JEDA kompetisi yang lumayan panjang berdampak pada
kondisi finansial Persebaya Surabaya. Karena tak ada pertandingan, otomatis
pemasukan juga nol. Di sisi lain, kewajiban untuk membayar gaji pemain,
pelatih, serta ofisial harus terus dipenuhi.
Kondisi itu
memaksa manajemen Green Force –julukan Persebaya– untuk memutar otak. Mereka
harus pintar-pintar mengatur keuangan klub. ’’Karena selama nggak ada
aktivitas, ya nggak ada pemasukan,’’ kata Sekretaris Persebaya Ram Surahman
kepada Jawa Pos. Jika tidak pandai mengelola keuangan, klub bisa saja merugi di
tengah kompetisi.
Ram menjelaskan, ada beberapa sumber yang jadi
pemasukan klub. Pertama adalah penghasilan dari penjualan tiket pertandingan.
Untuk tiket, Persebaya jadi salah satu tim yang paling banyak meraup
keuntungan. Sebab, musim lalu, Persebaya berada di urutan keempat tim dengan
jumlah penonton terbanyak. Total ada 280.017 suporter yang datang ke laga
kandang Persebaya musim lalu.
Jumlah itu
sejatinya bisa saja lebih banyak. Sebab, Green Force sempat melakoni empat laga
kandang usiran pada akhir musim. Itu terjadi karena ada insiden kerusuhan di
Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, saat Persebaya menjamu PSS Sleman pada 29
Oktober 2019.
Musim ini
animo Bonek untuk hadir di laga kandang tetap besar. Buktinya, dalam laga
perdana kontra Persik Kediri (29/3), 50 ribu tiket sold out. Di laga kandang
kedua atau saat menjamu Persipura Jayapura, ada 12.227 penonton yang hadir.
Persebaya
juga memiliki sumber penghasilan lain. Yakni, dana dari pihak sponsor. Yang
jadi masalah, uang dari sponsor sementara juga distop. Ram menjelaskan, pihak
sponsor melakukan pembayaran dengan cara per termin.
’’Tidak ada
sponsor langsung bayar blek sekian miliar di awal. Pasti bertahap. Nah, kalau
nggak ada aktivitas (kompetisi), otomatis ya nggak ada pembayaran,’’ tegas pria
asli Gresik tersebut.
Sejatinya,
Persebaya masih memiliki bisnis merchandise. Yakni, penjualan pernak-pernik
klub. Mereka memiliki Persebaya Store yang tersebar di beberapa kota di Jawa
Timur. Tapi, penjualan mungkin tidak sekencang biasanya. Sebab, situasi
lockdown dan adanya imbauan agar tetap di rumah membuat beberapa store
memutuskan untuk tutup sementara. Namun, mereka masih melayani pembelian secara
online.
Karena itu,
keputusan PSSI untuk mengizinkan klub memangkas gaji sampai 75 persen cukup
membantu. Apalagi, klub memang harus benar-benar irit dalam pengeluaran. Ram
tak menampik bahwa kondisi tersebut membuat pihaknya cukup khawatir. ’’Yang
pasti bukan hanya Persebaya. Kondisi ini juga pasti berimbas ke semua klub.
Nggak ada klub yang nggak kena imbasnya,’’ ujarnya. Dia berharap situasi bisa
segera kembali normal sehingga kompetisi bisa bergulir lagi.
Winger Persebaya Mahmoud
Eid juga berharap demikian. Dia bahkan tidak ingin kompetisi dihentikan. ’’Saya
berharap kompetisi tetap dilanjutkan. Tapi, untuk saat ini, yang terpenting
adalah tetap di rumah dan jauhi keramaian,’’ terang pemain berpaspor Palestina
itu kepada Jawa Pos (Grup Kaltengpos.co).