26.3 C
Jakarta
Saturday, November 23, 2024

Wacana Pengurangan Jumlah Cabor di PON XX Bikin Resah

JAKARTA– Wacana rasionalisasi (baca:
pengurangan) jumlah cabang olahraga yang dipertandingkan di Pekan Olahraga
Nasional XX/2020 Papua menimbulkan kepanikan. Tidak hanya atlet yang
harap-harap cemas. Induk cabang olahraga pun khawatir kebijakan ini bakal
berdampak luas bagi pembinaan olahraga nasional.
Meski belum resmi, kemarin beredar surat dari KONI Provinsi Papua terkait
perubahan jumlah cabor PON 2020. Total ada 15 cabor yang bakal dipangkas. Tiga
di antaranya merupakan cabor Olimpiade. Yakni balap sepeda (MTB dan BMX), polo
air, dan bola tangan. Sementara enam lainnya merupakan cabor yang
dipertandingkan di Asian Games. Seperti wushu, catur, bridge, dan sepak
takraw.
Padahal, seharusnya pembinaan olahraga nasional berorientasi pada multievent
internasional. Cabor-cabor Olimpiade dan Asian Games wajib jadi prioritas.
Belum lagi, cabor-cabor tersebut sudah siap menggeber PON. Bahkan ada yang
sudah menggelar Pra-PON alias kualifikasi.
“Saya nggak tahu cara pengambilan keputusan gimana. Kami sudah bikin
Pra-PON, atlet-atlet sudah disiapkan, kok tiba-tiba ngaku nggak siap,” ujar
Raja Sapta Oktohari, Ketua Umum PB ISSI, kemarin (30/8). ”Aneh banget menurut
saya. Emang mereka (Papua dan Pemerintah, Red) nggak punya mekanisme atau
bagaimana,” tambah dia berapi-api.
Pihaknya sangat keberatan dengan pengambilan keputusan secara sepihak tersebut.
Sebab, selama ini cabor tidak disertakan dalam diskusi terkait pemangkasan
jumlah cabor. Diskusi hanya dilakukan antara PB PON, Kemenpora, dan KONI Pusat.

“Makanya saya bilang ngawur. Di situ yang saya nggak ngerti. SEA Games dan
Asian Games kami (tim balap sepeda, Red) berprestasi, Olimpiade juga lolos
kualifikasi. Saya sangat kecewa dengan pengambilan keputusan ini,” papar Okto,
sapaan akrabnya.
Wakil Ketua Umum PB PRSI Harlin E. Rahardjo lebih santai menanggapi
permasalahan ini. Dari cabor akuatik, hanya polo air yang terancam tidak
dipertandingkan. Selama belum ada keputusan resmi, dia yakin peluang cabor
tersebut untuk tampil di PON tahun depan masih ada.
”Kami masih berharap tetap dipertandingan. Kami mengerti ada keterbatasan
venue, tetapi PRSI akan duduk bersama KONI Pusat untuk memberi masukan dan
mencari solusi agar polo air tetap ada,” tutur Harlin ketika dihubungi
kemarin.
Imbas jangka pendek dari pemangkasan cabor PON sudah jelas. Puslatda di daerah
akan dihentikan. Setidaknya, itu yang terjadi di Jawa Timur. Padahal, pemusatan
latihan cabor-cabor tersebut tidak berhenti sejak PON XIX/2016 Jabar. Artinya,
pembinaan akan terputus. Padahal, atlet-atlet dari berbagai daerah tersebut
merupakan calon-calon penghuni pelatnas SEA Games, Asian Games, dan Olimpiade.

Tanpa dukungan dana dari pemerintah daerah, cabor bakal kesulitan melakukan
pembibitan dan pembinaan atlet secara berkesinambungan. ”Berarti ada satu
generasi yang hilang. Atlet-atlet muda nggak akan muncul. Padahal kan kami
inginnya ada regenerasi untuk timnas. Kami ingin di PON itu bisa melihat
bibit-bibit potensial untuk masuk ke pelatnas,” papar Harlin.
Sementara itu, meski masih gonjang-ganjing, kubu PB PSAWI (induk olahraga ski
air dan wakeboard) sudah siap-siap kecewa. ”Semua pihak jelas dirugikan,
terutama atlet yang sudah latihan,” Kabid Binpres PB PSAWI Nasir Kadir.
”Jelas pemangkasan ini bakal merusak. Seluruh pengurus daerah resah, kami yang
harus bertanggung jawab,” lanjut dia ngeri.
Di sisi lain, PB GABSI yang menaungi cabor bridge merasa kesal. Sebab, olahraga
otak tersebut tidak memerlukan biaya besar. ”Olahraga ini bahkan nggak
memerlukan venue khusus. Asal ada hall yang cukup besar untuk pertandingan, itu
sudah cukup. Harusnya nggak perlu dicoret,” kata Ketua Bidang Humas dan
Publikasi Bert Toar Polii. (feb/gil/na/jpg)

