CEDERA adalah mimpi buruk bagi semua atlet,
tidak terkecuali Mohammad Ahsan. Usai menjadi juara dunia, pasangan dari Hendra
Setiawan itu dilanda cedera pada betis kanan. Ototnya ketarik.
Puncak sakitnya terlihat ketika laga semifinal
dan final China Open yang diikuti mundurnya mereka dari Korea Open. Jeda waktu
dua minggu sebelum tur Eropa akhirnya dipakai untuk pemulihan. Sayangnya belum
punya efek maksimal. Cedera itu kembali kambuh di babak semifinal Denmark Open,
dilanjut kekalahan dalam babak 16 besar French Open.
Sebagai pemain senior, Ahsan tidak ingin
menjadikan itu semua sebagai alasan. Pasangan yang dijuluki Daddies ini memang
sedang underperform saat melawan ganda putra Chirag Shetty/Rankireddy
Satwiksairaj. Itulah yang menggagalkan Ahsan/Hendra untuk menciptakan all
Indonesian final keenam melawan Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo
di Paris, Prancis.
“Kalau sakit masih bisa ditahan, hanya
permainan saja yang tidak keluar. Lawan juga bermain lebih bagus. Pas French
Open memang masih berasa walaupun sudah mendingan. Tapi namanya kaki dipakai
terus, belum sembuh total pasti bisa balik lagi (ketariknya),” ungkap
Ahsan.
Sampai saat ini bapak dua anak itu terus
menjalani terapi rutin seusai latihan. Semua dilakukan untuk meminimalisir rasa
sakit pada kakinya, sebab, sampai akhir tahun nanti masih ada tiga turnamen
yang diikuti; Fuzhou China Open, Hongkong Open, dan BWF World Tour Finals.
Turnamen terakhir itu bakal menjadi sangat penting bagi seluruh pebulu tangkis
dunia untuk berebut poin tertinggi demi mengukuhkan posisi ke Olimpiade Tokyo
2020. Meski sudah senior, Ahsan/Hendra tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan
itu. Bahkan olimpiade menjadi alasan utama mereka kembali berpasangan setelah
sempat berpisah selama setahun.
Ahsan mengakui dengan padatnya agenda turnamen
akan sulit untuk benar-benar fokus menyembuhkan kaki, sementara jadwal latihan
juga tidak pernah putus. “Rasa khawatir memang masih ada, karena meper
terus waktu pertandingan sementara waktu istirahat jadi tidak panjang.
Kejuaraan mepert terus, jarak satu minggu sedangkan kami harus persiapan. Mau
tidak mau harus dihajar lagi,” kata Ahsan.
Di Fuzhou China Open nanti, Ahsan juga tidak
mau ekspektasi berlebihan. Sebagai unggulan kedua Daddies memang berpeluang
besar untuk menciptakan all Indonesian final dengan kondisi Marcus/Kevin yang
masih konsisten sebagai ganda putra nomor satu dunia. Menurutnya, walau kini
Ahsan/Hendra melesat menjadi nomor dua dunia bukan berarti semua lawan mudah
dilalui. Persaingan malah semakin ketat. Siapapun bisa mengalahkan unggulan.
“Ekspektasi sampai semifinal dulu buat
jaga poin olimpiade. Kalau masuk final ya itu bonus. Bukan berarti sampai final
lalu sudah dilepas gitu aja, kami maunya juga juara,” ucap atlet 32 tahun
itu.
Lawan terberat bagi Ahsan/Hendra sebenarnya
bukan pemain dari negara lain melainkan Marcus/Kevin. Selama ini tiap pertemuan
yang rata-rata terjadi di babak final selalu saja dimenangkan oleh pasangan
berjuluk Minions itu. Daddies masih terus berupaya mencari celah untuk
mengalahkan ganda putra terbaik dunia tersebut. Harus diakui permainan cepat
Marcus/Kevin memang menyulitkan bagi Ahsan/Hendra. (feb/JPG)