bukan negara kekuasaan absolute. Karena itu, semua komponen
negara mestinya patuh dan taat pada hukum.

“Jawablah pertanyaan
ini dengan dasar hukum yang setara. Sungguh saya ingin belajar, karena sebagai
warga negara yang juga membayar pajak. Segala kegiatan yang bersumber dari
keuangan negara dan atau daerah, setidaknya ada nilai rupiah (sebagai pajak)
yang turut saya biayai agar hukum ditegakkan,” tambahnya.

Bukankah pejabat di
daerah bahkan menteri memiliki kewenangan sekaligus kewajiban hukum untuk
mengimplementasikan Pasal 40 UU SKN dan Pasal 56 PP Nomor 16 Tahun 2007. Bahkan
pejabat pada semua tingkat berhak dan berwenang untuk mengambil alih proses
pemilihan agar sesuai ketentuan hukum, termasuk merekomendasikan agar
pemerintah tidak mencairkan dana keolahragaan kepada pengurus KONI di semua
tingkatan jika kepengurusannya melanggar ketentuan Pasal 40 UU SKN jo. Pasal 56
PP No 16 Tahun 2007.

“Jawaban anda menggambarkan siapakah anda
sesungguhnya?” tutupnya. (ena/ala
/dar

Terpopuler

Artikel Terbaru