Baca Juga :  Wow! Atletico Madrid Pesta Gol

JAKARTA– Wacana rasionalisasi (baca:
pengurangan) jumlah cabang olahraga yang dipertandingkan di Pekan Olahraga
Nasional XX/2020 Papua menimbulkan kepanikan. Tidak hanya atlet yang
harap-harap cemas. Induk cabang olahraga pun khawatir kebijakan ini bakal
berdampak luas bagi pembinaan olahraga nasional.
Meski belum resmi, kemarin beredar surat dari KONI Provinsi Papua terkait
perubahan jumlah cabor PON 2020. Total ada 15 cabor yang bakal dipangkas. Tiga
di antaranya merupakan cabor Olimpiade. Yakni balap sepeda (MTB dan BMX), polo
air, dan bola tangan. Sementara enam lainnya merupakan cabor yang
dipertandingkan di Asian Games. Seperti wushu, catur, bridge, dan sepak
takraw.
Padahal, seharusnya pembinaan olahraga nasional berorientasi pada multievent
internasional. Cabor-cabor Olimpiade dan Asian Games wajib jadi prioritas.
Belum lagi, cabor-cabor tersebut sudah siap menggeber PON. Bahkan ada yang
sudah menggelar Pra-PON alias kualifikasi.
“Saya nggak tahu cara pengambilan keputusan gimana. Kami sudah bikin
Pra-PON, atlet-atlet sudah disiapkan, kok tiba-tiba ngaku nggak siap,” ujar
Raja Sapta Oktohari, Ketua Umum PB ISSI, kemarin (30/8). ”Aneh banget menurut
saya. Emang mereka (Papua dan Pemerintah, Red) nggak punya mekanisme atau
bagaimana,” tambah dia berapi-api.
Pihaknya sangat keberatan dengan pengambilan keputusan secara sepihak tersebut.
Sebab, selama ini cabor tidak disertakan dalam diskusi terkait pemangkasan
jumlah cabor. Diskusi hanya dilakukan antara PB PON, Kemenpora, dan KONI Pusat.

“Makanya saya bilang ngawur. Di situ yang saya nggak ngerti. SEA Games dan
Asian Games kami (tim balap sepeda, Red) berprestasi, Olimpiade juga lolos
kualifikasi. Saya sangat kecewa dengan pengambilan keputusan ini,” papar Okto,
sapaan akrabnya.
Wakil Ketua Umum PB PRSI Harlin E. Rahardjo lebih santai menanggapi
permasalahan ini. Dari cabor akuatik, hanya polo air yang terancam tidak
dipertandingkan. Selama belum ada keputusan resmi, dia yakin peluang cabor
tersebut untuk tampil di PON tahun depan masih ada.
”Kami masih berharap tetap dipertandingan. Kami mengerti ada keterbatasan
venue, tetapi PRSI akan duduk bersama KONI Pusat untuk memberi masukan dan
mencari solusi agar polo air tetap ada,” tutur Harlin ketika dihubungi
kemarin.
Imbas jangka pendek dari pemangkasan cabor PON sudah jelas. Puslatda di daerah
akan dihentikan. Setidaknya, itu yang terjadi di Jawa Timur. Padahal, pemusatan
latihan cabor-cabor tersebut tidak berhenti sejak PON XIX/2016 Jabar. Artinya,
pembinaan akan terputus. Padahal, atlet-atlet dari berbagai daerah tersebut
merupakan calon-calon penghuni pelatnas SEA Games, Asian Games, dan Olimpiade.

Tanpa dukungan dana dari pemerintah daerah, cabor bakal kesulitan melakukan
pembibitan dan pembinaan atlet secara berkesinambungan. ”Berarti ada satu
generasi yang hilang. Atlet-atlet muda nggak akan muncul. Padahal kan kami
inginnya ada regenerasi untuk timnas. Kami ingin di PON itu bisa melihat
bibit-bibit potensial untuk masuk ke pelatnas,” papar Harlin.
Sementara itu, meski masih gonjang-ganjing, kubu PB PSAWI (induk olahraga ski
air dan wakeboard) sudah siap-siap kecewa. ”Semua pihak jelas dirugikan,
terutama atlet yang sudah latihan,” Kabid Binpres PB PSAWI Nasir Kadir.
”Jelas pemangkasan ini bakal merusak. Seluruh pengurus daerah resah, kami yang
harus bertanggung jawab,” lanjut dia ngeri.
Di sisi lain, PB GABSI yang menaungi cabor bridge merasa kesal. Sebab, olahraga
otak tersebut tidak memerlukan biaya besar. ”Olahraga ini bahkan nggak
memerlukan venue khusus. Asal ada hall yang cukup besar untuk pertandingan, itu
sudah cukup. Harusnya nggak perlu dicoret,” kata Ketua Bidang Humas dan
Publikasi Bert Toar Polii. (feb/gil/na/jpg)

Baca Juga :  Wow! Atletico Madrid Pesta Gol
Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya

Terpopuler

Artikel Terbaru